A.
IMAM AL-GHOZALI
Konsep
pendidikan Al-Ghazali dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui dan
memahami yang berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidkan,
yaitu aspek tujuan pendidikan dan kurikulum;
1. Tujuan
Pendidikan
Menurut pandangan Al-Ghazali mengenai
konsep pendiaikan adalah pendidkan merupakan hasil dari ilmu sesungguhnya ialah
mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam,dan menghubungkan diri dengan
para malaikat yang tinggi dan bergaul dengan alam arwah, itu semua adalah
kebesaran, pengaruh, pemerintahan bagi raja-raja dan penghormatan secara
naluri.Pendidikan melalui pendekatan diri kepada Allah adalah salah satu bentuk
ilmu, seterusnya mengabungkan setiap insan kepada para malaikat supaya dapat
bergaul dengan alam arwah.Sekaligus ia merupakan kebesaran,pengaruh serta
penghormatan secara maluri dalam semua individu.
Selanjutnya dari kata-kata berikut
dapat diartikan bahwa tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali dapat dibagi menjadi
dua bagian,pendidikan jangka panjang danpendidikan jangka pendek.
a.
Tujuan Jangka Panjang
Menurut Al-Ghazali
tujuan pendidikan jangka panjang ialah pendekatan diri kepada Allah. Pendidikan
dalam prosesnya harus mengarahkan manusia menuju pengenalan dan kemudian
pendekatan diri kepada Tuhan pencipta alam.Beliau berkata, “barang siapa
menambah ilmu keduniawian tetapi tidak menambah hidayah, ia tidak semakin dekat
dengan Allah, dan justeru semakin jauh dari-Nya.” Menurut konsep ini, dapat
dinyatakan bahwa semakin lama seseorang duduk dibangku pendidikan, semakin
bertambah ilmu pengetahuannya, maka semakin mendekat kepada Allah. Tentu saja,
untuk menentukan itu tujuan itu bukanlah sistem pendidikan sekular yamg
memisahkan antara ilmu-illmu keduniaan dari nilai-nilai kebenaran dan sikap
agama, juga bukan sistem islam yang konservatif. Tetapi, sistem pendidikan yang
integral.Sistem inilah yang dapat membentuk manusia melaksanakan tugas-tugas
kekhalifahan.
b.
Tujuan Jangka Pendek
Menurut Al-Ghazali,
tujuan pendidikan jangka pendek ialah pendidkan dimana manusia sesuai dengan
bakat dan kemampuannya. Selanjutnya Al-Ghazali juga menyinggung masalah
pangkat, kedudukan, kemegahan, populariti, dan kemulian dunia secara naluri.
Semua itu bukan merupakan tujuan dasar seseorang yang melibatkan diri di dunia
pendidikan. Seorang penuntut ilmu,sebagai seseorang siswa, mahasiswa, guru dan
sebagainya, mereka akan memperoleh darjat, pangkat, dan segala macam kemulian
hendak meningkatkan kualiti dirinya melalui ilmu pengetahuan, dan ilmu
pengetahuan itu untuk diamalkan.
Oleh sebab itu,
Al-Ghazali menyatakan bahwa langkah seseorang dalam belajar adalah untuk
menyucikan jiwa dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan motivasi pertama
adalah untuk menghidupkan syarat dan misi Rasulallah, bukan untuk mencari
kemegahan duniawi, mengejar pangkat, atau populariti.Kesimpulannya,tujuan
pendidika menurut AL-Ghazali adalah tercapainya kesempurnaan insani yang
bermaruah kepada pendekatan diri kepada Allah, dan kesempurnaan
insani yang bermaruah kepada kebahagian dunia dan akhirat.
Seterusnya, proses
pendidikan hendaklah merangkumi aspek intelek, latihan jasmani serta pembinaan
akhlak yang mulia, berani dan hormat-menghormati. Al-Ghazali berpendapat
bahwa pendidikan agama harus mulai diajarkan kepada anak-anak sendiri.Lantaran
itu,seorang anak mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama semata-mata
dengan mengimankan saja dan tidak di tuntut untuk mencari dalilnya.Sementara
itu berkaitan dengan pendidikan akhlak, bahwa pengajaran harus mengarah kepada
pembentukan akhlak yang mulia. Sehingga Al-Ghazali mengatakan bahwa “ahklak
adalah suatu sikap yang mengakar di dalam jiwa yang darinya lahir berbagai
perbuatan dengan mudah tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan”.
B.
IMAM AL-ZURNUJI
Tujuan Pendidikan/Tujuan Memperoleh
Ilmu
Menurut al-Zarnuji tujuan
belajar/pendidikan Islam berikut ini:
وينبغى
أن ينوي المتعلم يطلب العلم رضا الله تعالى والدار الآخرة وازلة الجهل من نفسه وعن
سائر الجهال وإحياء الدين و إبقاء الإسلام فأن بقاء الإسلام بالعلم. ولايصح الزهد
والتقوى مع الجهل. والنشد الشيخ الإمام الأجل برهان الدين صاحب الهداية شعرا
لبعضهم:
فساد كبير عالم
متهتك * وأكبر منه جاهل متنسك
هما فتنة في العالمين عظيمة * لمن بهما فى دينه يتمسك.
Maksudnya: Seseorang yang menuntut
ilmu harus bertujuan mengharap rida Allah, mencari kebahagiaan di akhirat,
menghilangkan kebodohan baik dari dirinya sendiri maupun dari orang lain,
menghidupkan agama, dan melestarikan Islam. Karena Islam itu dapat lestari,
kalau pemeluknya berilmu. Zuhud dan takwa tidak sah tanpa disertai ilmu. Syekh
Burhanuddin menukil perkataan ulama sebuah syair: “orang alim yang durhaka
bahayanya besar, tetapi orang bodoh yang tekun beribadah justru lebih besar
bahayanya dibandingkan orang alim tadi. Keduanya adalah penyebab fitnah di
kalangan umat, dan tidak layak dijadikan panutan. Selanjutnya al-Zarnuji
berkata:
وينوي
به الشكر على نعمة العقل وصحة البدن ولا ينوى به اقبال الناس ولا استجلاب حطام
الدنيا والكرامة عند السلطان وغيره. قال محمد ابن الحسن رحمه الله تعالى لو كان
الناس كلهم عبيدى لاعتقتهم و تبرأت عن ولآئهم.
Maksudnya: Seseorang yang menuntut
ilmu haruslah didasari atas mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan. Dan dia
tidak boleh bertujuan supaya dihormati manusia dan tidak pula untuk mendapatkan
harta dunia dan mendapatkan kehormatan di hadapan pejabat dan yang lainnya.
Sebagai akibat dari seseorang yang
merasakan lezatnya ilmu dan mengamalkannya, maka bagi para pembelajar akan
berpaling halnya dari sesuatu yang dimiliki oleh orang lain. Demikian
pendapat al-Zarnuji, seperti statemen berikut ini
ومن
وجد لذة العلم والعمل به قلما فيما عند الناس. انشد الشيخ الإمام الآجل الأستاذ
قوام الدين حمادالدين ابراهم بن اسماعيل الصفار الأنصاري املآء لابي حنيفة رحمه
الله تعالى شعرا :
من طلب العلم للمعاد * فاز بفضل من
الرشاد
فيالخسران
طالبه * لنيل فضل من العباد.
Maksudnya: Barangsiapa dapat
merasakan lezat ilmu dan nikmat mengamalkannya, maka dia tidak akan begitu
tertarik dengan harta yang dimiliki orang lain. Syekh Imam Hammad bin Ibrahim
bin Ismail Assyafar al-Anshari membacakan syair Abu Hanifah: Siapa yang
menuntut ilmu untuk akhirat, tentu ia akan memperoleh anugerah
kebenaran/petunjuk. Dan kerugian bagi orang yang mencari ilmu hanya karena
mencari kedudukan di masyarakat.
Tujuan pendidikan menurut al-Zarnuji
sebenarnya tidak hanya untuk akhirat (ideal), tetapi juga tujuan keduniaan
(praktis), asalkan tujuan keduniaan ini sebagai instrumen pendukung
tujuan-tujuan keagamaan. Seperti pendapat al-Zarnuji berikut ini
اللهم
الا اذا طلب الجاه للأمر بالمعروف والنهى عن المنكر وتنفيذ الحق واعزاز الدين لا
لنفسه وهواه فيجوز ذلك بقدر مايقيم به الأمر بالمعروف والنهى عن المنكر. وينبغى
لطالب العلم أن يتفكر في ذلك فإنه يتعلم العلم بجهد كثير فلا يصرفه الى الدنيا
الحقيرة القليلة الفانية شعر:
هي الدنيا اقل من القليل
* وعاشقها اذلّ من الذليل
تصم بسحرها قوما و تعمي * فهم
متحيرون بلا دليل.
Maksudnya: Seseorang boleh
memperoleh ilmu dengan tujuan untuk memperoleh kedudukan, kalau kedudukan
tersebut digunakan untuk amar makruf nahi munkar, untuk melaksanakan kebenaran
dan untuk menegakkan agama Allah. Bukan mencari keuntungan untuk dirinya
sendiri, dan tidak pula karena memperturutkan nafsu. Seharusnyalah bagi
pembelajar untuk merenungkannya, supaya ilmu yang dia cari dengan susah payah
tidak menjadi sia-sia. Oleh karena itu, bagi pembelajar janganlah mencari ilmu
untuk memperoleh keuntungan dunia yang hina, sedikit dan tidak kekal.
Seperti kata sebuah syair: Dunia ini lebih sedikit dari yang sedikit,
orang yang terpesona padanya adalah orang yang paling hina. Dunia dan isinya
adalah sihir yang dapat menipu orang tuli dan buta. Mereka adalah orang-orang
bingung yang tak tentu arah, karena jauh dari petunjuk
Menurut al-Syaibani bahwa ada tiga
bidang perubahan yang diinginkan dari tujuan pendidikan yaitu tujuan-tujuan
yang bersifat individual; tujuan-tujuan sosial dan tujuan-tujuan professional.
Kalau dilihat dari tujuan-tujuan pembelajar dalam konsep al-Zarnuji, maka
menghilangkan kebodohan dari diri pembelajar, mencerdaskan akal, mensyukuri
atas nikmat akal dan kesehatan badan, merupakan tujuan-tujuan yang bersifat
individual. Karena dengan tiga hal tersebut akan dapat mempengaruhi perubahan
tingkah laku, aktivitas dan akan dapat menikmati kehidupan dunia dan menuju
akhirat. Tujuan pembelajar mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan
dari anggota masyarakat (mencerdaskan masyarakat), menghidupkan nilai-nilai
agama, dan melestarikan Agama Islam adalah merupakan tujuan-tujuan sosial.
Karena dengan tiga tujuan tersebut berkaitan dengan kehidupan masyarakat
sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat pada umumnya. Dari
tujuan-tujuan sosial ini, al-Zarnuji melihat bahwa kesalehan dan kecerdasan itu
tidak hanya saleh dan cerdas untuk diri sendiri, tetapi juga harus mampu
mentransformasikannya ke dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan tujuan
professional, berhubungan dengan tujuan seseorang mencapai ilmu itu ialah
menguasai ilmu yang berimplikasi pada pencapaian kedudukan. Namun kedudukan
yang telah dicapai itu adalah dengan tujuan-tujuan kemaslahatan umat secara
keseluruhan. Memperoleh kedudukan di masyarakat tidak lain haruslah dengan
ilmu, dan menguasainya. Baik tujuan individual, sosial dan professional
haruslah atas dasar memperoleh keridaan Allah dan kebahagiaan akhirat. Untuk
itulah nampaknya al-Zarnuji menempatkan mencari rida Allah dan kebahagiaan
akhirat menjadi awal dari segala tujuan (nilai sentral) bagi
pembelajar. Jika tujuan memperoleh ilmu dibagi kepada empat yakni (1) ilmu
untuk ilmu (kegemaran dan hobi), (2) sebagai penghubung memperoleh kesenangan
materi, (3) sebagai penghubung memajukan kebudayaan dan peradaban mausia, (4)
mencari rida Allah dan kebagiaan akhirat, maka yang terakhir ini sebagai tujuan
sentral, sedangkan tujuan lainnya sebagai tujuan instrumental. Lebih jelasnya
dapat diliat dalam gambar berikut:
Dari gambar diatas jelas terlihat
bahwa tujuan pendidikan/memperoleh ilmu sebagai penghubung mencari rida Allah
dan kebahagiaan akhirat sebagai nilai sentral yang akan menyinari dan
membingkai tiga tujuan di bawahnya. Artinya seseorang boleh saja memperoleh
ilmu untuk kegemaran, peroleh materi atau kemajuan kebudayaan dan peradaban
asalkan saja dibingkai dan disinari oleh nilai-nilai keagamaan. Ini dapat
dimengerti karena tujuan dalam pendidikan sangat penting artinya. Karena
tujuan haruslah diletakkan sebagai pusat perhatian, dan demi merealisasikannya,
pembelajar menata tingkah lakunya. Tujuan juga berfungsi sebagai pengakhir
segala kegiatan, mengarahkan segala aktivitas, merupakan titik pangkal untuk
mencapai tujuan-tujuan lanjutan dari pertama, tolok ukur keberhasilan suatu
proses belajar mengajar, dan memberi nilai (sifat) pada semua kegiatan
tersebut. Tujuan seperti ini diistilahkan oleh Ali Abdul Azim sebagai tujuan
yang paling agung. Seperti dia katakan berikut ini:
وكان الهداف الأكثر للمعرفة في
الإسلام هو الإتصال بالله سبحانه وتعالى هو المثل الأعلى للحق والخير والجمال.
Maksudnya: Tujuan memperoleh ilmu
pengetahuan yang paling penting dan agung dalam Islam, ialah pembelajar dapat
berhubungan dengan Allah SWT. Tujuan ini merupakan hal yang paling utama untuk
menuju kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Dari gambaran di atas dapat dilihat
bahwa tujuan-tujuan tersebut baik yang bersifat ideal maupun yang bersifat
praktis, mencakup kepada nilai-nilai ideal Islami, yaitu pertama, dimensi
yang mengandung nilai untuk meningkatkan kesejahteraan di dunia. Nilai ini
mendorong seseorang untuk bekerja keras dan professional agar keuntungan dan
kenikmatan dunia dapat diperoleh sebesar-besarnya. Kedua, dimensi yang
mengandung nilal-nilai ruhani dan keakhiratan. Dimensi ini menuntut pembelajar
untuk tidak terbelenggu oleh mata rantai kehidupan yang materealistis di dunia,
tetapi ada tujaun-tujuan yang lebih jauh dan mulia yaitu kehidupan sesudah
mati. Penghayatan terhadap nilai ini, menjadikan pembelajar terkontrol
dari syahwat kenikmatan dunia/materi. Ketiga, dimensi yang mengandung nilai
yang dapat mengintegrasikan antara kehidupan dunia (praktis) dan ukhrawi
(ideal). Menurut Arifin, keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan
ini menjadi daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negative dari berbagai
gejolak kehidupan yang menggoda ketenangan hidup manusia, baik yang bersifat
spritual, sosial, kultural, ekonomis, maupun ideologis dalam hidup pribadi
manusia.
Tujuan pembelajar memperoleh ilmu
yang dikemukakan oleh al-Zarnuji jika dilihat dari aliran pendidikan Islam yang
dikemukakan oleh Ridha, maka al-Zarnuji termasuk dalam aliran Konservatif
Religius. Ridha mengatakan, disamping lahirnya teori pendidikan berdasar
pada hakikat fitrah dalam Alquran, juga orientasi keagamaan dan filsafat
negara dalam menafsirkan realitas dunia, fenomena dan eksistensi manusia
melahirkan pemikiran pendidikan Islam terutama menentukan (1) tujuan, (2) ruang
lingkup dan (3) pembagian ilmu. Maka berdasar tiga ini, Ridha
membagi aliran utama pemikiran pendidikan Islam menjadi tiga; al-muha>fiz
(religius konservatif); al-diniy al-‘aqlaniy (religius rasional) dan al-z\arai’iy
(pragmatis instrumental).[21] Aliran konservatif religius,
menafsirkan realitas jagad raya berpangkal dari ajaran agama sehingga semua
yang menyangkut tujuan belajar, pembagian ilmu, etika guru dan murid dan
komponen pendidikan lainnya harus berpangkal dari ajaran agama. Tujuan
keagamaan adalah sebagai tujuan belajar. Aliran religius rasional, tidak jauh
berbeda dengan aliran pertama dalam hal kaitan antara pendidikan dan tujuan
belajar adalah tujuan agama. Bedanya, ketika aliran ini membicarakan persoalan
pendidikan cenderung lebih rasional dan filosufis. Mereka membangun
prinsip-prinsip dasar pemikiran pendidikan dari pemikiran tentang manusia,
pengetahuan dan pendidikan. Aliran pragmatis instrumental, memandang tujuan
pendidikan lebih banyak sisi pragmatis dan lebih berorientasi pada tataran
aplikatif praktis. Ilmu diklasifikasikan berdasar tujuan kegunaan dan fungsinya
dalam hidup.
Menempatkan al-Zarnuji dalam aliran
religius konservatif, karena ia menafsirkan realitas jagad raya berpangkal dari
ajaran agama sehingga semua yang menyangkut tujuan belajar harus berpangkal
dari ajaran agama. Tujuan keagamaan adalah sebagai tujuan belajar. Bingkai
agama harus menyinari seluruh aktivitas pembelajar dalam memperoleh ilmu.
Sehingga boleh saja pembelajar bertujuan mencari kedudukan dalam
memperoleh ilmu, tetapi kedudukan itu harus difungsikan untuk tujuan-tujuan
keagamaan yakni amar makruf nahi munkar, menegakkan kebenaran, dan untuk
menegakkan agama Allah. Implikasi dari pemikiran ini sangat jauh. Pembelajar
yang semata-mata mencari rida Allah dalam menuntut ilmu baik dikontrol oleh
aturan-aturan yang dibuat manusia ataupun tidak, dia tetap dalam bingkai
kebenaran. Berbeda dengan pembelajar yang menuntut ilmu karena mencari materi,
sewaktu materi tidak di dapat atau berkurang maka dia akan patah semangat dan
pasimis serta tidak menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.
Sebagai implikasi dari pandangan
al-Zarnuji mengenai tujuan pendidikan/memperoleh ilmu tentu terdapat dampak
positif edukatif sebagai kelebihan darinya dan juga terdapat dampak negatif
edukatif sebagai kekurangannya. Dampak edukatif positifnya ialah rasa tanggung
jawab yang sangat kuat telah menghujam pada pemikiran pendidikannya, dan
mengukuhkan rasa tanggung jawab moral itu.Penghargaannya terhadap persoalan
pendidikan Islam sangat tinggi, bahkan menilainya sebagai wujud tanggang jawab
keagamaan yang sangat luhur. Tugas mengajar dan belajar tidak sekedar sebagai
tugas-tugas profesi kerja dan tugas-tugas kemanusiaan tetapi lebih jauh dari
itu yakni sebagai tuntutan kewajiban agama. Tanggung jawab keagamaan sebagai
titik sentral dalam pendidikan Islam, di samping tanggung jawab
kemanusiaan baik dalam konstruksi tataran konsep maupun tataran aplikasi
pendidikan. Tuntutan insaniyah (kemanusian) tidak sejalan dengan
tuntutan ilahiyah (keagamaan), maka yang harus didahulukan dan
dimenangkan ialah tuntutan keagamaan. Dampak negatif edukatifnya menjadikan term
al-ilm (ilmu) yang dalam Alquran dan Hadis bersifat mutlak tanpa batas
menjadi bersifat terbatas hanya pada ilmu-ilmu keagamaan, dan kecenderungan
pencapaian spritual yang lebih menonjol, mendorong pemikiran pendidikan
Islam ke arah pengabaian urusan dunia dengan segala kemanfaatan dan amal usaha
yang sebenarnya boleh dinikmati dan bisa dikerjakan. Oleh karena pemikiran pendidikannya
terpusat pada bingkai agama, maka pengaturan kehidupan dunia akan diambil oleh
orang-orang non Muslim. Hal ini pula menunjukkan sekaligus ketidak berdayaan
umat Muslim untuk melaksanakan amar makruf dan nahi munkar dalam reformasi dan
transformasi solial yang bermoral.
Drs. Abidin ibnu Rusyn, Pemikiran Al-Ghozali
Tentang Pendidikan, pustaka pelajar, celaban timur, UH III/548, Yogyakarta.54
http://alhafizh84.wordpress.com/2012/03/05/konsep-pendidikan-islam-menurut-al-ghazali
http://setphenetomi.blogspot.com/2012/02/pandangan-imam-al-ghazali-dalam-konsep.html
Marwazi, Konsep Pendidikan dalam Kitab Ta‘lim al-Muta‘allim Karya
al-Zarnuji dan Aplikasinya di Pondok Pesantren al-Falah Ploso Mojo Kediri,
Disertasi, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1998), hlm. 29
Ali Musthafa
Yaqub, “Etika Belajar Menurut Az-Zarnuji,” Pesantern, No.3 Vol.III, No.
3 (Februari, 1986), p. 79
Huda, M., & Kartanegara, M. (2015). Islamic Spiritual Character Values of al-Zarnūjī’s Taʻlīm al-Mutaʻallim. Mediterranean Journal of Social Sciences, 6(4), 229.
BalasHapus