This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

TRANSLATE THIS BLOG

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 23 Desember 2012

KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

paud


KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Landasan Yuridis

1. Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

2. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”.

3. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

B. Landasan Filosofis

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.

Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila yang didasarkan pada semangat Bhineka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang bermartabat.

Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.

    Landasan Keilmuan

Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dinii didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah perkembangan otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah otak tersebut sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia. Sejalan dengan itu Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi sekitar 100 milyar hingga 200 milyar sel saraf. Tiap sel saraf siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang sesuai dari lingkungan.

Jean Piaget (1972) mengemukakan tentang bagaimana anak belajar:“ Anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus menemukannya sendiri.” Sementara Lev Vigostsky meyakini bahwa : pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika ia dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Howard Gardner menyatakan tentang kecerdasan jamak dalam perkembangan manusia terbagi menjadi: kecerdasan bodily kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalistik, kecerdasan logiko – matematik, kecerdasan visual – spasial, kecerdasan musik.

Dengan demikian perkembangan kemampuan berpikir manusia sangat berkaitan dengan struktur otak, sedangkan struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi, kesehatan dan gizi yang diberikan oleh lingkungan sehingga peran pendidikan yang sesuai bagi anak usia dini sangat diperlukan.

BAB III

HAKIKAT PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

1. Pengertian

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

2. Tujuan

Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Dalam melaksanakan Pendidikan anak usia dini hendaknya menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Berorientasi pada Kebutuhan Anak

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.

b. Belajar melalui bermain

Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.

c. Lingkungan yang kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.

d. Menggunakan pembelajaran terpadu

Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.

e. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup

Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.

f. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar

Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.

a. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang –ulang

Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang .

BAB IV

STANDAR KOMPETENSI ANAK USIA DINI

A. Pengertian

Standar kompetensi anak usia dini adalah standar kemampuan anak usia 0-6 tahun yang didasarkan pada perkembangan anak. Standar kompetensi ini digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum anak usia dini.

B. Standar Kompetensi Anak Usia Dini

Standar kompetensi anak usia dini terdiri atas pengembangan aspek-aspek sebagai berikut:

    Moral dan nilai-nilai agama
    Sosial, emosional, dan kemandirian
    Bahasa
    Kognitif
    Fisik/Motorik
    Seni

BAB V

PENGEMBANGAN KURIKULUM

TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Pengertian

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B. Prinsip-prinsip Pengembangan

1. Bersifat komperhensif

Kurikulum harus menyediakan pengalaman belajar yang meningkatkan perkembangan anak secara menyeluruh dalam berbagai aspek perkembangan .

2. Dikembangkan atas dasar perkembangan secara bertahap.

Kurikulum harus menyediakan berbagai kegiatan dan interaksi yang tepat didasarkan pada usia dan tahapan perkembangan setiap anak. Program menyediakan berbagai sarana dan bahan untuk anak dengan berbagai kemampuan.

3. Melibatkan orang tua

Keterlibatan orang tua sebagai pendidik utama bagi anak. Oleh karena itu peran orang tua dalam pendidikan anak usia dini sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan.

4. Melayani kebutuhan individu anak.

Kurikulum dapat mewadahi kemampuan, kebutuhan,minat setiap anak.

5. Merefleksikan kebutuhan dan nilai masyarakat

Kurikulum harus memperhatikan kebutuhan setiap anak sebagai anggota dari keluarga dan nilai-nilai budaya suatu masyarakat.

6. Mengembangkan standar kompetensi anak

Kurikulum yang dikembangkan harus dapat mengembangkan kompetensi anak. Standar Kompetensi seabagi acuan dalam menyiapkan lingkungan belajar anak.

7. Mewadahi layanan anak berkebutuhan khusus

Kurikulum yang dikembangkan hendaknya memperhatikan semua anak termasuk anak-anak yang berkebutuhan khususus.

8. Menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat

Kurikulum hendaknya dapat menunjukkan bagaimana membangun sinegi dengan keluarga dan masyarakat sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai

9.Memperhatikan kesehatan dan keselamatan anak

Kurikulum yang dibangun hendaknya memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan anak saat anak berada disekolah

10.Menjabarkan prosedur pengelolaan Lembaga

Kurikulum hendaknya dapat menjabarkan dengan jelas prosedur manajemen /pengelolaan lembaga kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabiitas.

11. Manajemen Sumber Daya Manusia

Kurikulum hendaknya dapat menggamabarkan proses manajemen pembinaan sumber daya manusia yang terlibat di lembaga

12.Penyediaan Sarana dan Prasarana.

Kurikulum dapat menggambarkan penyediaan srana dan prasaran yang dimiliki lembaga.

C. Komponen Kurikulum

a. Anak

Sasaran layanan pendidikan Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0 – 6 tahun. Pengelompokan anak didasarkan pada usia sebagai berikut :

1) 0 – 1 tahun

2) 1 – 2 tahun

3) 2- 3 tahun

4) 3 - 4 tahun

5) 4- 5 tahun

6) 5 - 6 tahun .

b. Pendidik

Kompetensi Pendidik anak usia dini memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya Diploma Empat (D-IV) atau Sarjana (S1) di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan memiliki sertifikasi profesi guru PAUD atau sekurang – kurangnya telah mendapat pelatihan pendidikan anak usia dini. Adapun rasio pendidik dan anak adalah

1) Usia 0 – 1 tahun rasio 1 : 3 anak

2) Usai 1 – 3 tahun rasio 1 : 6 anak

3) Usia 3 - 4 tahun rasio 1 : 8 anak

4) Usia 4 - 6 tahun rasio 1 : 10 /12 anak

c. Pembelajaran

Pembelajaran dilakukan melalui kegiatan bermain yang dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi ( content ), dan proses belajar. Materi belajar bagi anak usia dini dibagi dalam 2 kelompok usia.

Materi Usia lahir sampai 3 tahun meliputi:

1). Pengenalan diri sendiri ( Perkembangan konsep diri)

2). Pengenalan perasaan (Perkembangan emosi)

3). Pengenalan tentang Orang lain (Perkembangan Sosial)

4). Pengenalan berbagai gerak (perkembangan Fisik)

5). Mengembangkan komunikasi (Perkembangan bahasa)

6). Ketrampilan berfikir (Perkembangan kognitif)

Materi untuk anak usia 3 – 6 tahun meliputi :

1) Keaksaraan mencakup peningkatan kosa kata dan bahasa, kesadaran phonologi, wawasan pengetahuan, percakapan, memahami buku-buku, dan teks lainnya.

2) Konsep Matematika mencakup pengenalan angka-angka, pola-pola dan hubungan, geometri dan kesadaran ruang, pengukuran, pengumpulan data, pengorganisasian, dan mempresentasikannya.

3) Pengetahuan Alam lebih menekankan pada objek fisik, kehidupan, bumi dan lingkungan.

4) Pengetahuan Sosial mencakup hidup orang banyak, bekerja, berinteraksi dengan yang lain, membentuk, dan dibentuk oleh lingkungan. Komponen ini membahas karakteristik tempat hidup manusia, dan hubungannya antara tempat yang satu dengan yang lain, juga hubungannya dengan orang banyak. Anak-anak mempelajari tentang dunia dan pemetaannya, misalnya dalam rumah ada ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi, dapur, ruang keluarga, ruang belajar; di luar rumah ada taman, garasi, dll. Setiap rumah memiliki tetangga dalam jarak dekat atau jauh.

5) Seni mencakup menari, musik, bermain peran, menggambar dan melukis. Menari, adalah mengekspresikan ide ke dalam gerakan tubuh dengan mendengarkan musik, dan menyampaikan perasaan. Musik, adalah mengkombinasikan instrumen untuk menciptakan melodi dan suara yang menyenagkan. Drama, adalah mengungkapkan cerita melalui aksi, dialog, atau keduanya. Seni juga mencakup melukis, menggambar, mengoleksi sesuatu, modeling, membentuk dengan tanah liat atau materi lain, menyusun bangunan, membuat boneka, mencap dengan stempel, dll.

6) Teknologi mencakup alat-alat dan penggunaan operasi dasar. Kesadaran Teknologi. Komponen ini membahas tentang alat-alat teknologi yang digunakan anak-anak di rumah, di sekolah, dan pekerjaan keluarga. Anak-anak dapat mengenal nama-nama alat dan mesin yang digunakan oleh manusia sehari-hari.

7) Ketrampilan Proses mencakup pengamatan dan eksplorasi; eksperimen, pemecahan masalah; dan koneksi, pengorganisasian, komunikasi, dan informasi yang mewakili.

Untuk mewadahi proses belajar bagi anak usa dini pendidik harus dapat melakukan penataan lingkungan main, menyediakan bahan–bahan main yang terpilih, membangun interaksi dengan anak dan membuat rencana kegiatan main untuk anak. Proses pembelajaran anak usia dini dilakukan melalui sentra atau area main. Sentra atau area tersebut bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dari masing-masing satuan Pendidikan. Contoh sentra atau area bermain tersebut antara lain : Sentra Balok, Sentra Bermain Peran, Sentra Seni, Sentra Musik, Sentra Persiapan, Sentra agama, dan Sentra Memasak.

d. Penilaian (Assesmen)

Assesmen adalah proses pengumpulan data dan dokumentasi belajar dan perkembangan anak. Assesmen dilakukan melalui : observasi, konfrensi dengan para guru, survey, wawancara dengan orang tua, hasil kerja anak, dan unjuk kerja. Keseluruhan penilaian /assesmen dapat di buat dalam bentuk portofolio.

e. Pengelolaan Pembelajaran

1). Keterlibatan Anak

2). Layanan program

Lembaga Pendidikan anak usia dini dilaksnanakan sesuai satuan Pendidikan masing-masing. Jumlah hari dan jam layanan :

(a) Taman Penitipan Anak (TPA) dilaksanakan 3 – 5 hari dengan jam layanan minimal 6 jam. Minimal layanan dalam satu tahun 144 -160 hari atau 32 – 34 minggu.

(b) Kelompok Bermain (KB) setiap hari atau minimal 3 kali seminggu dengan jumlah jam minimal 3 jam. Minimal layanan dalam satu tahun 144 hari atau 32 - 34 minggu.

(c) Satuan PAUD Sejenis (SPS) minimal satu minggu sekali dengan jam layanan minimal 2 jam. Kekurangan jam layanan pada SPS dilengkapi dengan program pengasuhan yang dilakukan orang tua sehingga jumlah layanan keseluruhan setara dengan 144 hari dalam satu tahun.

(d) Taman Kanak-Kanak (TK) dilaksanakan minimal 5 hari setiap minggu dengan jam layanan minimal 2,5 jam. Layanan dalam satu tahun 160 hari atau 34 minggu.

Layanan pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan anak usia dini mengikuti kalender pendidikan daerah masing-masing.

f. Melibatkan Peranserta masyarakat

Pelaksanaan pendidikan anak usia dini hendaknya dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat. Penyelenggaraan pendiikan anak usai dini dapat dilakukan oleh swasta dan pemerintah , yayasan maupun perorangan.

E. Satuan Pendidikan Anak Usia Dini.

Kerangka dasar Kurikulum digunakan pada pendidika anak usia dini jalur formal maupun jalur non formal yaitu : Taman Kanak-Kanak/ Raudhatul Athfal, Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, dan Satuan PAUD Sejenis.

a. Taman Kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun. Sasaran Pendidikan Taman Kanak-Kanak adalah anak usia 4 – 6 tahun, yang dibagi ke dalam dua kelompok belajar berdasarkan usia yaitu Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak didik usia 5 – 6 tahun.

b. Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun. Sasaran KB adalah anak usia 2 – 4 tahun dan anak usia 4 – 6 tahun yang tidak dapat dilayani TK (setelah melalui pengkajian dan mendapat rekomendasi dari pihak yang berwenang).

c. Taman Penitipan Anak adalah layanan pendidikan yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat bagi anak usia lahir – 6 tahun yang orang tuanya bekerja. Peserta didik pada TPA adalah anak usia lahir – 6 tahun.

d. Satuan PAUD Sejenis (SPS) adalah layanan minimal merupakan layanan minimal yang hanya dilakukan 1-2 kali/minggu atau merupakan layanan PAUD yang diintegrasikan dengan program layanan lain. Peserta didik pada SPS adalah anak 2-4 tahun.

BAB VI

PENILAIAN KURIKULUM

Evaluasi / Penilaian adalah suatu analisis yang sistimatis untuk melihat efektifitas program yang diberikan dan pengaruh program tersebut terhadap anak. Penilaian kurikulum dilakukan secara berkala dan berkesinambungan oleh Pusat maupun Daerah. Penilaian kurikulum dimaksudkan untuk mngetahui sejauh mana kurikulum dilaksanakan dan kesesuainnya dengan kerangka dasar fungsi dan tujuan pendiikan nasional serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Hasil penilaian kurikulum digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan dan mengembangkan kurikulum selanjutnya.

Dinasti-Dinasti dalam Perkembangan Islam

dinasti islam

DINASTI-DINASTI dalam perkembangan islam



A.    Dinasti Aghlabiyah (800 – 900 M)[1]

Dinasti Aghlabiyah ini didirikan di Aljazariyah dan Sisilia oleh Ibrahim bin Aghlab, seorang yang dikenal mahir di bidang administrasi. Dengan kemampuan ilmu administrasinya, ia mampu mengatur roda pemerintahannya dengan baik. Secara periodik, dinasti Aghlabiyah ini dikuasi oleh beberapa penguasanya, yaitu :

1.      Ibrahim bin Aghlab 800-811 M.

2.      Abdullah I 811-816 M.

3.      Ziyadatullah bin Ibrahim 816-837 M.

4.      Abu Iqal bin Ibrahim 838-841 M.

5.      Abu Al-Abbas Muhammad 841-856 M.

6.      Abu Ibrahim Ahmad 856-863 M.

7.      Ziyadatullah II bin Ahmad 863-864 M.

8.      Abu Al-Ghranik Muhammad II bin Ahmad 864-874 M.

9.      Ibrahim II bin Ahmad 874-902 M.

10.  Abu Al-Abbas Abdullah II 902-903 M.

11.  Abu Mudhar Ziyadatullah III 903-909 M.

Dinasti Aghlabiyah merupakan tonggak terpenting dalam sejarah konflik berkepanjangan antara Asia dan Eropa. Di bawah pimpinan Ziyadatullah I, suatu armada bajak laut dikerahkan untuk menggoyangkan pesisir Italia, Perancis, Cosica, dan Sardina. Kemudian, pada tahun 827 M., Ziyadatullah mengirim sebuah ekspedisi untuk merebut Sisilia dari Bizantium dan berhasil dikuasai pada tahun 902 M. Sisilia yang berada di pulau lat tengah terebut, dijadikan pangkalan untuk penyerangan daratan-daratan Eropa yang kristen. Kontribusi terpenting dalam ekspedisi tersebut adalah menyebarnya peradaban Islam hingga ke Eropa. Bahkan, Renaisans di Italia terjadi karena  transmisi ilmu pengetahuan melalui pulau ini.

Dinasti ini juga terkenal dengan prestasinya di bidang arsitektur, terutama dalam pembangunan masjid. Pada masa Ziyadatullah yang kemudian disempurnakan oleh Ibrahim II, berdiri dengan megahnya masjid yang besar, yaitu masjid Qairawan. Menara masjidnya merupakan warisan dari bentuk bangunan Umayah merupakan bangunan tertua di Afrika. Oleh karena itulah, Qairawan menjadi kota suci keempat setelah Mekah, Madinah, dan Yerussalem. Masjid tersebut sebagai masjid terindah dalam Islam karena ditata sedemikian indah. Selain itu, dibangun pula sebuat masjid di Tunisia, pada masa kekuasaan Ahmad, serta dibuat pula suatu peralatan pertanian dan irigasi untuk daerah Ifrikiyah yang kurang subur.

Pada akhir abad ke-9, posisi Dinasti Aghlabiyah di Ifrikiyah mengalami kemunduran, dengan masuknya propaganda Syi’ah yang dilancarkan oleh Abdullah al-Syi’ah atas isyarat Ubaidilah al-Mahdi telah menanamkan pengaruh yang kuat di kalangan orang-orang Barbar suku Ketama. Kesenjangan sosial antarpenguasa Aghlab di satu pihak dan orang-orang Barbar di pihak lain, telah menambah kuatnya pengaruh itu dan pada akhirnya membuahkan kekuatan militer. Sejak itu pula, Ifrikiyah dikuasai orang-orang Syi’ah yang pada masa selanjutnya membentuk dinasti Fatimah. Salah satu faktor mundurnya Aghlabiyah ialah hilangnya hakikat kedaulatan dan ikatan-ikatan solidaritas sosial semakin luntur. Kedaulatan pada hakikatnya hanya dimiliki oleh mereka yang sanggup menguasai rakyat, sanggup memungut iuran negara, mengirimkan angkatan bersenjata, melindungi perbatasan dan tak seorang penguasa pun berada di atasnya.

Dengan semakin berkurangnya pengaruh Aghlabiyah terhadap masyarakat, dikarenakan adanya kesenjangan sosial, berakhirlah riwayat dinasti Aghlabiyah.

B.     Dinasti Fathimiyah (909 – 1171 M)

Dinasti Fathimiyah didirikan oleh Said bin Husain alias Ubaidillah al-Mahdi pada tahun 909 M. oleh karena itu Dinasti ini juga disebut Dinati Ubaidiyah. Dinasti Fathimiyah berdiri di Tunisia, sebelum akhirnya pindah ke Mesir pada 969 M. Dinamakan Fathimiyah karena dikaitkan dengan Fatimah binti Muhammad saw., istri Ali bin Abi Thalib. Ubaidillah mengklaim dirinya sebagai keturunan Ali dan Fatimah melalui Ismail bin Ja’far as-Sidiq. Dinasti Fathimiyah bermazhab syiah. Dinasti ini berkuasa tahun 297 – 567 H / 909 – 1171 M.[2]

Ubaidillah al-Mahdi berpindah dari Suriah de Afrika Utara karena propaganda Syi’ah di daerah ini mendapat sambutan baik. Terutama dari suku Barber Ketama. Dengan dukungan suku Barber Ketama, Ubidillah al-Mahdi menumbangkan gubernur Aglabiah di Afrika, Rustamiyah Kharij di Tahart. Dan Idrisiyah Fez dijadikan sebagai bawahan.[3] Dinasti Fathimiyah berdiri di atas puing-puing dinasti Agh-labiyah dipinggiran kota Qairawan. Dengan alasan keagamaan dan politik, dinasti ini bergerak ke timur menuju wilayah-wilayah Abbasyyiah, dan pada tahun 969M. menguasai Mesir. Dari sana Dinasti ini memperluas kekuasaaanya ke Arabia Barat dan Suriah Dinasti Fathimiyah bukan hanya kekelompol imam, melainkan penguasa sebuah Negara besar yang berpusat di lembah Nil.[4]

Setelah wafat pada tahun 934 M, al-Mahdi. digantikan oleh putranya, Abu al-Qasim dengan gelar al-Qaim (323-335 H/934-949 M). Al-Qaim berhasil menguasai Genoa dan Calabaria; dan beliau wafat ketika berusaha menaklukkan Mesir yang dipimpinoleh Abu Yazid Makad (Khawarij); dan beliau digantikan oleh putranya, al-Manshur (341-341 H). Al-Manshur berhasil mengalahkan pasukan Abu Tamim Ma’ad (341-352 H/956-975 M) dengan gelar al-Mu’iz. Al-Mu’iz berhasil menaklukan Maroko, Sisilia, Mesir hingga Fusthat (Kairo lama) yang dikuasai Ikhsidi (tahun 969 M), Palestina, Suriah, dan Hijaz. Setelah meninggal, al-Mu’iz diganti oleh putranya, al-Aziz (365 H/975 M). pada masa al-Aziz, Fathimiyah mengalami puncak kemajuan.[5]

Panglima terbesar Dinasti Fathimiyyah adalah Jauhar ash-Shiqili (orang Sisilia).ia mendirikankota al-Qahirah yang berarti kota kemenangan. Nama lain kota ini adalah Kairo. Kairo adalah ciptaan mereka, sebuah kota imperium yang dibangun di barat Fushtat dan menjadi simbol kekuasaan dan kemerdekaan. Kota ini adalah pusat kekuasaan Dinasti Fathimiyyah pindah pada tahun 972 M. Pemerintahan Dinasti ini mengikuti garis yang diletakkan oleh Khilafah Baghdad. Kekuasaan terpusat di tangan khilafah dan dinyatakan melallui upacara yang megah.[6]

1.      Kemajuan Pemerintahan

Pengelolaan negara yang dilakukan dinasti Fathimiyah dengan mengangkat para menteri. Dinasti Fathimiyah membagi kementrian menjadi dua kelompok; pertama, kelompok militer yang terdiri atas tiga jabatan pokok: (1) Pejabat tinggi militer danpengawal khalifath, (2) petugas keamanan, dan (3) resimen-resimen; dan kedua, kelompok sipil yang terdri atas: (1) qadhi (hakim dan direktur percetakan uang),(2) ketua dakwah yang  memimpin pengkajian, (3) inspektur pasar (pengawsan pasar  jalan, timbangan, dan takaran), (4) bendaharawan Negara, (5) Kepala urusan rumah tangga raja, (6) petugas pembaca Alquran, dan (7) sekreterais berbagai departeman. Selain pejabat pusat, di setiap daerah terdapat pejabat setingkat gubernur yang diangkat oleh khalifah untuk mengelola daerahnya masing-masing. Administrasi pemerintahan dikelola oleh pejabat setempat.[7]

Basis kekuatan Fathimiyah adalah pendapatan yang diperoleh dari tanah-tanah subur di Delta dan lembah Nil, hasil kerajinan kota-kota dan perdagangan di wilayah Mediterania serta laut merah. Ini cukup memadai guna memperkuat tentara yang direkrut dari luar Mesir,pasukan Barber, pasukan berkulit hitam dari Sudan, serta orang-orang Turki.[8]

2.      Penyebaran Faham Syi’ah

Ketika al-Mu’iz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang empat madzhab fikih: Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali. Sedangkan al-Mu’iz menganut faham Syi’ah. Olih karena itu, al-Mu’iz mengayomi dua menyataan ini dengan mengangkat hakim darikalangan Suni dan hakim dari kalangan Syi’ah. Akan tetapi, jabatan-jabatan penting diserahkan kepada ulama Syi’ah;dan Suni hanya menduduki jabatan-jabatan yang rendahan. Pada tahun 379 M, semua jabatan di berbaagai bidang politik, agama, dan militer dipegang oleh Syi’ah. Oleh karena itu, sebagian pejabat Fathimiyah yang Suni beralih ke Syi’ah supaya jabatannya meningkat.

Di sisi lain, al-Mu’iz membangun toleransi beragama sehingga pemeluk agama lain, seperti Kristen, diperlakukan dengan baik dan di antara mereka diangkat menjadi pejabat istana.[9]



3.      Perkembangan ilmu pengetahuan

Dinasti Fathimiyah memiliki perhatian besar terhadap ilmu pengetahuandebelumnya, masjid al-Azhar dibangun oleh Jauhar untuk tempat beribadah pada tahun 972M. Tapi masjid ini kemudian dikembangkan menjadi universitas oleh Khalifah Abu Mansur Nizar al-Aziz (975-996). Universitas al-Azhar, salah satu perguruan Islam tertua yang dibanggakan oleh ulama Suni.

Al-Hakim berhasil mendirikan Dar al-Hikmah, perguruan (akademi) Islam yang sejajar dengan lembaga pendidikan  di Kordova dan Bagdad. Perpustakaan Dar al-Ulum digabungkan dengan Dar al-Hikmah yang berisi berbagi buku ilmu pengetahuan sehingga melahirkan sejumlah ulama. Pada masa ini muncul sejumlah ulama sebagai berikut:

a.       Muhammad al-Tamimi (ahli fisika dan kedokteran)

b.      Al-Kindi (ahli sejarah dan filsafat)

c.       Al-Nu’man (ahli hukum dan menjabat sebagai hakim)

d.      Ali Ibn Yunus (ahli astronomi)

e.       Ali al-Hasan Ibn al-Khaitami (ahli fisika dan optik).[10]



4.      Kemunduran dan Akhir Dinasti Fathimiyah

Setelah meninggal, al-aziz diganti oleh al-Hakim yang banyak melakukan kerusalkan: membunuh sejumlah menteri, merusak gereja suci (Holly Spukchre) di Palestina pada tahun 1009 M, yang menjadi salah satu pemicu parang salib, dan ia mengaku sebagai inkarnasi Tuhan dan akhirnya ia mati dibunuh atas lonspirasi Sitt al-Mulk dengan Muwattam. Setelah meninggal, al0Hakim diganti oleh putranya, Abu Hasan Ali al-zhahir (1021-1035 M), dan ia meninggal karena sakut (1035M). penggantinya adalah Abu Tamim Ma’ad al-Muntansir (ketika berusia 7 tahun). Pasa saat yang bersamaan, Paletina berontak, Saljuk berhasil menguasai Asia Barat, propinsi-propinsi si Afrika menolak membayar pajak dan menyatakan lepas dari Fathimiyah atas dukungan dinasti bani Abbas, Tripoli dan Tunisia dikuasai oleh suku Hilal dan Sulaim (1052M), dan Sicilia dikuasai oleh bangsa Normandia (1071 M).[11]

Keadaan Fathimiyah diperparah lagi oleh peristiwa alam. Wabah penyakit dan kemarau panjang sehingga suangai Nil kering, menjadi sebab peranga saudara. Setelah meninggal, Abu Tamim Ma’ad al-Muntansir diganti oleh anaknya, al-Musta’ii. Akan tetapi, Nizar anak Abu Tamum Ma’ad al-Muntansir yang tetua melarikan diri ke Iskandariyah dan menyatakan diri sebagai khalifah. Oleh karena itu, Fathimiyah terpecah menjadi dua: Nizari dan Musta’ii. Pada masa al-Mustali, pasukan salib melakukan serangan sehingga menguasai Antokia hingga bait al-Maqdis. Setelah wafat, al-Musta’li diganti oleh al-Amir (ketika berusia 5 tahun). Al-Amir meninggal karena dibunuh oleh kelompok Bathiniyah dan diganti oleh al-Hafizh; dan setelah meninggal dunia, al-Hafizh diganti oleh al-Zafir.[12]

Karena tentara salib begitu tangguh, al-Zafir memina bantuan kepada Nuruddin al-Zanki (gubernur Suriyah di bawah khalifah Abasiah, Bagdad). Nuruddin al-zanki mengirim pasukan di bawah pimpinan syirkuh dan Ssalahudin al-Ayubi. Setelah berhasil mengalahkan pasukan salib, pasukan Nuruddin al-Zanki kembali ke Suriyah. Akan tetapi, sepeninggal pasukan tersebut terdapat konflik internal. Yaitu Syawar mengundang tentara salib ke Mesir karena ia ingin memperoleh jabatan wazir. Akhirnya, pasukan Nuruddin al-zanki yang dipimpin oleh Syirkuh datang kembali ke Mesir. Syawar ditangkap dan kepalanya dipenggal atas perintah dinasti Fathimiyah. Syirkuh akhirnya diangkat menjadi wazir oleh Fathimiyah (564 H); tiga bulan kemudian, Syirkuh wafat, dan diganti oleh kemenakannya, Salahuddin al-Ayubi. Pada tanggal 10 Muharram 567 H/ 1171 M, khalifah al-Adid (Fathimiyah) wafat dan kekuasaanya berpindah ke tangan Salahudin al-Ayubi.[13]





C.    Dinasti Ayubiyah (1171 – 1260 M)

Bani Ayubiyah merupakan keturunan Ayyub, seorang keturunan suku Kurdi dari Azerbaijan. Nama Ayubiyah dikaitkan dengan nama ayah Salahuddin, Ayyub bin Syadzi. Dinasti ayubiyah berdiri di atas puing-puing dinasti Farimiah Syi’ah di Mesir. Setelah meninggal, Syirkuh diganti oleh Salahuddun al-Ayubi. Kematian khalifah al-Adid dari Fathimiyah pada tahun 567 H/ 1171 M., adalah tanda berakhirnya dinasti Fathimiyah; dan kekuasaan diambil oleh Salahuddin al-Ayubi. Sebenarnya, dinasti ini berbentuk persatuan (konfederasi) beberapa dinasti yang tunduk kepada satu dinasti yang dipimpin oleh kepala keluarga. Taap-tiap dinasti diperintah oleh seorang anggota keluarga Ayubiyah. [14]  Salahudin al-Ayubi diakui sebagai khalifah Mesir oleh al-Mahdi, dinasti Bani Abbas pada tahun 1175 M. kemudian al-Ayubi berhasil menguasai Aleppo dan Mosul. Untuk mengantisipasi pemberontakan dari pengikut Fathimiyah dan serangan dari tentara salib, al-Ayubi membangun benteng bukit di Mukattam. Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dan militer.[15] Ambisi terbesarnya Salahudin al-Ayubi adalah mengganti paham Syi’ah di Mesir dengan paham Sunni dan mengusir tentara salib. Diantara Usaha-usaha yang dilakukan Salahudin al-Ayubi dalam masa pemerintahannya adalah sebagai berikut: mengembalikan mazhab Sunni di Mesir, membangun madrasah-madrasah, mengganti kadi-kadi Syi’ah dengan kadi-kadi Sunni, dan mengganti pegawai-pegawai yang korupsi.[16]



1.      Perang Salib Dan Konflik Internal[17]

Sebagian waktu al-Ayubi dihabiskan untuk menghalau tentara salib pada zamannya, pasukan salib dipimpin oleh tiga raja” Frederick Bar Barossa. Philip II (Perancis), dan Richard I  (Inggris). Perang antara militer al-Ayubi dengan pasukan salib berlangsung hingga tahun 1192 M yang diakhiri dengan Perjanjian Ramalah. Isi perjanjian tersebut adalah:

a.       Jerusslem tetap berada di tangan umat Islam; dan umat Kristen diizinkan untuk menziarahinya.

b.      Tentara salib akan memertahankan pantai Syiria dari Tyre sampai ke Jaffa.

c.       Umat Islam akan mengembalikan relik Kristen kepada orang Kristen.

Pada tahun 1199M, al-Ayubi meninggal dunia di Damaskus. Ia digantikan oleh saudaranya, sultan al-‘Adil. Pada tahun 1218M, al-‘Adil meninggal setelah kalah perang melawan pasukan salib dan kota Dimyath jatuh ke tangan tentara salib. Setelah meninggal, al-‘Adil diganti oleh al-Kamil.

Al-Kamil melanjutkan  perang melawan tentara salib. Akan tetapi, antara al-Kamil dengan saudaranya al-Mulk al-Mu’azham (gubernur Damaskus) terjadi konflik. Al-Kamil merasa bahwa al-Mu’azham akan menyingkirkannya. Oleh karena itu, al-Kamil mengirim duta kepada Frederick Barbarossa dengan menawarkan kerjasama dan Jerussalem dijadikan seagai imbalan atas bantuan Frederik. Pada tahun 1229 M, dibentuk perjanjian antara al-Kamil dengan Frederik yang isinya sebagai berikut:

a.       Jerusalem dengan Bethlehem, Nazaret, dan rute haji ke Jafffa dan Acre akan menjadi kekuasaan absolut kaisar;dengan pengecualian bahwa area masjid Umar di Jerusalem tetap menjadi milik terbatas bagi umat Islam.

b.      Tawanan-tawanan Islam di bebaskan

c.       Kaisar harus melindungi sultan dari serangan-serangan musuh

d.      Perjanjian ini berlaku selama dua tahun

Setelah meninggal, al-Kamil diganti oleh putranya, Abu Bakar dengan gelar al-‘Adil II (berlangsung sekitar 3 tahun). Kepemimpinan Abu Bakar ditolak oleh saudaranya, al-Malik al-Shalih Najm al-Din Ayyub. Budak-budak Abu Bakar bersekongkol dengan al-Malik al-Shalih Najm al-Din Ayyub (1240-1249 M) sebagai sultan.

Selama al-Malik al-Shalihmenjadi pemimpin, pamannya, Isma’il ekerjasama dengan pipinan pasukan salib, Franks mengepung Damaskus. Al-Malik al-Shalih dapat mematahkan konspirasi tersebut dan mengalahkan pasukan Franks di dekat Gaza.



2.      Kemajuan Ilmu Pengetahuan

Salahuddin al-Ayubi berhasil mendirikan tiga buah madrasah di Kairo dan Iskandariyahd untuk mengembankan madzhab suni. Al-Kamil mendirikan Sekolah Tinggi al-Kamiliyah yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya. Ibn Khalikan menggambarkan bahwa al-Kamil adalah pencinta ilmu pengetahuan, pelindung para ilmuwan, dan seorang muslim yang bijaksana.[18]



3.      Kemunduran dan Akhir Ayyubiyah

Untuk mempertahankan kekuasaan, al-Malik al-Shalih mendatangkan budak-budak dari Turki dalam jumlah besar untuk dilatih kemiliteran yang ditempatkan di dekat sungai Nil yang juga disebut laut (al-bahr), sehingga mereka disebut Mamlik al-Bahri. Pasukan ini dijadikan pasuka saingan yang sudah ada sebelumnya, militer yang berasal dari Kurdi.

Setelah meninggal, al-Malik al-Shalih diganti oleh anaknya, Turansyah. Konflik terjadi antara Mamluk bahri dengan Turanyah darena Turansyah dianggap mengabaikan peran Mamluk aBahri dan lebih menutamakan tentara yang berasal dari Kurdi. Oleh karena itu, Mamluk al-Bahri di bawah pimpinan baybars dan Izzuddin Aybak melakukan kudeta terhadap Turansyah (1250 M). Turansyah terbunuh, Baybars dan Izzudin Aybak adalah perintis berdirinya dinasti Mamalik di Mesir.[19]

D.    Dinasti Murabbitun (1088 – 1145 M)

Dinasti Murabbiatun adalah salah satu dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi, Spanyol. Nama Murabbitun berkaitan erat dengan nama tempat tinggal mereka (Ribat, semacam Madrasah). Mereka biasa juga diberi sebutan Al Mulassimun (pemakai kerudung menutupi wajah). Asal usul dinasti dari Lemtuna, salah satu puak dari suku Senhaja. Berawal dari sekitar 1000 anggota pejuang dan ajaran madzhab yang mereka anut. wilayahnya meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus.[20]

Khalifah Dinasti Murabbitun adalah sebagai berikut:

1.      Yahya bin Umar, membentuk pembinaan keagamaan bersama saudaranya Abu Bakar bin Umar yang dinamakan Ribat di pulau Niger, Senegal yang dinamakan Al Murabbitun. Abdullah bin Yasin adalah guru madzhab Maliki yang bersedia mengemban tugas tersebut. Wilayah kekuasaan sampai ke Wadi Dara.

2.      Abu bakar bin Umar, ia meneruskan gerakan penaklukan ke Sahara, Maroko. Tahun 450H/1058M, ia menyebrang ke Atlas Tinggi. Setelah itu diadakan penyerangan ke Maroko Tengah dan Selatan. Selanjutnya memerangi suku Barghawata yang dianggap menganut paham bid’ah.

3.      Abu Ya’kub Yusuf bin Tasyfin. Pada masa ini dibangun Marakesy untuk dijadikan Ibu Kota Pemerintahan. Ekspansi wilayah masih terus dilanjutkan dan bahkan sampai ke aljiers (Al Jazair). Pada masa ini, Murabbitun mengalami kejayaan. Puncak prestasi dan karir politinknya, ketika ia berhasil menyebrang ke spanyol dan mengalahkan Raja Alfonso VI, kemudian merebut Granada, Malaga, Muluk al Thawaif, almeria, Badagoz, Saragosa dan pulau Balearic, dan ia mendapat gelar Amir al Mukminin.

4.      Ali bin Yusuf, ia melanjutkan politik pendahulunya dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI pada tahun 1088M. Namun lambat laun dinasti Murabbitun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayah dikarenakan perubahan sikap mental dengan kemewahan yang berlebihan. Ali mengalami kekalahan pada pertempuran di Cuhera tahun 522H/1129M dan sejak itu berangsur melemah.

5.      Tasyfin bin Ali

6.      Ibrahim bin Tasyfin

7.      Ishak bin ali[21]

Menjelang pertengahan abad XII, Murabbitun mulai retak. Di Spanyol, Muluk al Thawaif menolak kekuasaannya. Di Maroko sebuah gerakan (Muwahhidun) mulai mengingkari.

Kelemahan kemudian kehancuran  Dinasti ini disebabkan oleh :

1.      Lemahnya disiplin tentara dan merajalelanya korupsi melahirkan disintegrasi.

2.      Berubahnya watak keras pembawaan Barbar menjadi lemah ketika memasuki Andalus ketika memasuki kehidupan Maroko dan Andalus yang mewah.

3.      Merka memasuki Andalus ketika  kecemerlangan intelektual kalangan Arab telah mengganti kesenangan berperang.

4.      Kontak dengan peradaban yang sedang menurun dan tidak siap mengadakan asimilasi.

5.      Dikalahkan oleh Dinasti dari rumpun keluarganya sendiri, yaitu Al Muwahhidun.[22]



E.     Dinasti Muwahhidun (1130 – 1269 M)

Al Mohadiyah atau Al Muwahhidun muncul sebagai reaksi dari Al Murabbitun yang dianggap telah melakukan banyak penyimpangan dalam aqidah, berkembang di Afrika Utara berpusat di Marakesy dan sebagian wilayah Andalus (Spanyol).

Pada masa akhir Murabbitun, abdullah bin Tumart, seorang sufi masjid Cordova, melihat sepak terjang kaum Murabbitun, ia memperbaikinya. Ia kemudian berangkat ke Baghdad menambah ilmu kepada Imam Al Ghazali. Setelah dirasa memadai, ia kembali dan mempropagandakan ajarannya yang berpaham tauhid dan pengikutnya disebut Muwahhidun.

Ibnu Tumart merupakan pencetus gerakan Muwahhidun, tetapi ia sendiri tidak pernah menjadi sultan dan mendakwakan dirinya sebagai Al Mahdi. Ia memberantas golongan Murabbitun yang menyimpang, mewnyerukan kemurnian tauhid, menentang kekafiran, antrophomorpisme dan mengajak umat untuk amar ma’ruf nahi munkar. Di Tanmal, ia merumuskan sistem militernya sebagai organisasi pemerintahan. Disusunlah 4 Dewan yang terdiri dari :

1.      Dewan Menteri (Ahl al Asyrah/ Ahl al Jama’ah), terdiri dari sepuluh orang pembai’ah al Mahdi (Kepala dari kalangan murid-murid)

2.      Dewan Majelis Pemuka Suku, terdiri dari lima puluh orang (al Khamsin) wakil tiap suku

3.      Majelis Rakyat, terdiri dari para murid (al Thalabah), para keluarga al Mahdi (ahl al dar), qabilah Hurghah dan ahl Tanmaal[23]

4.      Al Ghirat, rakyat biasa[24]

Kebijaksanaan yang ditetapkan adalah menghormati Undang-Undang dan Peraturan, bersifat terpuji, shalat tepat waktu, melaksanakan wirid dan mentaati buku akidah Muwahhidun.

Khalifah Daulah Muwahhidun adalah sebagai berikut:

1.      Abdul Mu’min bin Ali al Khawfi

Awal kepemimpinannya diarahkan kepada dua hal, yaitu :

a.       Pemasyarakatan ajaran Muwahhidun ke seluruh kabilah di Maghribi

b.      Mengakhiri kekuasaan Murabbitun

Usaha Abdul Mu’min bin ali al Khawfi :

a.       Pada tahun 1137, semua kabilah yang ada di negeri Tanmaal dan Shaal mengakui, tunduk dan berjanji sumpah setia

b.      Tahun 526H/1131M, menaklukan daerah Nadha, Dir’ah, Tinger, Fajar dan Giyasah

c.       Tahun 534H/1139M, melancarkan serangan ke Murabbitun

d.      Tahun 540H/1145M, menaklukan Fas dan Marokes setahun kemudian

e.       Menaklukan al Jazair (1152M), Tripoli(1154M), dan sebagian wilayah Andalusia yang dikuasai Kristen

f.       Tahun 558H/1162M, menyerang pedalaman Spanyol, akan tetapi ia meninggal sebelum rencananya terlaksana.

Pada masa ini merupakan puncak Daulah Muwahhidun

2.      Abu Ya’qub Yusuf (1163-1184 M)

Usaha-usahanya :

a.       Tahun 565H/1170M, menguasai Toledo

b.      tahun 1180 M, menguasai bagian barat Andalus

c.       Tahun 1156 M, Menaklukan Almeria

d.      Tahun 1156-1160M, menaklukan Granada dan negeri-negeri sampai ke Lembah Jeni, memerangi orang Kristen

e.       Tahun 580H/1184M, menaklukan Syantarin-Andalusia

Kemajuan-kemajuan yang dicapai :

a.       Bidang Militer, ditandai dengan kemampuan kerjasama Muwahhidun dengan tentara Salahudin Al Ayubi di Mesir untuk mengusir tentara Salib

b.      Ilmu Pengetahuan, ditandai dengan munculnya ulama Ibn Rusyd (Filsafat), Ibn Tufail (Filsafat), Ibnu Malik (Ilmu Nahwu), Hafidz Abu Bakar al Jadd (Fikih), dan Abi Bakar Ibn Zhuhr (Ilmu kesehatan).

3.      Abu Yusuf al Manshur (1184-1199M)

Al Manshur mencatat kemenangan atas penduduk Bani Hamad di Bajaya setelah ia meminta bantuan Bahuddin, panglima Salahuddin Al Ayyubi 584H/1184M. Tahun 1195M, Abu yusuf berhasil mematahkan kekuatan Alfonso VIII setelah menguasai benteng Alarcos kemudian menguasai Toledo dan akhirnya kembali ke Sevilla (Ibu kota baru)

4.      Muhammad Ibnu Ya’qub al Nashir (berumur 17 tahun)

Karena khalifah lemah, pemerintah dijalankan para menterinya. Akan tetapi terjadilah persaingan diantara para menteri dan pemberontakan terjadi di wilayah-wilayah taklukan. Kota-kota di spanyol kembali dikuasai oleh tentarakristen dan pada tahun 667H/1269M, bani Marin berhasil menguasai Marakesh dan berakhirlah dinasti Muwahhidun.

Faktor-faktor kemunduran dinasti Muwahhidun di antaranya sebagai berikut:

1.      Perebutan tahta dikalangan keluarga Dinasti

2.      Melemahnya kontrol terhadap penguasa daerah

3.      Mengendurnya tradisi disiplin

4.      Memudarnya keyakinan akan keagungan misi Al Mahdi bin Tumart, bahkan namanya tak disebut lagi dalam dokumen negara. Begitu pula mata uang masa terakhir.[25]

BAB III

ANALISIS KRITIS



Melihat pembahasan di atas, kami dapat memahami bahwa ternyata kehidupan pemerintahan pada zaman dahulu tidak berbeda jauh dengan kehidupan di masa kini, misalnya tentang kekuasaan. Di zaman dahulu para masyarakat atau orang yang merasa mempunyai kekuatan, baik secara materi maupun sebaliknya, berlomba-lomba untuk mendapatkan kekuasaan, baik dengan jalan perang maupun secara halus. Seperti halnya di zaman sekarang, mereka yang memiliki kekuatan terutama materi, mereka berusaha untuk  mendapatkan kekuasaan.

Kemajuan yang dicapai pada masa tersebut antara lain dalam pembangunan yang sampai saat ini masih dapat kita lihat. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan juga tidak dapat kita pungkiri. Selain itu, perluasan wilayah kekuasaan juga menyebabkan Islam lebih dikenal dan tersebar ke berbagai daerah. Kemajuan tersebut disebabkan oleh perhatian terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi dan semangat untuk menyebarkan ajaran Islam. Pelajaran yang dapat kita ambil dari kemajuan tersebut adalah kita harus memperhatikan terhadap pentingnya ilmu pengetahuan dan dakwah.

Kemunduran yang terjadi di masa dinasti-dinasti ini, yaitu terjadinya korupsi, pegawai pemerintahan yang tidak jujur, melemahnya kedisiplinan, kurangnya persatuan dan lain-lain. Ini juga terjadi di masa sekarang khususnya di  Negara tercinta kita ini.

Sebenarnya sejarah telah banyak memberikan pelajaran bagi kehidupan kita di masa sekarang, terutama mengenai masalah dalam pemerintahan. Kalau para penguasa mau berkaca pada masa yang lalu dan mengambil hikmahnya, mungkin Negara kita bisa maju. Khususnya bagi umat Islam, mungkin bisa bangkit dan berjaya lagi seperti dulu. Karena, Negara kita mayoritas Islam, dan pemimpin kita juga orang-orang Islam, seharusnya mereka tahu sejarah mengenai peradaban Islam, dengan begitu mereka bisa mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran di masa lalu, sehingga faktor-faktor itu yang ada di masa sekarang mereka jauhi dan faktor-faktor kemajuan di masa lalu mereka terapkan di masa sekarang ini. Mungkin dengan begitu bisa membuat Negara kita maju.

BAB IV

P E N U T U P



A.    Kesimpulan

Dinasti Aghlabiyah ini didirikan di Aljazariyah dan Sisilia oleh Ibrahim bin Aghlab, seorang yang dikenal mahir di bidang administrasi. Dengan kemampuan ilmu administrasinya, ia mampu mengatur roda pemerintahannya dengan baik.

Dinasti Fathimiyah didirikan oleh Said bin Husain alias Ubaidillah al-Mahdi pada tahun 909 M. oleh karena itu Dinasti ini juga disebut Dinati Ubaidiyah. Dinasti Fathimiyah berdiri di Tunisia, sebelum akhirnya pindah ke Mesir pada 969 M. Dinamakan Fathimiyah karena dikaitkan dengan Fatimah binti Muhammad saw., istri Ali bin Abi Thalib. Ubaidillah mengklaim dirinya sebagai keturunan Ali dan Fatimah melalui Ismail bin Ja’far as-Sidiq. Dinasti Fathimiyah bermazhab syiah. Dinasti ini berkuasa tahun 297 – 567 H / 909 – 1171 M.

Bani Ayubiyah merupakan keturunan Ayyub, seorang keturunan suku Kurdi dari Azerbaijan. Nama Ayubiyah dikaitkan dengan nama ayah Salahuddin, Ayyub bin Syadzi. Dinasti ayubiyah berdiri di atas puing-puing dinasti Farimiah Syi’ah di Mesir. Setelah meninggal, Syirkuh diganti oleh Salahuddun al-Ayubi. Kematian khalifah al-Adid dari Fathimiyah pada tahun 567 H/ 1171 M., adalah tanda berakhirnya dinasti Fathimiyah; dan kekuasaan diambil oleh Salahuddin al-Ayubi.

Dinasti Murabbiatun adalah salah satu dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi, Spanyol. Nama Murabbitun berkaitan erat dengan nama tempat tinggal mereka (Ribat, semacam Madrasah). Mereka biasa juga diberi sebutan Al Mulassimun (pemakai kerudung menutupi wajah). Asal usul dinasti dari Lemtuna, salah satu puak dari suku Senhaja. Berawal dari sekitar 1000 anggota pejuang dan ajaran madzhab yang mereka anut. wilayahnya meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus.

Al Mohadiyah atau Al Muwahhidun muncul sebagai reaksi dari Al Murabbitun yang dianggap telah melakukan banyak penyimpangan dalam aqidah, berkembang di Afrika Utara berpusat di Marakesy dan sebagian wilayah Andalus (Spanyol).

B.     Rekomendasi

Diharapkan dengan adanya sedikit informasi dari makalah ini, kita dapat memetik pelajaran yang ada di dalamya. Karena kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Dan kami mengharapkan agar teman-teman bisa mencari lebih banyak lagi informasi dari buku-buku lain untuk menambah pengetahuan teman-teman.

DAFTAR PUSTAKA



Albert Hourani.2004. Sejarah Bangssa-bangsa Muslim. Bandung: Mizan Media Utama.

Darsono dan Ibrahim.2009.Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam: untuk kelas VIII Madrasah Tsanawiyah. Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Jaih Mubarok. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Mundzirin Yusuf, Irfan Firdaus, Sujadi, Riswinarno, Zuhrotul latifah, dan Syamsul Arifin. 2006. Menelusuri jejak Peradaban Islam: Sejarah Kebudayaan Islam untuk MTs kelas IX. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Musyrifah Sunanto. 2007. Sejarah Islam Klasik. Jakarta:Kencana.

[1]Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 161-163

[2] Mundzirin Yusuf, Irfan Firdaus, Sujadi, Riswinarno, Zuhrotul latifah, dan Syamsul Arifin. 2006. Menelusuri jejak Peradaban Islam: Sejarah Kebudayaan Islam untuk MTs kelas IX. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Hlm. 44

[3] Jaih Mubarok. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Hlm. 104

[4] Albert Hourani.2004. Sejarah Bangssa-bangsa Muslim. Bandung: Mizan Media Utama. Hlm. 104

[5] Jaih Mubarok . Op.cit.  hlm. 104

[6] Ibid. hlm.101

[7] Ibid. Hlm. 105

[8] Albert Hourani Op cit.  Hlm. 105

[9] Jaih Mubarok. Op cit. Hlm.105

[10] Ibid. Hlm. 101-102

[11] Jaih Mubarok. Op cit. Hlm. 106

[12] Ibid

[13] Ibid

[14] Mundzirin Yusuf, Irfan Firdaus, Sujadi, Riswinarno, Zuhrotul latifah, dan Syamsul Arifin. Op cit. hlm. 54

[15] Jaih Mubarok. Op cit. Hlm 107

[16] Darsono dan Ibrahim.2009.Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam: untuk kelas VIII Madrasah Tsanawiyah. Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Hlm. 88

[17] Jaih Mubarok. Op cit. Hlm.107

[18]Jaih Mubarok. Op cit. Hlm. 108

[19] Ibid

[20] Musyrifah Sunanto. 2007. Sejarah Islam Klasik. Jakarta:Kencana. Hlm. 129

[21] Musyrifah Sunanto.Opcit. Hlm. 132-133

[22] Ibid. Hlm. 135

[23] Ibid.Hlm. 137

[24] Jaih Mubarok. Op cit. Hlm.137

[25] Musyrifah Sunanto. Op cit. Hlm. 140

ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM

islam
ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM

A. ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM

            Aliran yang mula-mula timbul dalam Fiqh Islam antara lain adalah:

    Aliran ahlul hadist (aliran tradisionalisme)
    Aliran ahlu ra’yi atau ahlul qias (aliran rationalisme). [1]

Aliran-aliran tersebut akan dijelaskan seperti dibawah ini:

1.      Aliran Ahlul Hadist (Aliran Tradisionalisme)

Ahlul hadist adalah golongan ulama fiqh yang berpegang hanya kepada al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW saja. Ahlul hadist ini dalam perkembangan selanjutnya, terbagi kepada beberapa aliran antara lain:

a.       Aliran Malikiyah, ialah pengikut Imam Malik bin Anas (penganut mazhab Maliki)

b.      Syafe’iyah , ialah pengikut Imam Muhammad bin Idris as Syafe’I (pengikut mazhab Syafe’i).

c.       Hambaliyah pengikut Imam Ahmad bin Hambal (penganut Mazhab mazhab Hambali).

d.      Zhahiriyah ialah pengikut Daud bin Al Azhzhihary (penganut nazhab Azhzhihary)

Pelopor ahlul hadis tersebut adalah Sa’ad bin Musayyah, yang wafat tahun 93 H. beliau terkenal ahli Qira’at/Faqaha tujuh di Madinah, di samping itu juga seorang pemimpin golongan Thabi’in. Jadi ahlul hadis ini berkembang di Hejaz. Ini dilatarbelakangi karena penduduk Hejaz tersebut lebih banyak mengenal hadis Rasul. Lebih perbuatan dan ketetapan Rasul. Hejaz pada saat itu merupakan pusat tempat lahirnya para ulama dan thabi’in.para ulama ini menerima pendapat/pemikiran para Fuqaha dan sahabat serta dari para thabi’in. aliran ahlul hadis ini selanjutnya dikenal dengan ulama “Madrasah Hadits”.

2.      Aliran Ahlul Ra’yu atau Ahlul Qiyas (Aliran Rasionaliame)

Yang dimaksud dengan Aliran Ahlul Ra’yu atau Ahlul Qiyas adalah golongan ulama Fiqih Islam yang berpegang/berpedoman pada hasil penelitian (Ra’yi) atau kepada Qias (hasil Ijma’). Ahlul Ra’yu ini kemudian terkenal dengan aliran Madrasah, pengikutnya yaitu Hanafiah, ialah pengikut Imam Abu hanifah, dengan mazhabnya “Hanafi”. Tempat lahir dan berkembangnya di Irak. Sebagai pelopornya yang terkenal adalah Ibrahim bin Yazid bin Qais An Nachaiy, yang meninggal pada tahun 96 H.



B.   METODE ALIRAN AHLUL HADIST DALAM MENGISTINBATHKAN HUKUM

            Apabila para ulama hadits, mendapatkan hadits yang berbda-beda, maka mereka mengambil hadits sebagai sumbe hukum, dari hadits yang diriwayatkan oleh para perawi hadits yang lebih utama dan memenuhi persyaratan. Kalau para ulama tersebut tidak menemukan haditsnya, selanjutnya mereka meninjau dan mempedomani pandapat para sahabat Nabi. Andaikata tidak juga diperoleh pendapat para sahabat mengenai masalah yang sedang dihadapi para ulama hadits tersebut, maka selanjutnya barulah mereka melaksanakan ijtihad untuk menyelasikan suatu masalah hukum Islam, atau mereka belum/tidak menyampaikan kepada masyarakat. Masa mereka enggan berfatwa ini tidak lama, hanya sampai kepada masa wafatnya Imam Daud Ibnu Ali.



C. ALIRAN-ALIRAN DALAM POLITIK HUKUM ISLAM

1. Khawarij

            Golongan ini adalah sebagian dari pengikut Khalifah Ali yang keluar dari barisannya dalam perang Shiffin.perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase) untuk menyelesaikan konflik antara Ali dan Muawiyah. Dalam tahkim ini disepakati bahwa masing-masing pihak diharuskan mengirimkan seorang hakam (juru damai, arbitrator). Daumatul Jandal dipilih sebagai tempat pelaksanaan tahkim.[2] Mereka keluar dari barisan Ali setelah hasil dan keputusan tahkim diumumkan. Sebab, menurut mereka proses pelaksanaan tahkim dan keputusannya mengandung cacat, tidak adil dan bahkan bertentangan dengan ketentuan Al-Quran.

            Kemudian ketika Ali berusaha mengkonsolidasikan pasukannya untuk mengadakan pertempuran baru, karena ia sendiri tidak dapat menerima keputusan tahkim, sebagian anggota pasukan menolak untuk ikut kembali berperang. Bahkan ketika berada di tengah perjalanan pulang ke Kufah, sekitar 12.000 orang memisahkan diri dari pasukan Ali dengan mengumandangkan semboyan La hukma illa lillah.[3] Karenanya mereka disebut Khawarij (orang-orang yang keluar). Mereka juga disebut al-Muhakimat (orang yang berhukum), karena semboyan mereka itu.

            Pemikiran politik Khawarij yang cemerlang dan brcorak demokratis dalah mengenai masalah siapa yang berhak menjadi khalifah atau imam, dan atau kepala negara kalau memang dibutuhkan oleh umat Islam. Golongan ini berpendapat, masalah ini berkaitan dengan kemaslahatan umat, dan karena itu ia bukanlah hak monopoli suku tertentu. Siapapun, apakah ia orang Quraisy atau bukan, atau apakah ia orang Arab atau bukan Arab, boleh menjadi khalifah selama ia mempunyai kemampuan untuk memegang jabatan itu.[4]

2. Syi’ah

            Kaum Syi’ah adalah para pengikut setia Ali bin Abi Thalib. Keyakinan mereka yang amat tinggi kepadanya membawanya kepada suatu keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah al-Khalifat al-Mukhtar (Khalifah Terpilih) dari Nabi SAW, karena ia dianggap sahabat terbaik diantara sahabat-sahabat Nabi.[5] Artinya mereka meyakini yang berhak mengendalikan pemerintahan, pasca Nabi adalah imam baik pemegang kepemimpinan politik maupun kepemimpinan spiritual (agama). Dan jabatan imam adalah hak istimewa Ahl al-bait (keluarga Nabi), yaitu Ali bin Abi Thalib. Dalm hubungan ini Al-Muzaffar mengatakan: “Kami meyakini bahwa Imamah adalah salah satu dari ajaran Islam yang fundamental (ushul al-din) dan keyakinan seseorang tak pernah menjadi sempurna tanpa meyakini imamah itu.[6] Itulah sebabnya Syi’ah Dua Belas dan Syi’ah Tujuh disebut juga Syi’ah Imamiyah.

            Paradigma pemikiran Syi’ah Imamiyah tentang imamah adalah imamah bukan urusan yang bersifat umum yang diserahkan kepada umat dan menentukan orang untuk memegang jabatan itu menurut kehendak mereka. Sebab masalah imamah termasuk rukun agama dan kaidah Islam. Karena itu Nabi tidak boleh melupakannya dan menyerahkannya kepada umat. Bahkan Nabi wajib menentukan imam bagi umat Islam, dan imam adalah ma’shum (suci) dari dosa-dosa besar dan kecil.[7] Untuk meletigimasi keyakinan ini kaum Syi’ah mengemukakan nash (bukti tekstual) dari Nabi yang menetapkan Ali dan keturunannya untuk menjadi imam atau khalifah menggantikan Nabi setelah beliau wafat.[8]

            Nash ucapan Nabi yang mereka kemukakan adalah:

من كنت مولاه فعلى مولاه، اللهم وال من ولاه وعا د من عا ده

“Barang siapa menganggapku pemimpinnya maka Ali juga adalah pemimpinnya. Ya Allah, jadilah penolong terhadap orang yang mengikutinya dan jauhilah orang yang memusuhinya.”

3. Muktazilah

            Secara politis penamaan golongan muslim ini merujuk kepada para sahabat seperti Saad bin Abi Waqqas, Abdullah bin Umar, Zain bin Tsabit dan lain-lain yang mengambil sikap netral terhadap pengangkatan Ali sebagai Khalifah Keempat. Mereka tidak memberi baiat atau dukungan kepada Ali. Mereka juga memisahkan diri (I’tazala) dari permusuhan antara kubu Muawiyah dan kubu Ali dengan sikap netral; tidak berpihak kepada salah satu pihak. Mereka memilih pergi ke mesjid untuk membaca al-Quran dan mendalami pengetahuan agama dengan akal dan hati mereka.[9]

            Tentang siapa yang berhak memegang imamah atau khalifah bagi muktazilah, bukan hak istimewa keluarga atau suku tertentu                   

4.Murjiah

5. qodqriah dan jabbariahh

6. ahlisunah dan jamaah

[1] Prof. TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Penerbit CV. Mulya Jakarta, 1967, hlm.

[2] Hasan Ibrahim Hasan, Tarihk al-Islam, Jilid III, hlm. 371.

[3] Ibn al-Atsir, Al-Kamil fi al-Tarikh, Jilid III, Dar al-Shadir, Bairut, 1965, hlm. 221.

[4] Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jilid III, Maktabat al-Nahdhat al-Mishriyat al-Qahirat, 1963, hlm. 332, dan Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abd al-Mu’thi Muhammad, Al-Fik al-Siyasi fi al-Islam, Dar al-ma’rifat, Iskandariyat, 1987, hlm. 125.

[5] Abu Zahroh, op.cit., hlm. 35.

[6] Muhammad Rida al-Muzaffar, The Faith of Shi’a Islam, Ansariyah, Qum, 1989, hlm. 31.

[7] Ibid., hlm. 35.

[8] Al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal, Dar al-Fikr, tt. Hlm. 146.

[9] Jalal Syaraf dan Ali, op.cit., hlm. 129.

PERBEDAAN TENTANG WAKTU MELEMPAR JUMRAH WAKU MELEMPAR JUMRAH

melempar jumroh

PERBEDAAN TENTANG WAKTU MELEMPAR JUMRAH WAKU MELEMPAR JUMRAH

A. Asal Usul Disyariatkannya
            Diriwayatkan dari salim bin abi ja’ad yang diterimanya dari ibbnu ‘abbas oleh baihaki bahwa nabi saw bersabda : “tatkala Ibrahim As sedang melakukan upacara haji, setan di jumratul’aqabah, maka dilemparnya dengan tujuh buah batu, huingga setan itu rubuh ketanah.
Kemudian muncul lagi didepannya di jumrah ke dua, maka dilemparnya dengan tujuh buah batu-batu kecil hingga setan itu rubuh pula ke tanah.
Setelah itu datang lagi di jumrah ke tiga maka di lemparnya juga dengan tujuh batu hingga ia rubuh ketanah.
- Kata ibnu abbas ra,: Setan itu kamu lempari, dan agama nenek moyang mu kamu turuti.

B. Hikmahnya
            Berkata abdul hamid al-ghazali rahimahullah dalam buku al-ihya’ sebagai berikut: mengenai melempar jumrah hendaklah di niatkan oleh si pelempar tunduk kepada perintah dan menyatakan pengabdian dan penghambaan diri, didorong oleh semata-mata ketundukan dan kepatuhan, tanpa memberikan lowongan bagi pengaruh cita ataupun rasa.
Kenudian hendaklah di maksudkannya pula buat mengikuti jejeak langkah ibrahim sewaktu dihadang oleh iblis ditempat itu untuk merusak ibadah hajinya atau menggodanya agar melakukan ma’siat, lalu ia di titah oleh Allah swt, agar melemparnya dengan batu untuk mengusirnya dan mematahkan harapannya.



C. Hukumnya
            Jumhur ulama bependapat bahwa melempar jumraoh itu hukumnya wajib dan ia merupakan rukun, dan bahwa meninggalkannya dapat diganti engan menyembelih hewan. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh ahmad muslim dan nasai dari jabir ra, yang katanya :
رءيت النبى صلى الله عليه و سلم يرمى الجمرة على راحلته يوم النحر, ويقول: لتآخذ واعنى منا سككم فآنىذ

 لاآدرى لعلى لاأحج بعد حجتى هذه

“saya melihat nabi saw. Melempar jumrah dari kendaraannya pada hari nahar, lalu sabdanya; “hendaklah kamu mencontoh upacara-upacara haji mu dari padaku, karena aku tidak tahu apakah aku masih akan naik haji lagi setelah haji ini”
            Dan diterima dari abdurrahman taimi, katanya  :

“kami di titah oleh rasulullah saw, buat melempari jumrah diwaktu haji wada’ dengan batu-batu kecil sebesar kacang

D. Besar Krikil Dan Jenisnya
            Krikil yang digunakan cukup sebesar biji kacang. Karena itu para ahli berpendapat bahwa itu adalah sunah. Seandainya seseorang melampauinya cukup menghukumi makruh.
Tetapi menurut ahmad tidak sah, sampai ia menggantinya dengan batu-batu krikil, berdasarkan perbuatan nabi saw., juga larangannya terhadap demikian. Diterima dari sulaiman bin ‘amr bin ahwsah Azdi yang diterimanya dari ibunya yang mengatakan : “saya dengar rasulullah saw. Ketika itu ia sedang berada di dasar lembah-bersabda: “ hai manusia! Janganlah kamu berbunuh-bunuhan! Maka jika kamu melempar jumroh, gunakanlah batu-batu krikil”.
            Dalam hal ini golongan hanafi berbeda pendapat. Menurut mereka boleh dengan apa juga termasuk jenis tanah, baik berupa batu, tanah, tembikar, batu bata dan lain. Karena hadits-hadits yang di terima mengenai melempar adalah  mutlak tanpa kaitan.  Mengenai perbuatan rasulullah saw, dan para sahabat hanya menunjukan bukan keutamaan, bukan pembatasan.

E. Dimana Diperoleh Krikil
            Ibnu ‘umar iasa mengambil batu-batu krikil itu di mizdalifah, halitu juga di lakukan oleh sa’id bin jubeir,: “orang-orang mengambil bekal krikil itu di sana”. Dan imam syafi’i memandangnya itu sunah.
            Boleh juga melelmpar dengan krikil-krikil bekas, yakni yang dipungut dari keliling jumrah. Tetapi bagi golongan hanafi, juga bagi ssyafi’i dan ahmad, hukumnya makruh.

F. Syarat-Syarat Melempar Jumrah
1.      Melontar dengan tangan jika mampu, dan perbuatannya harus yang bernama melontar (bukan meletakkan dan lain sebagainya).
2.      Yang dilontarkan harus batu dan sebangsanya (batu, yaqut, akik dll).
3.      Yang dituju dengan pelontaran tersebut adalah lobang tempat batu-batu kerikil, bukan tugu yang berada di tengahnya dan bukan dinding di kanan kirinya.
4.      Batu kerikil yang dilemparkan harus jatuh kedalam lobang Jumrah yang dilempari tersebut dengan yakin.
5.      Melontar Jumrah 7 kali dengan yakin, walaupun hanya dengan satu batu yang digunakan berulang kali. Andaikata dengan 7 batu yang dilontarkan sekaligus maka pelontaran tersebut dihitung satu kali.
6.      Pelontaran Jumrah pada hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13) harus tertib, yakni mendahulukan Jumrah Ula kemudian Jumrah Wustha dan yang terakhir Jumrah Aqobah.
7.      Pelontaran Jumrah tidak didorong oleh niatan yang lain yang bukan ibadat Haji.
8.      Harus masuk waktu pelontaran Jumrah tersebut. Tidak sah dilakukan diluar waktunya.
G. Sunnat-Sunnat Melontar Jumrah
Diantaranya :
1.      Dengan tangan kanan.
2.      Kerikilnya kira-kira sebesar kacang tanah atau lebihkecil dari ujung jari.
3.      Kerikilnya dicuci.
4.      Setiap lontaran disertai dengan bacaan takbir.
5.      Menghadap kiblat waktu melontar Jumrah pada hari-hari Tasyriq.
6.      Berdo’a kepada Allah dengan menghadap kiblat sesudah melontar Jumrah Ula dan Wustha.
7.      Muwalat / berturut-turut anatara lontaran-lontaran setiap Jumrah.


H. Waktu Melempar Jumroh  Menurut Para Ulama’ Fiqh
            Para ulama berbedapendapat tentang orang yang melontar jumroh aqabah sebelim terbitnya fajar:

1. malik menilai tidak sampai berita kepada kami bahwa rasulullah saw memberi rukhsah (keringanan) pada seorang pun untuk melontar jumrah aqabah sebelum terbit fajar.
Jadi hal itu tudak boleh dilakukan. Apa bila ia melontarnya sebelum terbit fajar maka dia wajib mengulang kembali lontarannya.
Inilah pendapat abuhanifah, sufyan dan ahmad.
2. syafi’i berpendapat: tidak mengapa dia melakukannya. Meski syafi’i menganjurkan agar melntar setelah terbit fajar.
hujjah mereka yang tidak membolehkannya adalah perbuatan nabi saw di samping sabda beliau:
خدوا عنى منا سككم

“ambilah dari ku cara ibadah haji kalian”

Dan hadis yang diriwayatkan dari ibnu abbas ra. Bahwa rasulullah saw mendahulukan orang-orang lemah dari keluarga beliau seraya bersabda:

لاترموا الجمرة حتى تطلع الشمس

“janganlah kalian melontar jumrah sampai matahari terbit”.

            Sedangkan dasar pegangan kalangan ulama yang membolehkan melontar jumrah sebelum fajar adalah hadis ummu salamah ra yang diriwayatkan oleh abu daud dan perawi lainnya yaitu bahwa aisah ra berkata : rasulullah sawmenjmput ummu salamah pada hari penyembelihan hewan kurban, lalu ia melontar jumrah sebelum fajar. Setelah itu dia berlalu dan mengerjakan tawaf ifadoh. Hari itu adalah giliran beliau rasulullah saw untuk bersamanya.
            Para ulama telah bersepakat bahwa waktu yang di anjurkan untuk menlontar jumrah aqabah adalah setelah matahari terbit sampai tergelincirnya matahari. Dan jika seseorang maka lontarannya sebelum matahari terbenam maka lontarannya di anggap sah dan ia tidak menanggung apapun. Malik menganjurka untuk menyambelih hewan kurban.
            Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang melintar jumrah aqabah sat matahari telah terbenam dan telah massu kemalam hari atau hari berikutnya.
1. malik berpendapat dia wajib membayar denda (Hewan)
2. abu khanifah menilai jika dia melontarnya pada malam hari, dia tidak terkena kewajiban apa pun. Namun jika ia mengakhirkannya hingga esok hari, maka ia wajib membayar denda.
3. sedangkan abu yusuf, muhammad, dan syafi’i berpendapat jika ia mengakhirkannya hingga malam hari atau hari berikutnya, dia tidak terkena kewajiban apapun.
Hujjah mereka (madzhab ke3) adalah sebuah hadis bahwa rasulullah saw memberu rukhsah kepada para pengambala unta untuk melakukan hal tersebut. (maksudnya, eliau membari mereka rukhsah untuk melempar pada malam hari)
Ada seseorang yang bertanya kepada rasulullah saw, “wahai aku melontar jumrah pada malam hari”. Beliau menjawab, “tidak mengapa”

            Hukum melempar Jumroh adalah wajib dan bila ditinggalkan, maka ia harus membayar Dam

            Melempar Jumroh Aqobah pada tgl 10 Dzul Hijjah Afdholnya dilaksanakan sebelum mengerjakan amalan yang lain sesampainya ke Muna dari Muzdalifah, karena amalan tsb sebagaimana thawafnya orang yang masuk Masjil Haram Makkah adalah Tahiyyatal Masjid;
Melempar Jumroh Aqobah tgl 10, adalah Tahiyyatal Muna.

            Melempat Jumroh Aqobah “ Afdolnya “ setelah terbit Matahari hingga tengah hari (Zawal) menurut pendapat Ulama’ Jumhor, sedangkan hukum jawaz (bolehnya) memulai melempar Jumroh Aqobah pada tgl. 10 (hari Nahr) berbagai pendapat :

1. Menurut Imam Syafi’i
Masuknya waktu melempar jumroh Aqobah adalah tengah malam akhir pada malam Idul Adha, sampai akhir hari Tasyriq (tgl 13 Dzul Hijjah) ketika terbenamnya Matahari, hal itu dibolehkan; Dan Apabila sampai batas waktu tersebut tidak melempar Jumroh, maka ia harus membayar Dam.

2. Menurut Imam Hanafi
Masuknya waktu melempar Jumroh Aqobah adalah terbitnya Fajar hingga  terbenam-nya Matahari pada hari Nahr dan boleh melempar pada malamnya hingga fajar hari berikutnya, akan tetapi hukumnya Makruh, dan tidak membayar Dam. Dan apabila di akhirkan hingga terbenam Matahari pada akhir hari Tasyriq, maka boleh, akan tetapi ia harus membayar Dam. (dan tidak dikatakan qodlo’)


3. Menurut Imam Maliki
            Masuknya waktu melempar Jumroh Aqobah adalah terbitnya Fajar hingga terbenam-nya Matahari pada hari Nahr dan itu dikatakan Ada’. Adapun setelah terbitnya Matahari hingga akhir Hari Tasyriq maka dikatakan Qodlo’ dan ia harus membayar Dan dengan Qodho’

4. Menurut Imam Ahmad bin Hambal
            Masuknya waktu melempar jumroh Aqobah adalah tengah malam pada malam Idul Adha, sampai akhir hari Tasyriq (tgl 13 Dzul Hijjah) ketika terbenamnya Matahari, dan tidak sah dilakukan pada malam hari di hari-hari Tasyriq, dan jika di akhirkan melemparnya pada ahir hari Tasyriq, maka tidak boleh melempar kecuali setelah Zawal. Dan tidak membayar Dam.

            Adapun berhentinya membaca talbiyahnya orang yang berhaji, menurut  Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Ahmad bin Hambal dan para Ulama’ Jumhur adalah ketika awal melempar Jumroh Aqobah (lemparan kerikil yang pertama).
Waktu melempar Jumroh pada hari-hari Tasyriq dan hukumnya Hukumnya : wajib dan meninggalkannya herus membayar Dam
Waktunya  :
            Tidaklah sah melempar Jumroh kecuali setelah Zawal (Matahari di tengah-tengah / siang hari), ini pendapat Ulama’ Jumhur dan Imam 4. sebagaimana hadits Jabir :
yang artinya  “ Bahwa Rasulullah s.a.w melempar Jumroh pada hari pertama dhuha (pagi hari setelah terbit Matahari), kemudian beliau tidak melempar lagi setelah itu kecuali setelah turunnya Matahari (setelah Zawal)” HR. Muslim.
Dan dari Ibn Umar berkata “ Kami menanti saat baik, tiba2 Matahari telah turun, maka kami melempar ( Jumroh ) HR. Bukhori
Akhir waktu melempar Jumroh yaitu tgl 13 Dzul Hijjah, ketika terbenam Matahari, menurut pendapat Ulama’ Jumhur, Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i Dan apabila diakhirkan hingga malam hari sebelum Fajar, maka tidaklah membayar Dan, menurut Abu Hanifah.
CATATAN :
1. Sesudah melontar Jumrah Aqobah tersebut, orang Haji disunnatkan menyembelih qurban atau hewan hadyu. Waktu penyembelihan di mulai ketika terbit matahari pada hari raya Adha dan sesudah kira-kira shalat Id dengan kedua khutbahnya dilakukan, dan berakhir dengan masuknya waktu Maghrib tanggal 13 (yakni berakhirnya hari Tasyriq).
2 a. Melontar Jumrah Aqobah saja itu, awal waktunya ialah malam 10 sesudah pertengahan malam dan penghabisannya tanggal 13 sebelum Maghrib.
 b. Melontar Jumrah Ula-Wustha-Aqobah tanggal 11, awal waktunya ketika masuk waktu Dzuhur tanggal tersebut dan penghabisannya tanggal 13 sebelum Maghrib.
 c. Melontar Jumrah Ula-Wustha-Aqobah tanggal 12, awal waktunya ketika masuk waktu Dzuhur tanggal tersebut dan penghabisannya tanggal 13 sebelum Maghrib.
 d. Melontar Jumrah Ula-Wustha-Aqobah tanggal 11, awal waktunya ketika masuk waktu Dzuhur dan penghabisannya tanggal 13 sebelum Maghrib.
 e. Jadi andai kata orang Haji hendak melakukan semua pelontaran tersebut dijadikan satu waktunya pada tanggal  13 sebelum Maghrib adalah sah dan termasuk ada’ (bukan qodho’) asal tertib. Yaitu : Milik Jumrah Aqobah tanggal 10 didahulukan, kemudian milik tanggal 11 Ula-Wustha-Aqobah, kemudian milik tanggal 12 Ula-Wustha-Aqobah, kemudian milik tanggal 13 Ula-Wustha-Aqobah. Kalau  dibalik tidak sah.









BABA III
KESIMPULAN

            Dalam hidup ini perbedaan sudah pasti ada, namun perlu di ketahui bahwa perbedaan itu adalah rahmat dari allh swt, yang harus kita jaga, apa lagi perbedaan yang terjadi di kalangan para ulama, yang sudah pasti mereka(4 madzhab) bukan lah sosok yang biasa tetapi mereka adalah sosok yang luar biasa dalam bidang lmu agama, jadi pada intinya hargai lah sesama ulama dikala mereka berbeda pandangan tentang masalah furu’.






















DAFTAR PUSTAKA

Abu Al Majd Ahmad, Bidayatul Mujtahid (Ibnu Rusyd), Jakarta Pustaka Azzam , 2006. Jilid 1
Syaf Mahyudin, Terjemeh Fikkih Sunnah (Sayyid Sabiq), Bandung , Alma ‘Arif, 1993. Jilid 5
Dr Abdullah Kamil Umar, Tabel Empat Madzhab, Solo Media Dzikir 2010, cet 1
Abdul Azis Dahlan, (Ed.) 2006. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiyar Baru van Hoeve.

Translate

Jalanku Untuk-MU