TRANSLATE THIS BLOG

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Kamis, 10 November 2011

makalah teori-teori psikologi belajar


BAB II
TEORI-TEORI PSIKOLOGI BELAJAR

A.  3 GRAND TEORI PSIKOLOGI BELAJAR
      Secara pragmais, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan eksperimen terdapat tiga macam teori yang sangat menonjol, yaitu:
  1. Connectionism (koneksionisme)
  2. Classical Conditioning (pelaziman klasikal)
  3. Operant Conditioning

1.      Connectionism (Koneksionisme)
Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) yang bedasarkan eksperimen dengan menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Eksperimennya tersebut dikenal dengan nama Instrument Conditioning yang artinya tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai ekperimental (penolong), untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki, berdasarkan eksperimen tersebut Thorndike mengambil sebuah kesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon.
      Dalam eksperimen itu ada dua hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena baru, yaitu:
  1. Keadaan kucing yang lapar (sifat rasa lapar) yang merupakan motivasi dua hal yang sangat vital dalam berlajar.
  2. Tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, yang merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai respon menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respons akan semakin kuat. Begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan eksperimen tersebut, ia juga menarik sebuah kesimpulan bahwa belajar itu melalui proses Trial dan Eror (mencoba-coba dan mengalami kegagalan) dan Law Of Effect (Ngalim Purwanto, 1996: 99). Law Of Effect ini juga mengilhami kemunculan konsep Reinforcer dalam teori Operant Conditioning hasil penemuan B.F Skinner.
Selain Law Of Effect, Thorndike juga mengemukakan hukum yang lain yaitu Law Of Readness, belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan dan Law Of Exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan (Nana Syaodin Sukmadimata, 2004: 169). Selain itu Law Exercise (hukum latihan) juga merupakan generalisasi atas Law Of Use dan Law Of Disuse. Menurut Hilgard dan Bower (1975) jika prilaku (perbuatan hasil berlajar) tidak sering dilatih atau digunakan maka ia akan terlupakan atau sekurang-kurangnya akan menurun.
2.   Classical Conditioning (Pelaziman Klasikal)
      Perkembangan belajar dalam psikologi didefinisikan sebagai perubahan yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman, karena adanya peruahan perilaku yang bersifat relatif tetap, maka perubahan yang relatif tetap pada diri kita sesudah kita berlajar mengenai sesuatu hal tersebut akan memungkinkan kita menunjukan belajar ini pada kesempatan lain.
      Satu diantara teori belajar yang paling awal dan paling terkenal adalah perlaziman kasikal (Classical Conditioning) yang sekarang banyak dikaitkan dengan nama Ivan Pavlov.
      Pavlov adalah seorang psikolog yang mengadakan pengamatan terhadap refeks pengeluaran air liur pada anjing. Pavlov ingin mengetahui mengapa anjing tersebut menunjukan penyimpangan prilaku dari prilaku normalnya. Ia berfikir apabila anjing dapat menghubungkan antara ember dan makanan, tentunya anjing dapat menghubungkan antara makanan dengan beberapa benda atau kejadian yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan makanan, sehingga anjing tersebut mulai merespon dengan mengelurakan air liur.
Penghapusan Respons Yang Bersyarat
       Rangsangan tak-bersyarat akan menguatkan (reinforce) respons terhadap rangsangan tak bersyarat dan memperkuat respons, tanpa rangsangan tak bersyarat tak akan muncul respons bersyarat. Apabila sekarang membunyikan lonceng tetap dialnjutkan tanpa dilakukan pengusaan respons binatang dengan makanan yang

bertidak sebagai rangsangan tak bersyarat, maka mengeluarkan air liur atau respons bersyarat secara terhadap akan hilang dan proses ini dinamakan dengan penghapusan. Apabila rangsangan bersyarat dibunyikan lagi sesudah selang beberapa waktu bagi binatang untuk istirahat. Respons banyak mungkin akan muncul lagi meskipun lebih lemah. Kejadian ini dinamakan pemulihan spontan.
Penyamarataan
      Proses dasar Classical Condoitioning dapat dibuat lebih fleksibel dengan adanya penyamarataan (Generalization). Rangsangan lain jika dibuat sedikit lebih mirip dengan rangsangan bersyarat yang asli, juga akan menimbulkan respon. Misalnya: sebuah lonceng yang nadanya lebih tinggi atau sedikit lebih rendah dari pada lonceng yang asli atau bahkan bunyi bertalu-talu, mungkin juga akan mendatangkan respons pengeluaran air liur terhadap percobaan tersebut.
Diskriminasi
      Binatang juga dapat diajari untuk “memilih rangsangan atau melakukan diskriminasi (to discriminate)”. Apabila kita membiasakan memunculkan bentuk lingkaran dengan penyajian makanan, binatang menjadi terbiasa mengeluarkan air liur pada pemunculan bentuk lingkaran. Diskriminasi sering kali digunakan di dalam percobaan mengenai pendugaan persepsi pada binatang. Apabila kita ingin mengetahui apakah seekor binatang mampu merasakan kehadiran sebuah segitiga diantara bebagai bentuk yang lain, maka kita harus membiasakan binatang untuk mengeluarkan air liur pada pemunculan segitiga dan menghilangkan kecenderungan yang lain yang mengarah kepada pengamatan, sehingga binatang akan hanya merespons terhadap segitiga saja.
Meskipun banyak kemungkinan dapat dihasilkan dari belajar coba tunggal, namun pelaziman klasikal masih kurang fleksibel dan kurang cukup cepat untuk memperjelas proses belajar yang memakan waktu yang cukuplama.
      Pelaziman klasikal (Classical Conditioning) mungkin merupakan bentuk belajar yang paling sederhana dan di dasarkan kepada refleks. Organisme dapat dibiasakan untuk memberikan respon refleks terhadap rangsangan yang berbeda, yaitu dengan jalan pengulangan pemunculan rangsangan bersyarat yang baru dengan rangsangan tak bersyarat yang asli. Apabila rangsangan bersyarat terus menerus dimunculkan secara tunggal,maka respons bersyarat secara terhadap akan melemah dan akhirnya hilang dan ini dikenal sebagai penghapusan. Organisme akan menyamaratakan respons terhadap rangsangan yang mirip dengan rangangan bersyarat, namun penyamaratakan ini dapat dikendalikan oleh pelaziman diskriminasi.
      Selain itu juga pelaziman klasikal dapat menjelaskan dengan cara bagaimana rasa takut cemas berkembang dan telah digunakan oleh para ahli tetapi prilaku untuk menghilangkan perasaan kobia atau untuk mengembangkan oversi terhadap prilaku yang tidak dapat diingikan.
3.   Operant Conditioning
      Pencipta teori  ini adalah Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904), “operant” adalah sejumlah prilaku atau respon yang membwa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Respon dalam Operant Conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan efek yang ditimbulkan oleh Reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya.
      Dalam salah satu eksperimennya, Skinner mengemukakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian dikenal dengan nama “Skinner Box”. Peti sangkar itu terdiri atas dua macam komponen pokok, yakni: manipulandum dan alat pemberi reinfordcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dengan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji dan batang pengangkit.
      Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus tersebut mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya mencakar dinding dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut “emitted behavior” (tingkah laku yang terpancar),yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memperdulikan stimulant tertentu, kemudian pada gilirannya, secara kebutuhan salah satu emitted behavior tersebut dapat menekan penyakit. Tekanan pengungkit ini dapat mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.
Butir-butir makanan yang muncul itu merupakan reinforcer penekanan pengungkit, penekanan pengungkit ini disebut tingakah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan.
      Selanjutnya proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk pada dua hukum operant yang berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of operant extinction. Menurut law of operant conditioning jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah.
      Teori belajar hasil eksperimen hasil Skinner secara prinsipil bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya prilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Teori ini sesungguhnya terdapat kelemahan diantaranya, yaitu:
a)      Proses belajar ini dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali gejalanya.
b)      Proses belajar ini bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot. Padahal setiap siswa mempunyai self direction (kemampuan mengarahkan diri) yang bersifat kognitif dan karangannya ia
  bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena ia lelah    atau berlawanan dengan kata hati.
c)      Percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya.
d)     Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat sulit diterima mengingat mencoloknya perdedaan karakter fisik dan psikis antara manusai dan hewan.
e)      Pribadi seseorang (cita-cita, kesungguhan, minat, emosi dan sebagainya) dapat mempengaruhi hasil eksperimen.
f)       Teori ini sangat sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan segala seluk beluk belajar yang ternyata sangat kompleks.

B.  IMPLIKASI TEORI-TEORI PSIKOLOGI BELAJAR
1.   Implikasi Teori Connectionism
      Para pemikir terdahulu percaya akan prinsip hedonisme yaitu bahwa orang cenderung memilih melakukan sesuatu yang menyenangkan. Menurut Thorndike hal tersebut terjadi karena ia mendapat respon yang pada saat sebelumnya telah melahirkan kesenangan, artinya kesenangan sebelumnya telah memperkuat atau memeberikan resforcement kepadanya untuk melakukan hal yang sama. Dalam hal ini Thorndike berupaya mengurangi pemikiran kaum mentalistik tersebut tentang hedonisme, dengan melakukan sejumlah eksperimen untuk menunjukkan bahwa dengan menggunakan subjek manusia sekalipun, belajar merupakan suatu proses otomatis yang membangun suatu hubungan langsung antara suatu stimulus dan satu respons dengan kesadaran yang minimal. Selain itu dalam kehidupan sehari-hari law of effect dapat terlihat dalam hal memberi penghargaan atau pendidikan, agar menjadi lebih baik. Dan kaerna adanya law of effect inilah maka terjadi hubungan (connection) atau asosiasi antara tingkah laku (reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan hasilnya (effect).
Selain itu impliksi dari teori connectionism (korektionisme) dalam belajar adalah kita akan belajar lebih giat lagi apabila kita memiliki motivasi dan adanya hasil atau efek positif yang memuaskan yang dicapai respons.
2.   Implikasi Teori Classical Conditioning
      Pada dasarnya classical conditioning sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks. Dapat disimpulkan bahwa teori belajar pembiasaan klasik adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respon. Dapat ditarik kesimpula bahwasanya dari hasil eksperimen Pavlov adalah apabila stimulant yang diadakan selalu disertai stimulus, penguat stimulus tadi cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon atau perubahan yang kita kehendaki. Menurut Skinner proses belajar yang berangsung dalam eksperimen Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang berbeda yaitu law of respondent conditioning dan law of respondent
extinction. Secara harfiah, law of respondent conditioning adalah adalah berarti hukum pembiasaan yang dituntut, sedangkan law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan yang harus dituntut.
      Menurut Hintzman yang dimaksud dengan law of respondent  conditioning jika dua macam stimulant dihadirkan secara stimulant maka refleks ketiga yang berbentuk dari respon atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
3.   Implikasi Teori Operant Conditioning
Dalam hal belajar menurut teori operant conditioning dijelaskan bahwa respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus melainkan ditimbulkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinfarcer.
Yang pada awalnya seseorang itu melakukan berbagai tindakan (trial and error) dan tanpa sengaja dari tindakannya tersebut menghasilkan apa yang ingin dicapai.













BAB III
KESIMPULAN

Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip utama atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Ada tiga macam teori yang sangat menonjol dan menjadi pendorong bagi para ahli untuk menemukan teori-teori baru yaitu:
  1. Connectionism (koneksionisme)
  2. Classical Conditioning (pelaziman klasikal)
  3. Operant Conditioning
Katiga teori tersebut mempunyai implikasi yang berbeda-beda pada proses proses belajar, implikasi teori Connectionism (koneksionisme) adalah kita akan giat belajar apabila kita mempunyai motivasi dan hasil yang memuaskan. Implikasi Classical Conditioning (pelaziman klasikal) adalah merupakan terori belajar yang terjadi apabila adanya suatu respon (stimulus) sedangkan implikasi Operant Conditioning adalah tanpa dibutuhkan suatu stimulus tetapi yang dibutuhkan atau dihasilkan adalah efek dari respons tersebut.

                                               














DAFTAR PUSTAKA

o   Hardy, Malcolm dan Steve Heyes. 1988. Pengantar Psikologi (Edisi Kedua). Jakarta : Erlangga.
o   Metty Hartati, dkk. 2004. Islam dan Psikolog. Jakarta : PT Raja Gravindo.
o   Muhibbin, Syah. 1997. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
o   Sardiman. 2006. Interksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

0 komentar:

Posting Komentar

Translate

Jalanku Untuk-MU