This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

TRANSLATE THIS BLOG

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sabtu, 22 Desember 2012

ALAT ALAT DAN KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM


ALAT ALAT DAN KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM
A. ALAT-ALAT
Alat pendidikan adalah suatu tindakan / perbuatan / situasi / benda yang sengaja diadakan untuk mempermudah pencapaian pendidikan. Alat pendidikan dapat juga di sebut sebagai sarana / prasarana pendidikan. Sarana pendidikan terbagi kepada dua bagian yaitu : Pertama, Sarana fisik pendidikan; Kedua, Sarana non fisik pendidikan.
1.      Sarana Fisik Pendidikan.
a)      Lembaga Pendidikan
Lembaga atau badan pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia, yang memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Lembaga pendidikan ini dapat berbentuk formal, informal, dan non formal.
Secara formal pendidikan di berikan di sekolah yang terkait aturan – aturan tertentu, sedangkan non formal di berikan berupa kursus-kursus yang aturannya tidak terlalu ketat, dan yang secara informal pendidikan di berikan di lingkungan keluarga.
b)      Media Pendidikan.
Media disini berarti alat-alat / benda-benda yang dapat membantu kelancaran proses pendidikan, Seperti: OHP, Komputer, dan sebagainya.
2.      Sarana Non Fisik Pendidikan
Yaitu alat pendidikan yang tidak berupa bangunan tapi berupa materi atau pokok-pokok pikiran yang membantu kelancaran proses pendidikan. Sarana pendidikan non fisik ini terdiri dari :
a). Kurikulum
Kurikulum merupakan bahan-bahan pelajaran yang harus di sajikan dalam proses pendidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. Dalam IPI kurikulum merupakan komponen yang amat penting karena juga sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan itu. Selain itu kurikulum yang diberikan di upayakan agar anak didik dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.
b). Metode
Metode dapat di artikan sebagai cara mengajar untuk pencapaian tujuan. Penggunaan metode dapat memperlancar proses pendidikan sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien.Metode-metode tersebut, seperti: Metode Ceramah, Metode Tanya jawab, Metode Hafalan, Cerita, Diskusi, dan lain-lain.
c)      Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu cara memberikan penialaian terhadap hasil belajar murid. Evaluasi dapat berbentuk tes dan non tes.
Evaluasi tes dapat berupa: essay, tes objektif, dan sebagainya. Sedangkan evaluasi non tes dapat berupa: penilaian terhadap kehadiran, pengendalian diri, nalar, dan pengalaman.
d)     Manajemen
Pengelolaan yang baik dan terarah sangat diperlukan dalam mengelola lembaga pendidikan agar tujuan yang di harapkan dapat tercapai. Pengembangan sistem pendidikan islam membutuhkan manajemen yang baik. Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penempatan pegawai, dan pengawasan yang baik akan memperkuat pendidikan Islam sehingga out put yang di hasilkan akan berkualitas dan dapat menjawab tantangan zaman.
e)       Mutu Pelajaran
Peningkatan mutu pelajaran tidak terlepas dari peningkatan kualitas tenaga pengajar. Kualitas tenaga pengajar ini dapat di usahakan melalui bimbingan, penataran, pelatihan, dan lain-lain.
f)       Keuangan

B. Lembaga Pendidikan Islam
Kata “lembaga” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan usaha. Selanjutnya menurut Dra. Enung Rukiati dan Dra. Fenti Hikmawati dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, mengungkapkan bahwa lembaga adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan. Sedangkan pendidikan Islam menurut pendapat Omar Muhammad al-Taumy yang dikutip dalam buku Kapita Selekta Pendidikan Islam, karangan Drs. Akmal Hawi. Mag menyatakan pendidikan Islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan alam sekitarnya melalui interaksi yang dilakukan oleh individu tersebut. Lalu Drs Akmal Hawi secara khusus berpendapat mengenai hal ini di dalam bukunya Dasar-dasar Pendidikan Islam menyatakan bahwa Pendidikan Islam ialah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk membuat anak menjadi pengabdi Allah. Senada dengan pendapat para ahli di atas, H.M. Arifin menegaskan bahwa pendidikan Islam berarti sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrowi.
Dari keterangan para ahli tersebut, dapat kami simpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam ialah suatu wadah atau badan yang berusaha membentuk anak menjadi pengabdi Allah dan memberikan kemampuan kepadanya untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam.
Secara Umum lembaga pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara menganggap ketiga lembaga pendidikan tersebut sebagai Tri Pusat Pendidikan. Maksudnya, tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya.
       I.            Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga atau yang dikenal dalam dunia akademisi ialah pendidikan informal merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi kehidupan anak di dalam mendapatkan didikan dan bimbingan. Drs. Akmal Hawi berpendapat bahwa keluarga merupakan tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya. Lalu Hasbullah mengutip pendapat Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya Dasar-dasar Pendidikan mengenai tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarganya yang lain. Dalam hal ini sepertinya para ahli berpendapat bahwa pendidikan informal/keluarga merupakan peletak dasar awal pendidikan yang secara tidak langsung dirasakan si anak.
    II.            Pendidikan Sekolah
Pendidikan sekolah merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Di samping itu, merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
Menurut Hasbullah, yang dimaksud pendidikan sekolah ini ialah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari Taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi). Menurut Drs Akmal hawi, sebagai pendidikan Islam formal memiliki tanggung jawab untuk membimbing, mengembangkan dan bertingkah laku sesuai dengan tuntunan Ilahi, yang pada akhirnya akan menemukan makna hidup sesungguhnya.
 III.            Pendidikan Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas. Hasbullah menjelaskan bahwa Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, yang meliputi dari segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Banyak Rupa dari pendidikan masyarakat, antara lain Drs. Akmal Hawi memberikan contoh, seperti pengajian-pengajian berupa membaca tulis al-Qur’an dan ceramah agama serta majelis-majelis taklim.


KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

kepemimpinan


KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

A.    PEMBERDAYAAN KEPEMIMPINAN

Guna menyikapi tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat ketat dan tajam, di beberapa negara telah berupaya untuk melakukan revitalisasi pendidikan. Revitalisasi ini termasuk pula dalam hal perubahan paradigma kepemimpinan pendidikan, terutama dalam hal pola hubungan atasan-bawahan, yang semula bersifat hierarkis-komando menuju ke arah kemitraan bersama. Pada hubungan atasan-bawahan yang bersifat hierarkis-komando, seringkali menempatkan bawahan sebagai objek tanpa daya. Pemaksaan kehendak dan pragmatis merupakan sikap dan perilaku yang kerap kali mewarnai kepemimpinan komando-birokratik-hierarkis, yang pada akhirnya hal ini berakibat fatal terhadap terbelenggunya sikap inovatif dan kreatif dari setiap bawahan. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, mereka cenderung bersikap a priori dan bertindak hanya atas dasar perintah sang pemimpin semata. Dengan kondisi demikian, pada akhirnya akan sulit dicapai kinerja yang unggul.

Menyadari semua itu, maka perubahan kebijakan kepemimpinan pendidikan yang dapat memberdayakan pihak bawahan menjadi amat penting untuk dilakukan. Dalam hal ini, Larry Lashway (ERIC Digest, No. 96) mengetengahkan tentang Facilitative Leadership. yang pada intinya merupakan kepemimpinan yang menitikberatkan pada collaboration dan empowerment. Sementara itu, David Conley and Paul Goldman (1994) mendefinisikan facilitative leadership sebagai : “the behaviors that enhance the collective ability of a school to adapt, solve problems, and improve performance.” Kata kuncinya terletak pada collective. Artinya, keberhasilan pendidikan bukanlah merupakan hasil dan ditentukan oleh karya perseorangan, namun justru merupakan karya dari team work yang cerdas.

Dengan model kepemimpinan demikian, diharapkan dapat mendorong seluruh bawahan dan seluruh anggota organisasi dapat memberdayakan dirinya, dan membentuk rasa tanggung atas tugas-tugas yang diembannya. Kepatuhan tidak lagi didasarkan pada kontrol eksternal organisasi, namun justru berkembang dari hati sanubari yang disertai dengan pertimbangan rasionalnya.

Kepemimpinan fasilitatif merupakan alternatif model kepemimpinan yang dibutuhkan guna menghadapi tantangan masa depan abad ke-21, yang pada intinya model ini merujuk kepada upaya pemberdayaan setiap komponen manusia yang terlibat dan bertanggung jawab dalam pendidikan.

Pemberdayaan pada dasarnya merupakan proses pemerdekaan diri, dimana setiap individu dipandang sebagai sosok manusia yang memiliki kekuatan cipta, rasa dan karsa dan jika ketiga aspek kekuatan diri manusia ini mempunyai tempat untuk berkembang secara semestinya dalam suatu organisasi, maka hal ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa bagi kemajuan organisasi. Oleh karena itu, partisipasi dan keterlibatan individu dalam setiap pengambilan keputusan memiliki arti penting bagi pertumbuhan organisasi. Dengan keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan, pada gilirannya akan terbentuk rasa tanggung jawab bersama dalam mengimplementasikan setiap keputusan yang diambil.

Paul M. Terry mengemukakan bahwa untuk dapat memberdayakan setiap individu dalam tingkat persekolahan, seorang pemimpin (baca: kepala sekolah) seyogyanya dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pemberdayaan (create an environment conducive to empowerment), memperlihatkan idealisme pemberdayaan (demonstrates empowerment ideals), penghargaan terhadap segala usaha pemberdayaan (encourages all endeavors toward empowerment) dan penghargaan terhadap segala keberhasilan pemberdayaan (applauds all empowerment successes).

Pendapat di atas mengindikasikan bahwa upaya pemberdayaan bukanlah hal yang sederhana, melainkan di dalamnya membutuhkan kerja keras dan kesungguhan dari pemimpin agar anggotanya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang berdaya.
Jika saja seorang pemimpin sudah mampu memberdayakan seluruh anggotanya maka di sana akan tumbuh dinamika organisasi yang diwarnai dengan pemikiran kreatif dan inovatif dari setiap anggotanya. Mereka dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan dirinya secara leluasa tanpa hambatan sosio-psikologis yang membelenggunya. Semua akan bekerja dengan disertai rasa tanggung jawab profesionalnya.

B.     PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

1.      Kepemimpinan

Menurut wirawan (2002:18) kepemimpinan sebagai proses menciptakan visi, mempengaruhi sikap, prilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan sebaginya.

mc. farland, kepemimpinan sebagai suatu proses dimana pimpinan digambarkan akan memberikan perintah/pengarahan, bimbingan/ mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Koontz (1986:506) kepemimpinan adalah pengaruh, kiat(seni), proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka mau berusaha secara sepenuh hati dan antusias untuk mencapai tujuan

Definisi kepemimpinan prilaku mengarahkan aktivitas. Aktivitas hubungan kekuasaan dengan anggota. Proses komunikasi dalam mengarahkan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Interaksi antara personel untuk mencapai hasil yang ditentukan.

2.      Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan (dalam hal ini KS) merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Bahkan secara sederhana dpt disebut sebagai layanan bantuan yang diberikan kepala sekolah terhadap penetapan dan pencapaian tujuan.

Pemberian layanan atau bimbingan terhadap staf dalam rangka penetapan dan pencapaian tujuan.

C.     KEPEMIMPINAN KEPENDIDIKAN

1.      Proses kepemimpinan dapat berjalan jika memenuhi unsur-unsur sbb.:

a.     Ada yang memimpin

b.    Ada yang dipimpin

c.     Ada kegiatan pencapaian tujuan

d.    Ada tujuan / target sasaran

2.      Syarat dan Prinsip Proses Kepemimpinan Pendidikan

Bahwa seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yanng terpuji antara lain:

a.     periang, ramah, bersemangat, pemberani, murah hati, spontan, percaya diri, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.

b.    Paham dan menguasai tujuan yang hendak dicapai (termuat dalam RKS) dan mampu mengkomunikasikan kepada bawahan dan stakeholder.

c.    Berwawasan lebih luas dibidang tugasnya dan bidang-bidang lain yang relevan.

Berpegang pada prinsip-prinsip umum kependidikan yang meliputi:

a.    Konstruktif

b.    Kreatif

c.    Partisipatif

d.   Kooperatif

e.    Pendelegasian yang baik/proporsional

f.     Memahami dan menerapkan prinsip kepemimpinan Pancasila yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara.

3.      Aspek personalitas dalam kepemimpinan pendidikan

a.    Memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada orang-orang yang dipimpinnya dalam bidang pendidikan (Elsbree, 1967)

b.    Memiliki keinginan yang terus-menerus untuk belajar menyesuaikan kemampuan dengan perkembangan dan tujuan organisasi yang dipimpinnya.

-            Kemampuan Personality Kepemimpinan Pendidikan

Beberapa sifat yang dapat mendukung keberhasilan KS dalam menggalang hubungan dengan orang-orang yang dipimpinnya:

a.    Bersahabat

b.    Responsif

c.    Periang

d.   Antusias

e.    Berani/bebas dari rasa takut dan bimbang

f.     Murah hati

g.    Percaya diri

h.    Spontan

i.      menerima

4.      Sifat Kepribadian Pemimpin yang Efektif

a.    Memiliki visi kedepan yang jelas

b.    Konseptualis

c.    Memanfaatkan pengalaman yang lalu

d.   Kesadaran akan segala kemungkinan yang akan terjadi (antisipatif)

e.    Mengutamakan kebenaran informasi

f.     Arsitek sosial

g.    Mengenal dengan baik dirinya sendiri

5.      Sejumlah sifat lain yang harus dimiliki seorang pemimpin pendidikan

a.    Berpengalaman luas

b.    Paham terhadap tujuan organisasi

c.    Berstamina, memiliki antusiasme tinggi

d.   Bersikap adil

e.    Jujur/terbuka

f.     bijaksana

g.    Mengayomi

h.    Mawas diri

i.      Bersikap wajar

j.      Berjiwa besar

k.    Rasional

l.      Pragmatis

m.  Objektif

6.      Sifat Kepemimpinan “HASTA BRATA”

a.    Watak matahari : pemberi semangat

b.    Watak bulan : pemberi terang di kegelapan

c.    Watak bintang : menjadi pedoman arah dan keteladanan

d.   Watak angin : pemberi suasana kesejukan

e.    Watak mendung : berwibawa dan manfaat

f.     Watak api : pemberi semangat keadilan

g.    Watak samudera : berpandangan luas dan cinta

h.    Watak bumi : memberikan kesentosaan, prosperity

7.      Tipe-tipe dasar kepemimpinan

a.    Kepemimpinan otoriter : sangat mengandalkan kedudukannya / kekuasaannya sebagai pemimpin

b.    Kepemimpinan laizes-faire : pemimpin yang keberadaannya haya sebagai lambang

c.    Kepemimpinan demokratis : mengutamakan kerjasama antara atasan dan bawahan

d.   Kepemimpinan pseudo-demokratis : nampak seperti demokratis tetapi semu karena tetap otoriter dan demi kepentingan kelompok tertentu saja.

8.      Hakekat Kepemimpinan Pendidikan

a.    Kepemimpinan pendidikan pada hakekatnya merupakan produk situasional. Kepemimpinan praktik kepemimpinan di sekolah banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor situasi

b.    Kepemimpinan yang berhasil adala kepemimpinan yang dapat memnuhi kebutuhan situasi dan dapat memilih / menerapkan teknik atau gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan situasi tersebut

-       Berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan antara lain:

a.       Karakteristik orang yang dipimpin

b.      Pekerjaan lingkungan sekolah

c.       Kultur atau budaya setempat

d.      Kepribadian kelompok

e.       Waktu yang dimiliki oleh sekolah

9.      Tingkat perkembangan guru yang mempengaruhi keberhasilan keepemimpinan di sekolah

a.    P4 = tingkat perkembangan guru tinggi. Mereka memiliki kemampuan dan kemauan melaksanakn tugasnya

b.    P3 = tingkat perkembangan guru pada taraf sedang ke tinggi. Ditandai dengan adanya kemampuan tetapi tidak mau atau kurang yakin dengan apa yang dikerjakannya.

c.    P2 = tingkat perkembangan pada taraf rendah ke-sedang. Ditandai dengan tidak adanya kemampuan tetapi ada kemauan untuk bekerja

d.   P1 = tingkat perkembangan rendah. Tidak adanya kemampuan dan tidak ada kemauan untuk melaksanakan tugas dan selalu merasa kurang yakin dengan apa yang dikerjakannya

10.  Gaya-gaya Kepemimpinan

a.    Gaya 1 = instruktif (untuk P1)

Perilaku pemimpin ada pada kadar direktif yang tinggi tetapi suporting yang rendah. Ia lebih banyak memberikan arahan dan pengawasan yang ketat kepada bawahan.

b.    Gaya 2 = Kaonsultasi (untuk P2)

Pemimpin memberikan arahan tinggi 9intensif0 dan memberi suporting yang tinggi pula untuk mendukung kemauan yang dimiliki orang-orang yang dipimpinnya.

c.    Gaya 3 = Partisipasi (untuk P3)

Pemimpin berusaha mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki secara optimal. Seiring dengan meningkatnya kemampuan orang yang dipimpin, pemimpin lebih banyak bertukar pikiran/pandangan dan memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan.

d.   Gaya 4 = Delegasi (untuk P4)

Pemimpin sudah lebih banyak memberikan pendelegasian wewenang. Arahan dan dukungan hanya diberikan pada hal-hal tertentu saja jika dianggap perlu saja.





BAB III

KESIMPULAN

Dalam sebuah kepemimpinan pendidikan terdapat beberapa unsur yang menjadikan suatu proses belajar mengajar lebih baik dan bermakna. Kepemimpinan pendidikan adalah Kepemimpinan (dalam hal ini KS) merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Bahkan secara sederhana dpt disebut sebagai layanan bantuan yang diberikan kepala sekolah terhadap penetapan dan pencapaian tujuan. Sebuah pendidikan akan lebih maju jika pemimpin dari sebuah lembaga mampu mengemban amanat dengan baik.

























DAFTAR PUSTAKA



Hendardjo, P. 2001. Instant leadership, 66 cara instan memiliki kepemimpinan praktis. Jakarta: Erlangga.

Karjadi. 1989. Kepemimpinan (leadership). Bogor: Politeia

http : // massafo.wordpress.com/2009/02/22/teori-teori dalam kepemimpinan.


TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA


tarekat
TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA
  1. PENGERTIAN TAREKAT
Asal kata “tarekat” dalam bahasa arab yaitu “thariqah” yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.
Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT.
TARIQAT atau Tariqah merupakan intipati pelajaran Ilmu Tasawuf yang mana dengannya seseorang itu dapat menyucikan dirinya dari segala sifat-sifat yang keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat Akhlaq yang terpuji. Ia juga merupakan Batin bagi Syari’at yang mana dengannya seseorang itu dapat memahami hakikat amalan-amalan Salih di dalam Agama Islam.
Ilmu Tariqat juga merupakan suatu jalan yang khusus untuk menuju Ma’rifat dan Haqiqat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia termasuk dalam Ilmu Mukasyafah dan merupakan Ilmu Batin, Ilmu Keruhanian dan Ilmu Mengenal Diri. Ilmu Keruhanian ini adalah bersumber dari Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang diwahyukan kepada Hadhrat Jibrail ‘Alaihissalam dan diwahyukan kepada sekelian Nabi dan Rasul khususnya Para Ulul ‘Azmi dan yang paling khusus dan sempurna adalah kepada Hadhrat Baginda Nabi Besar, Penghulu Sekelian Makhluk, Pemimpin dan Penutup Sekelian Nabi dan Rasul, Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wa Ashabihi Wasallam.
Kemudian ilmu ini dikurniakan secara khusus oleh Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada dua orang Sahabatnya yang unggul iaitu Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma. Melalui mereka berdualah berkembangnya sekelian Silsilah Tariqat yang muktabar di atas muka bumi sehingga ke hari ini.
Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam juga mengurniakan Ilmu Keruhanian yang khas kepada Hadhrat Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘Anhu.
Di zaman Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, seorang Tabi’in yang bernama Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu juga telah menerima limpahan Ilmu Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam meskipun dia berada dalam jarak yang jauh dan tidak pernah sampai ke Makkah dan Madinah bertemu Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sedangkan beliau hidup pada suatu zaman yang sama dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Pada tahun 657 Masihi Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu Wa Rahmatullah ‘Alaih telah membangunkan suatu jalan Tariqat yang mencapai ketinggian yang terkenal dengan Nisbat Uwaisiyah yang mana seseorang itu boleh menerima limpahan Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sekelian Para Masyaikh Akabirin meskipun pada jarak dan masa yang jauh.
Di dalam kitab ‘Awariful Ma’arif ada dinyatakan bahawa di zaman Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma telah menghidupkan perhimpunan jemaah-jemaah dimana upacara Bai’ah dilakukan dan majlis-majlis zikir pun turut diadakan.
Tariqat menurut pengertian bahasa bererti jalan, aliran, cara, garis, kedudukan tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan agama. Berasaskan tiga huruf iaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Ada Masyaikh yang menyatakan bahawa huruf Ta bererti Taubat, Ra bererti Redha dan Qaf bererti Qana’ah. Lafaz jamak bagi Tariqat ialah Taraiq atau Turuq yang bererti tenunan dari bulu yang berukuran 4 hingga 8 hasta dan dipertautkan sehelai demi sehelai. Tariqat juga bererti garisan pada sesuatu seperti garis-garis yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Tariqat ialah tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian.
Menurut Harun Nasution menyatakan tarekat berasal dari kata “ Thariqoh” yaitu  jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam tujuannya untuk berada didekat tuhan dengan menyucikan diri, pada kelanjutannya membentuk sebuah organisasi. dan setiap tarekat mempunyai syekh, upacara ritual dan bentuk dzkir tersendiri.
Menurut L. massignon, bahwa tarekat mempunyai dua pengertian. Pertama, pendidikan kerohanian yang dilakukan oleh orang-orang yang telah menempuh kehidupan tasawuf,  untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian, yang disebut maqamat dan ahwal. Pengertian ini menonjol ketika abad 9 dan 10 Masehi. Kedua,  tarekat adalah sebuah perkumpulan yang didirikan menurut peraturan sang syekh yang menganut paham aliran tertentu, di perkumpulan itulah sang Syekh mengamalkan aliran yang dianutnya bersama-sama murid-muridnya. Pengertian ini menonjol ketika abad 12  Masehi
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tarekat mempunyai dua pengertian.  Pertama, tarekat berarti metode dan jalan pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam rangka memdekatkan terhadap Tuhan. Kedua,  perkumpulan persaudaraan para sufi yang membentuk organisasi yang ditandai dengan lembaga tertentu seperti zawiyah, ribath dan Khanaqah.
Sebuah tarekat biasanya terdiri dari penyucian batin, kekeluargaan tarekat, upacara keagamaan, dan kesadaran sosial. Penyucian batin melalui latihan rohani dengan hidup zuhud, menghilangkan sifat-sifat jelek, mengisi sifat terpuji, taat atas perintah agama, menjauhi larangan, taubat atas segala dosa dan muhasabah introspeksi terhadap semua amal pribadi. Kekeluargaan tarekat biasanya terdiri dari syaih tarekat, syaikh mursyid (khalifahnya), mursyid sebagai guru tarekat, murid dan pengikut tarekat, serta ribath (zawiyah) tempat latihan, kitab-kitab, system dan metode zikir. Upacra keagamaan bisa berupa baiat, ijarah atau khirqah, silsilah, latihan-latihan, amalan-amalan tarekat, talqin, wasiat yang diberikan dan dialihkan seorang syaikh tarekat kepada murid-muridnya (Abu Bakar dalam Sri Mulyati,2004: 9).
  1. HUBUNGAN TAREKAT DENGAN TASAWUF
Didalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak saja ditujukan kepada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada didalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya, yang semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbimngan seoang guru atau syekh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang terlah berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.
  1. SEJARAH MUNCULNYA TAREKAT
Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Semakin luas pengaruh tasawuf, semakin banyak pula orang berhasrat mempelajarinya.
Seorang guru tasawuf biasanya memformulasikan suatu sistem pengajaran tasawuf berdasarkan pengalamannya sendiri. Sistem pengajaran itulah yang kemidian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang membedakannya dari tarekat yang lain. Tarekat adalah organisai dari pengikut sufi-sufi besar. Mereka mendirikan organisasi-organisasi untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka timbullah tarekat. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebbut ribat (disebut juga zawiyah, hangkah atau pekir).
Teori lain sejarah kemunculan tarekat dikemukakan oleh Jhon O. Voll. Ia mejelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal sejarah islam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spiritual personal mereka dengan melibatkan praktik-praktik ibadah, pembacaan kitab suci, dan kepustkaan tentang keshalehan. Para sufi ini kadang-kadang terlibat konflik dengan otoritas-otoritas dalam komunitas islam dan memberikan alternatif terhadap orientasi yang lebih bersifat legalistik, yang disampaikan oleh kebanyakan ulama. Namun, para sufi secara bertahap menjadi figur-figur penting dalam kehidupan keagamaan dikalangan penduduk awam dan mulai mengumpulkan kelompok-kelompok pengikut diidentifikasi dan diikat bersama oleh jalan taswuf khusus (tarekat) sang guru. Mejelang abad ke-12 M (ke-5 H), jalan-jalan ini mulai menyediakan basis bagi kepengikutan yang lebih permanen, dan tarekat-tarekat sufi pun muncul sebagai organisasi sosial utama dalam komunitas islam.
Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan (Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada priode ini mulai timbul beberapa, diantaranya tarekat Yasafiah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasafi (w. 562 H/1169 M), tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd al-Khaliq al-Ghzudawani (w. 617 H/1220 M), tarekat Naksabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin an-Naksabandi al-Awisi al-Bukhari (w. 1389 M) di Turkistan, tarekat Khalwatiyah yang didirikan oleh Umar al-Khalwati (w. 1397 M). Karena banyaknya cabang-cabang tarekat yang timbul dari tiap-tiap tarekat induk, sangat sulit untuk menelusuri sejarah perkembangan tarekat itu se cara sistematis dan konsepsional. Akan tetapi yang jelas sesuai dengan penjelasan Harun Nasution, cabang-cabang itu muncul sebagai akibat tersebarnya alumni suatu tarekat yang mendapat ijazah tarekat dari gurunya untuk membuka perguruan baru sebagai perluasan dari ilmu yang diperolehnya. Alumni tadi meninggalkan ribat gurunya dan membuka ribat baru didaerah lain. Dengan cara ini, dari satu ribat induk kemudian timbul ribat cabang tumbuh ribat ranting dan seterusnya, samapi tarekat itu berkembang keberbagai dunia islam. Namun, ribat-ribat tersebut tetap mempunyai ikatan kerohanian, ketaatan, dan amalan-amalan yang sama dengan syekhnya yang pertama.
Dalam seluruh tarekat terdapat kegiatan ritual sentral yang melibatkan pertemuan-pertemuan kelompok secara teratur untuk melakukan pembacaan do’a, syair dan ayat-ayat pilihan dari Al-Qur’an.
  1. ALIRAN-ALIRAN TAREKAT DALAM ISLAM
  1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah didirikan oleh Abd Al-Qadir Jailani [470/1077-561/1166] atau quthb al-awiya. Ciri khas dari Tarekat Qadiriyah ini adalah sifatnya yang luwes,tidak sempit sehingga tuan syekh atau Syekh Mursyid yang baru dapat menentukan langkahnya menuju kehadirat Allah SWT guna mendapat keridlaan-Nya. Keluwesan dan kemandirian inilah, yang menyebabkan tarekat ini cepat berkembang di sebagian besar dunia Islam. Terutama di Turki, Yaman, Mesir, India, Suria, Afrika dan termasuk ke Indonesia.
2. Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah didirikan oleh Abu Al-Hasan Asy-Syadzili [593/1196-656/1258]. Syadziliyah menyebar luas di sebagian besar Dunia Muslim. Ia diwakili di Afrika Utara teerutama oleh cabang-cabang Fasiyah dan Darqawiyah serta berkembang pesat di Mesir, tempat 14 cabangnya dikenal secara resmi pada tahun 1985.
  1. Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari [w. 1389M] di Turkistan. Tarekat ini mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah, kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Cirri menonjol Tarekat Naksabandiyah adalah : Pertama, mengikuti syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekati Negara pada agama.
  1. Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
Tarekat Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Al-Yasafi [w. 562H/1169M] dan disusul tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani [w. 617 H/1220 M]. kedua tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami [w. 425 H/1034 M] dan dilanjutkan oleh Abu Al-Farmadhi [w. 477 H/1084 M]. Tarekat Yasafiyah berkembang ke berbagai daerah, antara lain ke Turki.
  1. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat ini didirikan oleh Umar Al-Khalatawi [w. 1397 M] dan merupakan salah satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri, seperti Turki, Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir, tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim Gulsheini [w. 940 H/1534 M] yang kemudian terbagi kepada beberapa cabang, antara lain tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim As-Samani [1718-1775].
  1. Tarekat Syatariyah
Tarekat ini didirikan oleh Abdullah bin Syattar [w. 1485] dari India. Tarekat ini tidak mementingkan shalat lima waktu, tetapi mementingkan shalat permanen [shalat dhaim]. Adapun dasar tarekat ini adalah martabat tujuh yang sebenarnya tidak begitu erat hubungannya dengan praktik ritualnya.
  1. Tarekat Rifa’iyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’I [1106-1182]. Tarekat sufi Sunni ini memainkan peranan penting dalam pelembagaan sufisme. Dari segala praktik kaum Rifa’iyah, dzikir mereka yang khas patut dicatat.
  1. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
Tarekat ini merupakan gabungan dari dua ajaran tarekat, yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19. Tarekat ini merupakan yang paling berpengaruh dan tersebar secara melua di Jawa saat ini.
  1. Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd Al-Karim Al-Madani Asy-Syafi’I As- Samman [1130-1189/1718-1775]. Hal menarik dari tarekat ini yang menjadi ciri khasnya adalah corak wahdat al-wujud yang dianut dan syathahat yang terucap olehnya tidak bertentangan dengan syariat.
  1. Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad At-Tijani [1150-1230 H/1737-1815 M]. Bentuk amalan tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis,yaitu wirid wajibah dan wirid ikhtiyariyah.
  1. Tarekat Chistiyah
Chistiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia Selatan. Tarekat ini meyebar ke seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah India, Pakista dan Banglades. Namun, tarekat ini hanya terkenal di India. Pendiri tarekat ini di India adalah Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan, yang lebih populer dengan panggilan Mu’in Ad-Din Chisti.
  1. Tarekat Mawlawiyah
Nama Mawlawiyah berasal dari kata “mawlana” [guru kami], yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada Muhammad Jalal Ad-Din Ar-Rumi [w. 1273]. Oleh karena itu, Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi. Salah satu mursyid sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah Syekh Al-Kabir Helminski yang bermarkas di California, Amerika Serikat.
  1. Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Ni’matullahi adalah suatu mazhab sufi Persia yang segera setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8-14 mengalihkan loyalitasnya kepada Syi’I Islam. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ni’matullahi Wal. Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian dalam pondok sufi itu sendiri.
  1. Tarekat Sanusiyah
Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali As-Sanusi. Dalam tarekat ini, dzikir bisa dilakukan bersama-sama atau sendirian. Tujuan dzikir itu lebih dimaksudkan untuk “melihat Nabi” ketimbang “melihat Tuhan”, sehingga tidak dikenal “keadaan ekstatis”’ sebagaimana yang ada pada tarekat lain.
Di samping tarekat-tarekat diatas, ada pula tarekat lokal yang didirikan di Indonesia diantaranya :
  1. Tarekat Akmaliyah [Hakmiyah]
Didirikan oleh Kyai Nurhakim. Ia dikenal sebagai dukun dan tukang jimat.
  1. Tarekat Shiddiqiyah
Didirikan oleh Kyai Mukhtar Mukti di Losari Plodo [Jombang] pada tahun 1958. Ia dikenal sebagai dukun yang sakti sehingga banyak pengikutnya dari kalangan penderita penyakit kronis dan bekas pecandu minuman.
  1. Tarekat Wahidiyah
Didirikan oleh Kyai Majid Ma’ruf dari Kedunglo[Kediri] pada tahun 1963.
Tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya sesuai dengan doktrin Islam [Al-Qur’an dan AsSunnah] dikelompokkan ke dalam tarekat yang muktabarah. Sebaliknya, tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya bertentangan dengan doktrin Islam dikelompokkan ke dalam tarekat ghair muktabarah. Menurut Syekh Jalaluddin sebagaimana dikutip ole Aboe Bakar Atjeh, ada 41 jenis tarekat yang masuk ke dalam tarekat muktabarah, diantaranya Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah, Rifa’iyah, Qubrawiyah, Suhrawardiyah, Khalwatiyah, Alawiyah, Syatariyah, Aidrusiyah, Sammaniyah, dan Sanusiyah. Di luar yang 41 macam tersebut dipandang sebagai tarekat ghair muktabarah yang tidak diakui kebenarannya seperti tarekat Akmaliyah, Siddiqiyah, dan Wahidiyah.
Walaupun bermacam-macam, ternyatatarekat-tarekat yang beragam itu memiliki kesamaan tertentu. Dalam kaitan ini, Nicholson mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa sistem hidup bersih dan bersahaja [zuhd] adalah dasar semua tarekat yang berbeda-beda itu. Semua pengikut dididik dalam disipin itu, dan pada umumnya tarekat-tarekat tersebut walupun beragam namanya dan metodenya ada cirri yang menyamakannya.
Dari sisem dan metode tersebut, Nicholson menyimpulkan bahwa tarekat-tarekat sufi merupakan bentuk kelembagaan yang terorganisasi untuk membina suatu pendidikan moral dan solidaritas social. Sasaran akhir dari pembinaan pribadi dalam pola hidup bertasawuf adalah hidup bersih, bersahaja, tekun beribadah kepada Allah, membimbing masyarakat ke arah yang diridai Allah, dengan jalan pengamalan syariat dan penghayatan haqiqah dalam sistem/metode thariqah untuk mencapai makrifat. Apa yang dimaksud dengan makrifat dalam tema mereka adalah penghayatan puncak pengenalan keesaan Allah dalam wujud semesta dan wujud dirinya sendiri. Pada titik pengenalan ini akan terpadu makna tawakkal dalam tauhid, yang melahirkan sikap pasrah total kepada Allah, dan melepaskan dirinya dari ketergantungan mutlak kepada sesuatu selain Allah.











       BAB III
                                                          KESIMPULAN
Tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT. Munculnya tarekot juga tak lepas dari ajaran seorang sufisme yang selalu memberikan pencerahan-pencarahan berupa ilmu tasawuf yang diman ilmu ini mengajarkan kita u tuk selalu menyuciakn diri dan mendekatkan diri kepada allah.
Dalam perkembangannya tarekot mempunyai banyak istilah yang diaman istilah tersebut diambil  dari sebuah organisasi dan pendirinya diantara tarekot-tarekot tersebut adalah :Tarekat Qadiriyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Syatariyah, Tarekat Rifa’iyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Tarekat Sammaniyah, Tarekat Tijaniyah, Tarekat Chistiyah, Tarekat Mawlawiyah, Tarekat Ni’matullahi, Tarekat Sanusiyah












        DAFTAR PUSTAKA
Proyek Pembinaan Pergiruan Tinggi Agama Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, 1981/1982,
Harun Nasution, “Perkembangan Ilmu Tasawuf di Dunia Islam ” Dalam Orientasi Pengembangan Ilmu Tasawuf, Proyek Pembinaan Prasarana Dan Saran Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN di Jakarta Ditb. baga Depag RI, 1986,
Moh. Ardani, “ Tarekat Syadziliyah : Terkenal dengan Variasi Hizb-nya “, dalam Sri Mulyati (et.al ), Tarekat-Tarekat…., hlm.57.
Sopa, “Tarekat di Indonesia:, makalah di Pascasarjana IAIN SAyarif Hidayatullah, Jakarta, 1996,
Mulyadi Kartanegara, “Tarekat Mawlawiyah : TYarekat Kelahiran Turki”, dalam ibid.


Translate

Jalanku Untuk-MU