TRANSLATE THIS BLOG

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Kamis, 17 November 2011

AL-GHOZALI


AL – GHAZALI


A. Perkembangan intelektual dan spiritual al - Ghazali

            Al – ghazali ( nama lengkapnya : Abu hamid muhamad ibnu Muhamad al – Ghzali at – Thusi ) adalah seorang Persia asli . Dia di lahirkan pada tahun 450 H (1058 M )di Thus ( sekarang dekat mashed ), sebuah kota kecil di kurasan ( sekarang iran ). Dan si sana pula ia wafat dan di kuburkan tahun 505 H ( 1111 M ).
            Ayahnya seorang pengrajin yang bekerja memintal wol , dan hasilnya di jual sendiri di took thus, dengan kesibukannya yang sederhana itu , ayahnya menggemari kehidupan sufi . Sehingga ketika ia merasa ajalnya sudah tiba , ia berwasiat kepada seorang sufi , teman karibnya untuk memelihara anaknya yang masih kecil – kecil , yaitu : Muhamad dan Ahmad , dengan sedikit bekal wasiatnya . setelah harta tersebut habis , sufi yang hidup fakir dan tidak mampu memberinya tambahan . maka al – Ghazali dan adiknya di serahkan ke sebuah madrasah di thus untuk bisa memperoleh makanan dan pendidikan . Disinilah berkembangnya intelektual dan spiritual al – ghazali yang penuh arti sampai dengan hayatnya . Namun dalam perkembangan tersebut situasi cultural dan structural pada masa hidupnya juga berpengaruh sangat besar.

v  Situasi massa al – Ghazali
            Massa hidup al – Ghazali yang di habiskannya beberapa lama di khurasan , iran, Baghdad. Di irak ( puncak karir intelektualnya ) dan di damaskus , al – Quds , mekah , madinah dan kota lainnya.Situasi kultural dan struktural di daerah – daerah tersebutketika itu dapat di uraikan secara singkat sebagai berikut.
            Dari segi politik di dunia islam bagian timur , eksitensi dinasti Abbasiyah yang beribu kota di Baghdad, masih di akui . kota Baghdad di kuasai oleh dinasti saljuk pada tahun 1055 M , tiga tahun sebelu al – Ghazali lahir . Dinasti saljuk mencapai puncak kejayaan pada pemerintahan sultan Alp Arslan ( 1063 – 1072 M ) , dan sultan Malik Syah ( 672 – 1092 H ), dan wazirnya yang terkenal Nizam al – Muluk (1063 – 1092 M ) ,sesudah itu dinasti saljuk mengalami kemunduran karena tejadinya  perebutan tahta dan gangguan stabilitas keamanan di dalam negeri yang di lancarkan oleh golongan bathiniyah .
            Al – ghazali hidup dan berprestasi pada dua fase tersebut , baik pada massa kejayaan maupun pada massa kemunduran . Situasi politik dan keamanan dala negeri dinasti saljuk tidak stabil , karena adanya gangguan dari suatu golongan politik bawah tanah yang berbajukan islam , yakni gerakan bathiniyah. Dalam mensukseskan gerakannya , bathuiniyah tidak segan – segan mengadakan serangkai pembunuhan terhadap tokoh – tokoh penguasa dan ulam yang di anggap penghalang mereka . Di antara korbanya Nizam al – Muluk , wazir saljuk terbesar dan sangat berjasa bagi karier intelektual al – Ghazali , yang terbunuh pada tahun 485 H ( 1092 M ) .
            Usaha dinasti saljuk untuk menghancurkan gerakan ini dengan serangkai serangan ke pusat gerakan di Alamut selalu gagal . Gerakan ini baru dapat di hancurkan setelah 177 tahun berdiri dengan 8 pemimpin oleh tentara Tatar di bawa hulaku pada tahun 654 H (1256 M ).
            Pada massa al – Ghazali bukan saja terjadi disintegrasi di dalam politik umat islam , tetapi juga di dalam bidang sosial dan keagamaan . umat islam pada waktu itu terpilah – pilah dalambeberapa golongan madzhab fiqih dan kalm , masing – masing dengan tokoh ulamanya yang bersandar menanamkan fanatisme golongan pada umat . Tetapi dalam usaha menyuburkan madzhab dalam masyarakat , Nizam al – Muluk bertindak lebih etis dari pada pendahulunya . yaitu mendirikan sebuah madrasah yang di beri nama dengan menggunakan namanya sendiri :  madrasah Nizhamiyah pada tahun 469 H .dan pada wakyu itu juga terjadi suatu peristiwa yang si sebut Peristiwa Qusuary yaitu konfli fisik antara Asy – arisme dan Hanabillah , karena pihak pertama menuduh pihak ke dua sebagai tazsyim dan konflik ini meminta korban satu orang laki – laki . 
            Penamaan fanatisme madzhab dan aliran dalam masyarakat tersebut banyak melibatkan ulama. Hal ini karena adanya interdependensi antara penguasa dan ulama , para penguasa bisa memperoleh legimitasa terhadap kekuasaanya di mata umat. sebaliknya , dengan peranan para pengusa , para ulama memperoleh jabatan dan kemuliaan berikut dengan kemewahan hidup.
            Konflik sosial yang terjadi di kalangan umat islam pada masa al – Ghazali yang bersumber dari perbedaan persepsi terhadap ajaran agama , sebenarnya berpangkal dari adanya berbagai pengaruh cultural terhadap islam yang sudah ada sejak beberapa abad sebelumnya .
            Dalam abad 5 H , di dunia islam telah mncul beberapa orang tokoh pemikir besar sebelum al – Ghazali , diantaranya : Abu Abdullah Al – Baghdadi ( wafat 413 H ) , seorang tokoh syiah dan lain sebagainya . Dengan kehadiran mereka pada masa al – Ghazali , beberapa pemikiran mereka yang di serap oleh berbagai aliran yang hidup pada waktu itu tetap menjadi unsure cultural yang sangat berpengaruh dalam masyarakat islam . Di antara unsure kulural yang paling berpengaruh pada masa al – Ghazali ialah filsafat , baik filsafat yunani maupun india dan Persia . filsafat yunani banyak di serap oleh para teolog , filsafat India di adaptasi oleh kaum sufi , dan filsifat Persia banyak mempengaruhi doktrin Syiah dalam konsep imamah . Tapi yang paling penting dalamhal ini adalah masing – masing aliran menggunakan filsafat ( terutama logika ) sebagai alatnya . Sehingga semua intelektual , baik yang menerima maupun yang menolak harus mempelajari filsafat terlebih dahulu .

v  Karier Intelektual al – Ghazali
            Dalam usianya yang belum mencapai 20 tahun , ia melanjutkan studinya ke jurjan . Beliau belajar di seorang ulamayang bernama Abu Nashr al – Ismail , tidak di ketahui beberapa lam ia belajar di jurjan , sehingga beliau dapat menguasai pelajaran yang di dapatkan dari jarjan dengan baik .Beliau juga sempat belajar tasawuf kepada Yusuf al – Nassaj ( wafat 487 H ) setelah itu beliau pergi ke Nisabur , di sana beliau banyak menyauk banyak ilmu , yang meliputi bidang : fiqih , ushul fiqih , teologi , logika , filsafat , metode diskusi dan sebagainya . Disana pula al – Ghazali memulai kariernya dengan menulis bebrapa karya di bidang fiqih dan ushul fiqih madzhab Syafi ‘iy , karya pertamanya “ al – Mankhul fi ‘ilm al – Ushul “. Hal ini sangat menggembirakan sang guru , meskipun gurunya merasa iri sehingga sang guru berkata : “ Anda smpai hati menguburku padahal aku masih hidup , apakah anda tidak sabar menunggu sampai aku meningggal ?”. pada tahun 478 H ( 1085 M ) al- Ghazali meninggalkan Nisabur pergi menuju Mu’askar .
            Akhirnya setelah melihat reputasi ilmiah al – ghazali yang cemerlang , Nizam al – Mulk mengangkat al – Ghazali sebagai guru besar dan sekaligus memimpin perguruan al – Nizhamiyah , beliau memberi kuliah teologi dan fiqih ( syafi’iy ) . Selain itu reputasinya di bidang filsafat bertambah tenar karena belum ada seorang teolog yang mampu mengantarkan pemikiran filsuf dengan senjata mereka sendiri ( loika ).
            Namun pada tahun 488 H ( 1095 M ) al – Ghazali meninggalkan Baghdad menuju damaskus di siria untuk menjalankan cara hidup yyang sama sekali yang lain dari kehidupan selama ini di Baghdad .
v  Perkembangan spiritual al – Ghazali
            Menurut pengamatan al – Ghazali , taklidlah yang mendasari keberagaman umat manusia pada mulanya . Hal ini sesuai dengan sabda nabi Muhamad : “ Bahwa setiap anak adam di lahirkan dalam keadaan fitrah , kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia seorang yahudi , nasrani ataumajusi . Justru oleh kaena itu al – Ghazli dengan jiwa yang kritis terdorong untuk meneliti sehingga jelas yang mana dalam keyakinan agama seseorang termasuk unsure yang insensual dan yang mana unsure kultural .
            Namun  untuk mengetahui kebenaran ( hakikat ) sesuai di perlukan pengetahuan yang menjadikan terhadap sesuatu itu . Keyakinan yang mencapai tingkat matematis seperti keyakinan bahwa bilangan 10 lebih besar dari 3 yang tidak tergoyahkan lagi intimidasi apa pun .
            Dengan tertolak kredibilitas kedua sumber pengetahuan yang di pegangnya , al – Ghazali merasa tidak mempunyai pegangan lagi ., dan jadilah ia seorang “ sopist “ . krisis kejiwaan ini berlangsung  selama 2 bulan dalam perkembangan spiritual al – Ghazali . Beliau baru sembuh setelah mendapat ilham langsung dari Tuhan yang berisi agar ia tetap menyakini redibilitas pemikiran dharuri sebagai dasar yang meyakinkan . Dengan berpegang teguh kepada kredibilitas pikiran dharuri al – Ghazali mulai melangkan meneliti secara partisipisan terhadap 4 golongan yang di anggapnya masing – masing yang mempunyai metode sendiri dalam usaha memperoleh pengetahuan mengenai hakikat segala pengetahuaan . Ke empat golongan itu adalah  Golongan Teolog , golongan Bathiniyah , golongan filsuf , dan golongan Sufi .  Adapun untu menumbuhkan keyakinan kepada umat yang belum tahu atau tidak menganutnya , kalam tidak bisa di percaya berhasil melakukannya .
            Selanjutnya al – Ghazali meneliti pula kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional untukmemperoleh pengetahuaan yang meyakinkan . Tetapi hasil kejadian penelitian ini mengantarkan kepada kesimpulan bahwa metode rasional filsuf tidak bisa di percaya untuk memberilkan suatu pengetahuan yang menjalinkan tentang sesuatu bidang ilahiyah dan sebagian dari bidang thobibiyah yang berkenaan dengan aqidah islam . Kemudian al – ghazali mencoba pula metode mencari kebenaran di kalangan Bhatiniyah , dengan mula – mula mempelajari segala aspek ajarannya . kelompok ini menolak krebilitas akal dalam masalah agama , karena adanya pwertentangan – pertentangan yang di hasilkannya . Akhirnya al – Ghazali mau mencoba metode yang di pergunakan oleh sufi yang terdiri dari 2 aspek yaitu : ilmu dan amal . Dari segi ilmu al – Ghazali sudah memili tetapi dari segi amal dia mrasa lebih berat .
            Dalam situasi beginilah beliau mengalami krisis kejiwaan yang kedua kalinya , bahkan lebih parah dengan yang pernah di alami sebelumnya . Lidahnya untuk beberapa lama kejang , beliau tidak bisa bicara, sehingga al – ghazali menyerahkan segala urusan kejiwaannya kepada Tuhan dan meminta petunjuk kiranya tuhan mengabulkan doanya . Sehingga beliau merasa mudah menjalani kehidupan sufi untuk memenuhi kebutuhan jiwanya selama ini . Inilah isi pengakuan al – Ghazali tentang sebuah tindakannya meninggalkan Baghdad meninggalkan damaskus pada tahun 488 H ( 1095 M ) .
            Dalam usia 38 tahun , al – Ghazali mulai melakukan kehidupan seorang sufi dengan melakukan Uzlah ( Isolasi diri ), Khalwah ( menyepi dengan ibadah ), Riyadoh (  melatih diri dengan segala sifat yang baik dan meninggalkan segala sifat yang tercela ), Mujahadah ( barjuang melawan tarikan hawa nafsu ).  Akhirnya al – Ghazali berkesimpulan bahwa metode para sufi adalah metode yang paling tepat untuk memperoleh keyakinan sampai tingkat matematis . Selama itu pula al – Ghazali menghasilkan karya – karya yang monumental di antaranya yaitu : Ihya ‘ulum al – din , Jawahir al – Qur’an , Bidayat al – Hidayah , al – Qithas al – Mustaqim , al – Arbain fil usul al – Din dan lain – lian .

B. Konsep al – Ghazali


v  Kalam dan ilmu Tauhid
            Menurut al – ghazali , kalam tidak identik dengan ilmu tauhid tetapi hanya sebagian darinya . dalam al – Risalah al – laudiniyah beliau memasukan ilmu tauhid sebagai salah satu dari 2 macam ilmu Syariat yang berkenaan dengan pokok – pokok agama . Dengan demikian menurut al – Ghazali ada tiga objek ilmu tauhid , yaitu :
1.      Allah dan segala sifat – sifatnya
2.      Kenabian dengan segala kaitan
3.      Akhirat dengan segala kandungannya
            Di dalam ihya , al – ghazali menyesalkan adanya pergeseran istilah dari “ tahid “ kepada “ kalam “. Tauhid yang berarti mengesakan Allah , merupakan inti aqidah yang di bawa Nabi Muhamad  sedangkan kalam yang berarti perkataan , hanya merupak cara yang di gunakan dalam masalah yang membahas masalah – masalah aqidah . Pengertian tauhid pada massa salaf hanya terfokus dalam kalimat “La ilaha illa ilallah “. Teori al – ghazali sepenuhnya di setujui oleh ibnu khaldun , sehingga ia membuat definisi kalam sebagai berikut : Ilmu kalam ialah ilmu yang mengandung perdebatan tentang aqidah keimanan dengan dalil – dalil rasional , dan penolakan terhadap aslu bid’ah yang menyeleweng dari paham – paham salaf dan al – Sunah .
            Al – ghazali memang tidak pernah menegaskan bahwa ilmu tauhid sama dengan ilmu aqoid secara eksplisif , tetapi ada dugaan keduanya sama dengan dua alas an yaitu:
Ø  Hubungan tauhid dan kalam identik dengan hubungan ilmu tauhid dengan  kalam sebagaimana telah di uraikan
Ø  Kandungan isi ilmu aqoid al – ghazali akan bisa memberikan sikap keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
            Ada yang berpendapat bahwa aqidah di tetapkan oleh wahyu , sedangkan rasio hanya untuk memahaminya dan mengolahnya dengan secara rasional , namun ada pula yang berpendapat bahwa kebenaran aqidah lebih dahulu di tetapkan oleh akal , sedangkan teks – teks wahyu hanya memperkuat materi aqidah yang telah di tetapkan denagn argumen – argumen rasional .

v  Hukum Kalam
            Dalam ihya , al – ghazali sebelum menjelaskan pendapatnya tentang setatus hukum kalam dalam islam , al – ghazali terlebih dahulu mengemukakan ada dua golongan yang di anggapnya ekstrim ( Ghuluw dan ifrah ) dalam menilai kalam .Golongan pertama berpendapat bahwa kalam hukumnya haram bagi kaum muslim , karenadi anggap sebagai sesuatu yang bid ‘ah dalam agama . golongan itu terdiri dari golongan para ahli hadits dan tokoh – tokoh pendiri madzhab fiqih . kedua golongan yang berpendapat bahwa kalam hukumnya wajib dan di anggap sebagai amal pengetahuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan .
            Menurut al – ghazali memberikan penilaian terhadap kalam sebagai suatu yang tercela dalam segala situasi atau suatu yang terpuji dalam segala kondisi merupakan penilaian yang keliru . Dengan demikian al – Ghazali tidak sepenuhnya sependapat dengan golonggan tersebut di atas . Kemudian al – ghazali menjelaskan ada empat golongan yang situasi aqidah dan sikapnya berbeda :
·         Mereka yang beriman kepada Allah dan Rosulnya dengan benar tapi sehari – hari di sibukan dengan bekerja
·         Mereka cenderung menolak aqidah yang benar , karena kufur atau memeluk awidah yang bid ‘ah
·         Mereka yang sudah beraqidah yang benar , baik dengan cara taklid maupun argumen tekstual
·         Mereka yang menganut aqidah yang sesat dan kaum awam yang menunggu – nunggu sikap cendiakawaan dalam menerima aqidah yang benar .
            Menurut al – Ghazali status ahli kalam dalam masyarakat sama dengan dokter , sama – sama untuk mengobati masyarakat yang sakit . Ada tiga syarat untuk menjadi ahli kalam , yaitu :
·         Seorang yang bermental ilmu , tidak terlibat dalam segala kesibukan
·         Seorang yang berotak cerdas dan fasih dalam bicara
·         Seorang yang mempunyai karakter yang religius , bertaqwa dan membangun .
Menurut al – ghazali ada dua sebab sesuatu di anggap haram , yaitu :
Ø  Karena esesinnya , seperti : arak ( karena memabukan )
Ø  Karena faktor lain di luar dirinya , seperti : berjualan pada waktu shalat jum’at
            Dari uraian di atas al – ghazali mempunyai pendapat yang konstan dalam menilai kalam . Minimal ada tiga esensi pendapat dalam hal ini , yaitu :
1.      tidak boleh ( haram ) di berikan kepada orang awam
2.      Bisa ( boleh ) di manfaatkan dalam kondisi yang mendesak
3.      Ahli kalam tetap di perlukan dalam masyarakat islam





C. Struktur teologi al – Ghazali
v  Teologi al – Ghazali
            Perhatian para ilmiawan terhadap teologi al – Ghazali terasa kurang bila di bandingkan dengan perhatian dengan perhatian yang banyak di berikan terhadap filsafat dan tasawuf . karya induk al – Ghazali dalan teologi yaitu kitab “ Qawa’id al- Aqa’id “ yang kini termasuk ke dalam salah satu bab dari al – Ihya ‘ ulum al – din .minimal ada dua alasan untuk menetapkan pendapat yaitu dari segi eksistensinya dan segi isinya . Eksistensi kitab tersebut di sebutkan dalam implinsip di dalam al – jawahir yang menganggap isi ilmu lebih mulia dari kalam . Sebagian besar karya al – ghazali , al – ihya tentu menyimpan ide sentral yang menjadi misinya .
            Di lihat dari segi isinya Qawa’id al – Aqo’id di anggap sebagai karya induk al – Ghazali di dalam bidang teologi . krangka isinya adalah sebagai berikut :
·         Pasal pertama : berisi penetapan dua kalimat syahadat menurut aliran Ahlu sunah
·         Pasal kedua : berisi petunjuk dalam memberikan bimbingan aqidah dan penjelasan – penjelasan tentang tingkat – tingkatan I’tikad
·         Pasal ketiga : berisi karya yang berjudul “ al – risalat Qudsiyah “ salah satu karya kalam al – Ghazali
·         Pasal keempat : berisi tiga masalah pokok yaitu : pengertian iman dan islam dari segi etimonologis dan terminologis , masalah iman yang bisa bertambah dan berkurang , masalah iman dengan satu pengecualian ( istisna )
            Krangka isi Qawa’id al – Aqo’id ini menjelaskan betapa luasnya pembahasan ilmu aqoid dalam konsepsi al – ghazali . keluasan teologi al – Ghazali terletak pada adanya bimbingan penanaman , pemantapan , pengayatan materi aqoid yang di anggap benar dalam diri orang yang menjadi objeknya , yang merupakan bagian integral dalam teologinya.

v  Pola struktur teologi al – Ghazali
            Kitab Qawa’id al – Aqo’id sebagai karya induk al – ghazali dalam bidang aqoid , memberikan penjelasan tentang pengertian teologi islam dalam konsepnya . Dalam strukturitas teori al – Ghazali , selain berpegang pada petunjuk karya induk tersebut , juga di gunakan dua konsep dasar al – ghazali tentang iman dan yakin . Dari segi etimologis iman bagian dari islam , dari segi terminologis iman bisa identik dengan islam . Namun masing – masing bisa merupakan konsep yang berdiri sendiri . Al – Ghazali berpendapat iman merupakan sikap pembenaran ( tashiq ) dalam hati , sedangkan pernyataan dengan lidah ( iqrar ) dan perbuatan dengan tubuh ( amal ) hanya merupakan bagian bagian menyempurnakan alam . Jadi tanpa tashiq iman tidak ada , iqrar dan amal setatusnya sebagai tangan dan kaki manusia . Tashiq menurut al – Ghazali terwujudnya di dahului dengan yakin . Ada dua konsep yakin yaitu : konsep yang di kenal di kalangan para teolog dan konsep di ahli fiqih dan tasawuf , dan adpun yang ideal dalam kehidupan beragama menurut al – Ghazali ialah :
1.      Mempunyai pengetahuan kognitip dan efektif dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi dalam menolak keraguan
2.      Di barengi dengan psikomotor yang kuat pula .
            Teologi al – Ghazali dalam pola strukturnya terbagi dalam tiga fase, setiap fase mempunyai : objek ( untuk siapa ) , tujuan ( untuk apa ) , metode ( bagaimana cara untuk mencapainya ) , materi ( apa yang di jadikan kegiatan ) , literature ( karya tulis yang bisa di pergunakan ) , dan hasilnya ( tingkatan iman yang bisa di peroleh ) . Berikut ini masing – masing faset akan di terangkan dengan seperlunya :
Ø  Faset  I : Penanaman
            Faset ini dinami demikian , karena al -ghazali mentamsilkan pendidikanaqidah pada seseorang dengan penanaman sebatang “ pohon yang baik “ seperti terdapat dalam QS. Ibrahim : 24 . Untuk mencapai tujuan dalam fase ini , al – Ghazali mengemukakan dua hal yang penting , yaitu : materi aqidah islam yang di anggap benar dan metote menanamkan keyakinan terhadap kebenaran aqidah itu dalam diri seseorang . Adapun metode yang di pergunakan dalam faset ini , al – ghazali menekankan pengajaran sejak dini kepada anak – anak .
Ø  Faset II : Pemantapan
            Tujuan faset ini adalah agar keyakinan kebenaran aqidah yang haq dalam diri seorang mukmin bertambah kuat , kukuh , tetap dan tidak tergoyahkan . Al – Ghazali mengunakan metode pengajaran dan pendidikan yang lebih intensif dan kompprenesif . Adpun yang menjadi objek dalam faset ini hanyalah orang – orang tertentu , tidak bersifat masal seperti dalam faset yang pertama . Sehingga hasil faset ini adalah : orang bisa memperoleh peringkat iman yang ke dua yaitu iman al – mutakalimin , karena al – Ghazali menghargai kemampuan mereka dalam menyerap argumen – argumen baik tekstual maupun rasional , setatusnya lebih tinggi dari iman al awam .
Ø  Faset III : Penghayatan
            Faset ini di namakan demikian karena tujuannya karena agar orang mukmin dapat menghayati hakekat kebenaran aqidah yang di yakininya . Faset ini juga tidak di peruntukan kepada semua orang secara masal , tetapi hanya di sediakan al – ghazali bagi siapa yang berkhendak untuk menghayati kebenaran aqidah sebagai peningkatan kualitas imannya . untuk mencapai tujuan dalam faset ini , al – ghazali menetapkan suluk ( menapaki jalanmenuju tuhan ) suatu system praktek sufisme sebagai metodenya .
            Ketiga faset dalam pola struktur teologi al – Ghazali merupakan suatu kesatuan dalam konsepsi al – ghazali dari segi meteologis . Ketinya juga merupakan tiga dimensi fungsi teologi yang kampheresif dalam menghadapi manusia sebagai objek teologi dengan keragaman potensi dan kondisinya . dalam operasionalnya , faset – faset itu tidak harus di anggap sebagai faset – faset berjenjang naik yang harus di lewati . Bisa saja dari faset Imelompat ke faset III , karena ada minat dan potensi yang memungkinkan pada seseorang mukmin . misalnya , seorang mukmin yang punya iman orang awam dengan dasar taklidnya , tetapi dia idak pernah ragu terhadap kebenaran materi aqidah yang di yankininya , dan ia mau menghayati lewat batinya terhadap kebenaran aqidah yang sudah di yakininya itu , maka ia bisa langsung menggunakan faset III . Namun demikian , secara implicit , al – ghazali pernah memperingatakan agar berhati – hati dengan kasus seperti ini , di khawatirkan ma’rifat yang di perolehnay kurang terkontrol , karena dia tidak terbisa dengan pemikiran – pemikiran rasional , seperti yang ada di faset II. Hal ini perlu di lontarkan al – ghazali dalam kritiknya terhadap konsep “ ittihad “ Abu Yazid al – Bistani ( wafat 261 H ) .
            Begitu pula faset – faset tersebut tidak mesti di jalani seutuhnya oleh setiap mikmin , kecuali faset I . Faset II dan III hanya diperuntukan bagi orng – orang yang berminat dan memerlukannya , sesuai dengan kapasitas yang di milikinya . tetapi ada juga ketentuan harus berjenjang naik , yaitu faset III tak bisa di jalani sebelum faset I atau faset II sudah di lewati , karena kesuksesan pada faset tersebut sanagt berkaitan erat dengan faset – faset sebelumnya . memang tentu sajaharus ada yang di lewati secara beruntun oleh orang tertentu . misalkan sworang mukmin yang mulanya beiman dengan dasar iaklid , kemudian ia mengalami keraguan sehingga ia memantapkan keimananya kembali dengan dalil – dalil rasional , namun kemudian ia tidak puas pula , sehingga ia harus memasuki faset III untuk mendapatkan penghayatan yang meyakinkan . kasus ini persis seperti yang di alami al – ghazali sendiri , sebagaimana yang telah di cerikan dalam al – Munqidz .
           

























BAB  III

KESIMPULAN

            Nama lengkap al – Ghazali : Abu Hamid Muhamad bin Muhamad bin Muhamad al – ghazali At – thusi seorang Persia asli . Dia di lahirkan pada tahun 450 H ( 1058 M ) di Thus ( sekarang dekat meshed ) sebuah kota kecil di khurasan ( sekarang iran ) dan beliau di sini pula wafat dan di kuburkan pada tahun 505 H ( 1111 M) .
            Perkembangan intelektualnya mengalami masa kecerahan dan kecerdasanya di akui oleh gurunya , sehingga beliau di beri gelar oleh gurunya dengan sebutan “ Bahr Muqhriq “ ( samudra yang menghayutkan ) . Akhirnya setelah melihat reputasi al – ghazali yang cemerlang Nizam al – Mulk mengangkat al – ghazali menjadi guru besar dan sekaligus memimpin perguruan al – Nizhamiyah .
            Denagn berpegang kepada kredibilitas pikiran Dharuri al – ghazali mulai melangkah meneliti secara partifisan  terhadap empat golongan yang di anggapnya masing – masing mempunyai metode sendiri dalam usaha memperoleh pengetahuan  mengenai segala pengetahuan . Keempat golongan itu ialah : golongan teolog . bathiniyah , filsafat dan sufi . Akhirnya al – ghazali berkesimpulan bahwa metode para sufi adalah metode yang paling tepat untuk memperoleh keyakinan sampai ke tingkat matematis . dalam melakukan kehidupan seorang sufi beliau melakukan :
  1. Uzlah ( isolasi diri )
  2. Khalwah ( menyepi dengan ibadah )
  3. Riyadoh ( melatih diri dengan melakukan segala sifat baik dan meninggalkan sifat tercela )
  4. Mujahadah ( berjuang melawan hawa nafsu )
Menurut al – Ghazalo ada tiga macam objek kalam , yaitu :
1.      Alah dengan segala sifat – sifatnya
2.      kenabian dengan segala kaitan
3.      Akhirat dengan segala kandungan.
            Kemudian al – ghazali menjelaskan ada empat golongan yang situasi aqidah dan sikapnya berbeda , di antaranya :
1.      mereka yang beriman kepada Allah dan rasulnya dengan benar tetapi sehari – harinya di sibukan dengan bekerja
2.      mereka cenderung menolak aqidah yang benar karena kufur atau memilih aqidah yang bid ‘ah
3.      Mereka yang sudah beraqidah yang benar , baik dengan cara taklid maupun argumen yang tekstual
4.      Mereka yang menganut aqidah yang sesat dari kaum awam yang menunggu – nunggu sikap cendiakawan dalam menerima aqidah yang benar .
            Menurut al – Ghazali status ahli kalam dalam masyarakat sama dengan dokter sama – sama untuk mengobati masyarakat yang sakit . Ada tiga syarat untuk menjadi ahli kalam , yaitu :
1.      Seorang yang bermental ilmu , tidak terlibat dengan segala kesibukan
2.      Seorang yang berotak cerdas dan fasih b\dalam bicara
3.      Seorang yang mempunyai karakter yang religius , bertaqwa dan membangun .
Menurut al – Ghazali ada dua sebab sesuatu  di anggap haram , yaitu :
1.      Karena esensinya , seperti: arak ( karena memabokan )
2.      karena faktor lain di luar dirinya , seperti : berjualan pada hari jum’at .
            Dari uraian di atas al – ghazali mempunyai pendapat yang konstan dalam menilai kalam . minimal ada tiga esensi pendapat dalam hal ini yaitu :
1.      tidak boleh ( haram _ di berikan kepada orang awam
2.      Biasa ( boleh ) di manfaatkan dalam kondisi yang mendesak
3.      Ahli kalam tetap di perlukan dalam masyarakat islam .
            Di lihat dari segi isinya Qawa’id al – Aqo’id di anggap sebagai karya induk al – ghazali dalam bidang teologi . Krangka isinya adlah sebagai berikut : 
1.      Pasal Pertama  : Berisi pemantapan arti dua kalimat syahadat menurut Ahlu Sunah
2.      Pasal Kedua : Berisi petunjuk dalam memberikan bimbingan aqidah dan penjelasan – penjelasan tentang tingkat – tingkatan I’tikad
3.      Pasal Ketiga : Berisi karya yang berjudul “ Al – Risalat al – Qudsiyah “ salah satu karya kalm al – Ghazali
4.      pasal Keempat : Berisi tiga masalah pokok yaitu pengertian iman dan islam dari sego etimologi dan terminology , masalah iman yang bisa bertambah dan berkutrang , masalah pertanyaan iman dengan satu pengecualian ( istisna ) .
Teologi al – ghazali dalam pola strukturnya terbagi atas tiga faset yaitu : 
  1. Faset Penanaman
  2. Faset Pemantapan
  3. faset penghayatan .






 
DAFTAR PUSTAKA

Hamka. 1983. Tasawuf (Perkembangan dan Pemurniannya). Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Hanafi, Ahmad. 1996. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Madkour, Ibrahim. 1993. Filsafat Islam Metode dan Penerapan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Muhamad Al-Ghazali, Abu Hamid. 1994. Al-Ghazali Dalam Pandangan Filsafat. Bandung: Karisma.




















2 komentar:

  1. Blognya bagus variasinya, tapi bagi orang tua rasanya terlalu capek di mata. Bigronnya perlu diganti. Sorry, ya...

    BalasHapus

Translate

Jalanku Untuk-MU