Etika Belajar Mengajar Menurut Para Ahli Pendidikan Islam
A. Konsep Dasar Etika Belajar Mengajar Menurut Yusuf Al-Qardhawi
Dalam kaitannya dengan konsep etika belajar mengajar, secara singkat Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa adanya keterlibatan secara menyeluruh pada diri manusia baik fisik maupun psikis. Hal ini melibatkan beberapa unsur yang kemudian dengannya akan tampak kemajuan pada diri manusia baik dirinya, orang lain maupun lingkungan.
Ahklak bagi Yusuf al-Quradhawi merupakan unsur psikis yang tidak boleh di kesampingkan. Karena kebaikan ahklak akan berdampak pada perilaku keseharian anak didik. Unsur yang lain adalah akal dan hati, rohani dan jasmani, keseluruhannya menempatkan diri pada porsinya, dalam bahasa yang mudah, keseluruhannya menjadi penting untuk dikembangkan dan mendapatkan penanganan yang serius dari pendidik (guru). Karena itu pendidikan Islam, menurutnya harus mampu menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan perang maupun damai, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatan, manis dan pahitnya sehingga dengan kata lain selalu siap dan waspada terhadap realitas.
B. Etika Pendidik Dalam Pendidikan Islam (Telaah Atas Pemikiran Al-Ghazali)
1. Pendidik merupakan Orang Tua bagi Peserta Didik.
Seorang pendidik harus memiliki kasih sayang kepada peserta didiknya sebagaimana kasih sayangnya terhadap anaknya sendiri, jika ia ingin berhasil dalam menjalankan tugasnya. Sebuah hadits menyatakan: “Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seperti seorang ayah bagi anakny”. Hadits tersebut menuntut seorang pendidik agar tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, tetapi harus bertanggung jawab penuh seperti orang tua kepada anak. Jika setiap orang tua memikirkan masa depan anaknya, bagaimana anaknya besok hidup, maka pendidik pun harus memikirkan masa depanpeserta didiknya. Sayangnya, interaksi belajar antara pendidik dan peserta didik saat ini kurang mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak. Pendidik sering tidak bisa tampil sebagai figur yang pantas diteladani oleh peserta didik, apalagi sebagai orang tua.
2. Pendidik sebagai Pewaris Para Nabi
Dalam menjalankan tugasnya, pendidik harus memposisikan diri seperti para Nabi, yakni mengajar dengan ikhlas mencari kedekatan diri kepada Allah SWT. dan bukan mengejar materi. Para pendidik harus membimbing peserta didiknya agar belajar bukan karena ijazah semata, mengejar harta, jabatan, popularitas, dan kemewahan duniawi, sebab semua itu bisa mengarah pada sifat materialistis. Sementara seorang pendidik yang materialistis akan membawa kehancuran bagi dirinya sendiri dan peserta didiknya. Sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali; “Barang siapa mencari harta dengan menjual ilmu, maka bagaikan orang yang membersihkan bekas injakan kakinya dengan wajahnya. Dia telah mengubah orang yang dilayani menjadi pelayan dan pelayan menjadi orang yang dilayani.”
3. Pendidik sebagai Pembimbing bagi Peserta Didik
Di samping dengan rasa ikhlas dan kasih sayang, pendidik harus membimbing peserta didik dengan sabar dan tekun. Pendidik harus memberikan pengarahan kepada peserta didik agar mempelajari ilmu secara sistematis, setahap demi setahap. Hal ini karena manusia tidak bisa merangkum ilmu secara serempak dalam satu masa perkembangan. Di samping itu pendidik jangan lupa memberi nasihat kepada peserta didik bahwa menuntut ilmu itu bukan dengan niat mencari pangkat dan kemewahan dunia, namun menuntut ilmu hakikatnya adalah untuk mengembangkan ilmu itu sendiri, menyebarluaskannya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4. Pendidik sebagai Figur Sentral bagi Peserta Didik
Al-Ghazali memberi nasihat kepada para pendidik agar memposisikan diri sebagai teladan dan pusat perhatian bagi peserta didiknya. Ia harus memiliki kharisma yang tinggi. Ini merupakan faktor penting bagi pendidik untuk membawa peserta didik ke arah yang dikehendaki. Di samping itu, kewibawaan juga menunjang perannya sebagai pembimbing, penuntun, dan penunjuk jalan bagi peserta didik. Disamping pendidik sebagai orang tua peserta didik dan sifat kasih sayang yang dimilikinya, adalah bijaksana apabila pada saat tertentu pendidik juga sebagai teman belajar peserta didik–sehingga terjadi proses dialogis. Hal ini dilakukan agar tidak salah arah dalam memberikan bimbingan ke arah terwujudnya cita-cita pendidikan yang dikehendaki.
5. Pendidik sebagai Motivator (Pendorong) bagi Peserta Didik
Sesuai dengan pandangannya bahwa manusia tidak bisa merangkum pengetahuan sekalaigus dalam satu masa, al-Ghazali menyarankan kepada para pendidik agar bertanggung jawab kepada satu bidang ilmu saja. Walaupun demikian, al-Ghazali mengingatkan agar seorang pendidik tidak mengecilkan, merendahkan dan meremehkan bidang studi lain. Sebaliknya, ia harus memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengkaji berbagai bidang ilmu pengetahuan. Kalaupun harus bertanggung jawab kepada berbagai bidang ilmu pengertahuan, pendidik haruslah cermat dan memperhatikan kemampuan peserta didik, sehingga bisa maju setingkat demi setingkat (steep by steep). Oleh karenanya usaha untuk mendorong peserta didik agar senang belajar adalah sangat perlu, dan hal ini bisa dilakukan dengan cara:
a. Disengaja (direncanakan):
1) Pendidik memberikan hadiah bagi peserta didik yang mampu atau hukuman bagi yang tidak mampu
2) Memberi tahu hasil prestsasi peserta didik.
3) Memberikan tugas-tugas kepada peserta didik.
4) Mengadakan kompetisi yang sehat di antara para peserta didik.
5) Sering mengadakan ulangan.
b. Spontan (tanpa direncanakan):
1) Mengajar dengan cara yang menyenangkan sesuai dengan individualisasi peserta didik, sebab murid memiliki perbedaan dalam berbagai hal seperti: kemampuan, bakat, lingkungan, kebutuhan, kesenangan, dan lain-lain.
2) Menimbulkan suasana yang menyenangkan, misalnya dengan menyesuaikan materi pelajaran demgam metode, atau dengan menggunakan banyak metode dalam setiap kali tatap muka dengan peserta didik.
6. Pendidik seharusnya Memahami Tingkat Kognisi (Intelektual) Peserta Didik
Menurut al-Ghazali, usia manusia sangat berhubungan erat dengan perkembangan intelektualnya. Anak berusia 0-6 tahun berbeda tingkat pemahamannya dengan anak berusia 6-9 tahun, anak berusia 6-9 tahun berbeda dengan anak usia 9-12 tahun, dan seterusnya. Atas dasar inilah al-Ghazali mengingatkan agar pendidik dapat menyampaikan ilmu dalam proses belajar mengajar dengan cermat dan sesuai dengan perkembangan tingkat pemahaman peserta didik. Dari itu metode yang digunakan harus tepat dan sesuai. Dalam hal ini al-Ghazali berkata: “Pendidik hendaklah menyampaikan bidang studi yang sesuai menurut tenaga pemahaman peserta didik”. Jangan memberikan bidang studi yang belum saatnya untuk diberikan, nanti peserta didik lari atau otaknya tumpul.
C. Etika pembelajaran menurut Az-Zarnuzi
Secara jelas di dalam kitab Ta’lim Muta’alim-nya Syaikh Az-Zarnuzi tidak tertera tentang karakteristik etika belajar, tetapi ada beberapa hal yang menjadi catatan dan menarik perhatian, yaitu bahwa Az-Zarnuji memberikan rambu-rambu bagi para penuntut ilmu yaitu:
o Niatkan mencari ilmu dengan tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah SWT.
o Dalam memilih ilmu yang akan dipelajari (jurusan) disesuaikan dengan dirinya (minat dan bakatnya), serta memilih guru harus orang yang alim (banyak ilmu / mumpuni), bersifat wara’ dan lebih tua.
o Dalam bergaul carilah teman yang tekun belajar, bersifat wara’, bertawakal dan yang istiqamah.
Ketiga hal diatas dapat dikatakan sebagai karakteristik belajar menurut Az-Zarnuji.
a. Niat
Menurut Syaikh Az-Zarnuji penuntut ilmu wajib niat sewaktu belajar, sebab niat itu merupakan pokok-pokok dalam segala perbuatan. Sebaiknya bagi penuntut ilmu dalam belajarnya berniat mencari Ridlo Allah, kebaikan akhirat, membasmi kebodohan diri sendiri dan sekalian orang-orang bodoh. Mengembangkan agama dan mengabdikan Islam, sebab keabadian Islam itu harus diwujudkan dengan ilmu, sedangkan berbuat zuhud dan takwa itu tidak jika tanpa ilmu. Dalam menuntut ilmu hendaknya diniatkan juga untuk mensyukuri atas kenikmatan akal dan kesalehan badan; hendaklah jangan berniat mencari popularitas, tidak untuk mencari harta dunia, juga tidak untuk mencari kehormatan di mata penguasa dan semacamnya. Jadi menurutnya dasar dari menuntut ilmu adalah sebuah niat yang Ikhlas semata-mata karena Allah Swt, untuk kemaslahatan umat, Kemashlahatan Agama Dan kemashlahatan bangsa, karena niat demikian adalah bagian dari sikap zuhud dan takwa. Tanpa didasari niat yang tulus dan ikhlas didalam pembelajaran maka tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Niat yang tulus dan ikhlas dalam belajar merupakan pilar utama yang mendukung terciptanya iklim belajar yang kondusif yang akan berpengaruh pada kualitas dan intensitas serta harmonisasi dalam kegiatan belajar mengajar. Dan niat ini pula yang menjadi pijakan bagi siswa maupun guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya masing. Sehingga tidak akan terjadi dikotomi belajar yang dilakukan oleh guru, murid maupun pihak-pihak yang terkait dengan belajar itu sendiri.
b. Memilih jurusan.
Dalam memilih ilmu (mentukan pilihan bidang Studi / jurusan) para santri harus memilih ilmu/bidang studi yang paling baik atau paling cocok dengan dirinya. Suatu bidang ilmu yang dikaji akan sangat menarik dan menantang bagi mereka yang menyenanginya dan yang merasa cocok dengan bidang ilmu itu, sehingga motivasi berprestasi dari santri/siswa akan mendorongnya untuk tekun belajar, keseriusan dalam mengerjakan tugas-tugas, serta kedisiplinan yang tinggi dalam mengikuti seluruh proses belajar yang mengajar, bahkan proses itu tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah/kampus ataupun pondok saja. Proses itu akan menjadi sumber kekuatan dimanapun dan kapanpun, sehingga dalam konteks ini proses belajar mengajar tidak lagi mengenal tempat dan waktu, karena setiap saat dimana saja para santri/siswa dapat terjadi proses belajar mengajar. Adapun cara memilih guru/kiai carilah yang alim, yang bersifat wara’ dan yang lebih tua. Seorang guru yang baik dan menyadari profesinya sebagai guru, maka alim/cerdas adalah syarat mutlak bagi guru. Di samping itu juga keteladanan dan sifat wara’ seorang gurupun tidak kalah pentingnya. Sebab keteladanan merupakan pengalaman belajar yang paling mudah dan paling gampang diingat oleh santri/siswa. Olehnya paling tidaknya, sedikitnya seorang guru memiliki sifat keteladanan yang baik yang berakhlakul karimah dan bersifat wara’(teliti dan hati dalam segala hal).
Para santri tidak akan memperoleh ilmu dan tidak ilmu tidak bermanfaat, tanpa mau menghormati ilmu dan gurunya. Bagian dari menghormati guru diantaranya adalah tidak berjalan di depannya, tidak duduk ditempatnya, jika dihadapannya tidak memulai bicara kecuali mendapat ijinnya, tidak bertanya sesuatu bila guru sedang bosan / capek, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan guru murka, mematuhi perintah asal tidak bertentangan dengan agama, tidak boleh menyakiti hati gurunya.Kaitanya dengan hal diatas dapat diartikulasikan sebagai bentuk penegasan tentang etika murid terhadap guru dan bidang studi yang dipelajarnya. Karena dengan pola aturan diatas akan terjadi harmonisasi antara santri/murid dengan guru/sang kyai, antara santri/murid dengan bidang ilmu yang dipelajarinya.Bagian dari menghormati ilmu diantaranya adalah; tidak memegang kitab kecuali dalam keadaan suci. Karena ilmu adalah cahaya dan wudhu pun cahaya, sedangakan cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudhu. Dilarang meletakkan kitab didekat kakinya, tidak meletakan sesuatu di atas kitab, santri harus bagus dalam menulis, tulisannya harus jelas. Termasuk menghormati teman dan orang yang mengajar bagian dari menghormati ilmu.
c. Bergaul dengan teman sebaya
Seorang santri harus memilih teman dengan orang yang tekun belajar, bersifat wara’ dan bertawakal istiqamah. Dan orang yang suka memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist-hadist Nabi. Para santri harus bersungguh-sungguh dalam belajar,harus tekun, santri tidak boleh banyak tidur malam hari. Para santri harus menggunakan waktu malam untuk belajar dan beribadah, supaya memperoleh kedudukan tinggi di sisi-Nya. Jangan banyak makan agar tidak ngantuk. Santri harus mengulang-ulang pelajarannya pada waktu malam dan akhir malam, yaitu antara Isya dan sahur, karena saat-saat itu diberkahi. Para pelajar harus memanfaatkan waktu mudanya untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Mencari ilmu harus sabar pelan tapi pasti dan kontinyu, santri harus bercita-cita tinggi dan harus bersungguh-sungguh. Para santri harus sering mendiskusikan suatu pendapat/masalah dengan teman-temannya. Diskusi tersebut harus dilakukan dengan tenang, tertib, tidak gaduh, tidak emosi karena itu semua adalah pilar di dalam berdiksusi, sehingga tujuan dari diskusi dapat tercapai. Belajar dengan cara diskusi dan dialog lebih efektif dari pada belajar sendiri. Para penuntut ilmu harus mengurangi hubungi duniawi sesuai dengan kemampuannya. Para penuntut ilmu seharusnya tidak menyibukan diri kecuali hanya menuntut ilmu.Menuntut ilmu itu mulai dari ayunan (masih kanak-kanak) sampai ke liang kubur (mati). Masa muda harus digunakan untuk menuntut ilmu sebaik-baiknya. Adapun waktu belajar yang paling baik ialah menjelang waktu subuh dan antara waktu magrib dan isya. Orang berilmu harus menyayangi sesama , senang kalau orang lain mendapat kebaikan, tidak iri hati (hasad). Santri harus sibuk melakukan kebaikan dan menghindari permusuhan. Jangan berprasangka buruk terhadap orang mukmin, karena hal itu sumber permusuhan, dan tidak halal. Para santri harus menambah ilmu setiap hari agar dapat kemuliaan, harus selalu membawa buku dan pena untuk menulis ilmu yang bermanfaat yang ia dengar setiap saat. Setiap santri juga harus bersikap wara’ (menjaga diri dari hal-hal yang tidak jelas halal-haramnya). Adapula hala-hal yang perlu diperhatikan oleh santri yaitu hal-hal apa saja yang dapat menguatkan hafalan ialah tekun/rajin belajar, katif mengurangi makanan, salat malam, dan membaca Al-Qur’an. Makan kundar (kemeyan) dicampur madu, dan makan dua puluh satu anggur merah setiap hari tanpa air, dapat menguatkan hapalan dan dapat menyembuhkan macam-macam penyakit. Dan apa saja yang dapat mengurangi dahak, bisa mnehuatkan hafalan, dan apa saja yang menambah dahak itu menyebabkan lemahnya hafalan. Adapun yang merusak hafalan adalah banyak berbuat maksiat, banyak dosa, banyak susah, prihatin memikirkan urusan harta, dan terlalu banyak kerja. Mengerjakan shalat dengan khusyu’ dan menyibukan diri untuk mencari ilmu dapat menghilangkan penderitaan dan kesusahan. Hal-hal yang menyebabkan cepat lupa ialah makan ketumbar basah, makan apel yang asam, melihat orang yang dipancung, membaca tulisan dikuburan, melewati barisan unta, membuang ketombe hidup ditanah dan melukai di bagian tengkuk kepala untuk menghilangkan rasa pusing-pusing. Para santri pun dianjurkan untuk menghindari dusta, menghindari tidur pagi karena dapat menyebabkan miskin harta dan miskin ilmu. Ilmu dikumpulkan dengan meninggalkan tidur, di larang tidur dengan telanjang, kencing dengan telanjang, makan dalam keadaan junub dan lain-lain sampai menyepelekan shalat itu semua dapat menjauhkan rejeki dan mendekatkan kepada kefakiran.
Petunjuk Etika Dan Akhlak Bagi Para Penuntut Ilmu (Siswa) Dalam Melakukan Kegiatan Belajar-Mengajar.
1. Anjuran untuk selalu belajar
Al-Zarnuji (Al-Zarnuji, 1995:6-7) mengutip syair Muhammad bin al-Hasan bin Abdullah, yang mendorong anak-anak untuk selalu belajar atau menuntut ilmu, karena ilmu itu adalah penghias bagi pemiliknya."Belajarlah! Sebab ilmu itu adalah penghias bagi pemiliknya
Jadikanlah hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna.
2. Kewajiban mempelajari akhlak terpuji dan tercela
Sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan peserta didik, Al-Zarnuji amat mendorong bahkan mewajibkan mengetahui dan mempelajari berbagai akhlak yang terpuji dan tercela, seperti watak murah hati, kikir, penakut, pemberani, merendah hati, congkak, menjaga diri dari keburukan, israf (berlebihan), bakhil dan lain-lain.
3. Larangan mempelajari ilmu perdukunan
Al-Zarnuji mengharamkan mempelajari ilmu perdukunan, yang ia sebagai ilmu nujum. Ini membuktikan bahwa Al-Zarnuji tidak hanya mengutamakan ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga menghormati dan menjunjung tinggi ilmu-ilmu akliah, karena ilmu perdukunan tidak masuk akal (irasional).
4. Mengenai niat dalam menuntut ilmu
Al-Zarnuji menempatkan niat dalam kedudukan yang amat penting bagi para pencari ilmu. Ia menganjurkan agar para pencari ilmu menata niatnya ketika akan belajar.
a. Niat itu harus ikhlak untuk mengharap ridla Allah;
b. Niat itu dimaksudkan untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan;
c. Boleh menunutut ilmu dengan niat dan upaya mendapat kedudukan di masyarakat, dengan catatan kedudukan itu dimanfaatkan untuk amar ma'ruf dan nahy munkar, untuk melakukan kebenaran, untuk menegakkan agama Allah; dan bukan untuk keuntungan diri sendiri, juga bukan karena keinginan hawa nafsu.
5. Sifat tawadlu
Para pencari ilmu dianjurkan oleh Imam Al-Zarnuji untuk tawadlu dan tidak tamak pada harta benda. Ia mengutip syair yang dikemukakan oleh Ustadz Al-Adib berkenaan dengan keutamaan tawadlu, sebagai berikut:
"Tawadlu adalah salah satu tanda/sifat orang yang bertakwa. Dengan bersifat tawadlu, orang yang bertakwa akan semakin tinggi martabatnya. Keberadaannya menakjubkan orang-orang bodoh yang tidak bisa membedakan antara orang yang beruntung dengan orang yang celaka." (Al-Zarnuji, 1995:16).
6. Cara memilih guru
Dalam kitab ini, Al-Zarnuji juga memberikan semacam resep bagaimana mencari guru. Menurutnya, guru yang baik adalah yang alim, wara dan lebih tua dari muridnya.
7. Cara memilih jenis ilmu
Al-Zarnuji menganjurkan agar para pelajar memilih ilmu yang peling baik dan sesuai dengan dirinya. Di sini unsur subyektivitas pelajar menjadi pertimbangan penting. Bakat, kemampuan akal, keadaan jasmani seyogyanya menjadi pertimbangan dalam mencari ilmu.
Namun demikian, Al-Zarnuji menempatkan ilmu agama sebagai pilihan pertama yang mesti dipilih oleh seorang pelajar. Dan di antara ilmu agama itu, Ilmu Tauhid mesti harus diutamakan, sehingga sang pelajar mengetahui sifat-sifat Allah berdasarkan dalil yang otentik. Karena menurut Al-Zarnuji, "iman seseorang yang taklid tanpa mengetahui dalilnya berarti imannya batal."
8. Nasihat kepada para pelajar
Al-Zarnuji memberikan beberapa nasihat yang di dalamnya sarat dengan muatan moral dan akhlak bagi para pelajar, nasihat-nasihat itu antara lain.
a. Anjuran untuk bermusyawarah
Karena mencari ilmu merupakan sesuatu yang luhur namun perkara yang sulit, Al-Zarnuji menganjurkan agar para pelajar melakukan diskusi atau musyawarah dengan pelajar atau orang lain.
b. Anjuran untuk sabar, tabah dan tekun
Al-Zarnuji mengnjurkan agar para pelajar memiliki kesabaran/ketabahan dan tekun dalam mencari ilmu.
c. Anjuran untuk bersikap berani
Selain sabar dan tekun, Al-Zarnuji juga menganjurkan para pelajar untuk memiliki keberanian. Keberanian berarti juga kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan.
d. Anjuran untuk tidak mengikuti hawa nafsu
Al-Zarnuji banyak sekali menekankan tentang pentingnya menghindari hawa nafsu.
e. Anjuran berteman dengan orang baik
Al-Zarnuji memberikan saran kepada para pelajar agar ia selalu berteman dengan orang-orang yang baik, yang menurutnya, orang-orang yang baik.
f. Anjuran menghormati ilmu dan guru
Menghormati ilmu dan guru adalah salah satu sifat yang mesti dimiliki oleh setiap pelajar, bila ia ingin sukses dalam mencari ilmu.
g. Anjuran untuk bersungguh-sungguh dalam belajar
Barang siapa bersungguh-sungguh dalam mencari sesuatu tentu akan mendapatkannya. Siapa saja yang mau mengetuk pintu dan maju terus, tentu bisa masuk".
h. Anjuran untuk mencermati perkataan guru
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa, Al-Zarnuji mengnjurkan agar para siswa senantiasa jeli dalam mencermati apa yang dikatakan oleh guru.
i. Anjuran untuk berusaha sambil berdoa
Usaha saja tidaklah cukup bagi seorang siswa tanpa disertai dengan do'a. demikian pula do'a tidak akan berarti tanpa disertai dengan usaha. Oleh karena itu Al-Zarnuji menganjurkan agar siswa senantiasa berusaha dan berdo'a.
j. Anjuran untuk berdiskusi
Diskusi atau belajar besama adalah sesuatu yang amat penting bagi para siswa dalam memahami materi-materi pelajarannya. Oleh karena itu, Imam Al-Zarnuji menganjurkannya.
k. Anjuran untuk senantiasa bersyukur
Imam Al-Zarnuji memberi nasihat agar para pelajar senantiasa selalu bersyukur kepada Allah.
l. Anjuran untuk tidak mudah putus asa
Mencari ilmu tidak mudah. Untuk menggapainya diperlukan usaha sungguh-sungguh dan serius. Dan untuk itu pun para siswa akan berhadapan dengan banyak rintangan, hambatan dan masalah. Oleh karena itu, Al-Zarnuji menganjurkan agar setiap pelajar tidak mudah patah semangat.
m. Anjuran untuk senantiasa tawakkal
Di samping tidak boleh patah semangat, ketika para pelajar menghadapi masalah, setelah berusaha ia dianjurkan untuk tawakkal
n. Anjuran untuk saling mengasihi
Para pencari ilmu disarankan oleh Imam Al-Zarnuji untuk saling mengasihi antar sesama.
o. Anjuran untuk tidak berprasangka buruk
Terhadap sesama Muslim, Imam Al-Zarnuji menganjurkan agar tidak memiliki prasangka buruk. Dalam kitabnya
p. Anjuran bersikap wara'
Para pelajar disarankan oleh Imam Al-Zarnuji untuk memiliki sifat wara' atau menjaga diri dari hal-hal yang tidak jelas halam-haramnya.
q. Anjuran memperbanyak shalat
Pelajar yang sedang menuntut ilmu disarankan agar selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Untuk shalat menjadi salah satu ibadah yang dapat mendekatkan manusia dengan Allah SWT. Oleh karena Imam Al-Zarnuji menganjurkan para penuntut ilmu untuk memperbanyak shalat.
D. Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari
1. Tugas dan Tanggung Jawab Murid
Murid sebagai peserta didik memiliki tugas dan tanggung jawab berupa etika dalam menuntut ilmu, yaitu :
a. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
Dalam hal ini Hasyim Asy’ari mengungkapkan ada sepuluh etika yang harus dipebuhi oleh peserta didik atau murid, yaitu :
· membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian
· membersihkan niat
· tidak menunda-nunda kesempatan belajar
· bersabar dan qonaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan
· pandai mengatur waktu
· menyederhanakan makan dan minum
· bersikap hati-hati atau wara’
· menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan yang pada akhirnya menimbulkan kebodohan
· menyediakan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan
· meninggalkan kurang faedah (hal-hal yang kurang berguna bagi perkembangan diri).
Dalam hal ini tidak dibenarkan ketika seorang yang menuntut ilmu hanya menekankan pada hal-hal yang bersifat rohaniah atau duniawiah saja, karena keduanya adalah penting.
b. Etika Seorang Murid Terhadap Gurz
Etika seorang murid murid kepada guru, sesuai yang dikatakan oleh Hasyim Asy’ari hendaknya harus memperhatikan sepuluh etika utama, yaitu :
· Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dijelaskan atau dikatakan oleh guru
· Memilih guru yang wara’ artinya orang yang selalu berhati-hati dalam bertindak disamping profesionalisme
· Mengikuti jejak guru yang baik
· Bersabar terhadap kekerasan guru
· Berkunjung kepada guru pada tempatnya atau mintalah izin terlebih dahulu kalau harus memaksa keadaan pada bukan tempatnya
· Duduklah yang rapi dan sopan ketika berhadapan dengan guru
· Berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut
· Dengarkan segala fatwanya
· Jangan sekali-kali menyela ketika sedang menjelaskan
· Dan gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya.
c. Etika Murid Terhadap Pelajaran
Dalam menuntut ilmu murid hendaknya memperhatikan etika berikut :
· memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk dipelajari
· harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu-ilmu fardhu ‘ain
· berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
· mendiskusikan atau menyetorkan apa yang telah ia pelajari pada orang yang dipercayainya
· senantiasa menganalisa, menyimak dan meneliti ilmu
· pancangkan cita-cita yang tinggi
· bergaulah dengan orang berilmu lebih tinggi (intelektual)
· ucapkan bila sampai ditempat majlis ta’lim (tempat belajar, sekolah, pesantren, dan lain-lain)
· bila terdapat hal-hal yang belum diketahui hendaknya ditanyakan
· bila kebetulan bersamaan banyak teman, jangan mendahului antrian bila tidak mendapatkan izin
· kemanapun kita pergi kemanapun kita berada jangan lupa bawa catatan
· pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan continue (istiqomah)
· tanamkan rasa semangat dalam belajar.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Dalam dunia pendidikan tidak hanya seorang murid yang memiliki tanggung jawab. Namun seorang guru juga memiliki tanggung jawab yang hampir serupa dengan murid, yaitu:
a. Etika Seorang Guru
eorang guru dalam menyampaikan ilmu pada peserta didik harus memiliki etika sebagai berikut :
· selalu mendekatkan diri kepada Allah
· senantiasa takut kepada Allah
· senantiasa bersikap tenang
· senantiasa berhati-hati
· senantiasa tawadhu’ dan khusu’
· mengadukan segala persoalannya kepada Allah SWT
· tidak menggunakan ilmunya untuk keduniawian saja
· tidak selalu memanjakan anak didik
· berlaku zuhud dalam kehidupan dunia
· menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah
· menghindari tempat-tempat yang kotor atau maksiat
· mengamalkan sunnah nabi
· mengistiqomahkan membaca al-qur’an\
· bersikap ramah, ceria, dan suka menebarkan salam
· membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah
· menumbuhkan semangat untuk mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan
· tidak menyalahgunakan ilmu dengan menyombongkannya
· dan membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
Dalam pembahasan ini ada satu hal yang sangat menarik, yaitu tentang poin yang terakhir guru harus rajin menulis, mengarang dan meringkas. Hal ini masih sangat jarang dijumpai, ini juga merupakan menjadi salah satu faktor mengapa masih sangat sulit dijumpai karya-karya ilmiah. Padahal dengan adanya guru yang selalu menulis, mengarang dan merangkum, ilmu yang dia miliki akan terabadikan.
b. Etika Guru dalam mengajar
Seorang guru ketika mengajar dan hendak mengajar hendaknya memperhatikan etika-etika berikut :
· mensucikan diri dari hadats dan kotoran
· berpakaian yang sopan dan rapi serta berusaha berbau wewangian
· berniat beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu
· menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah (walaupun hanya sedikit)
· membiasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan
· memberikan salam ketika masuk kedalam kelas
· sebelum belajar berdo’alah untuk para ahli ilmu yang telah terlebih dahulu meninggalkan kita
· berpenampilan yang kalem dan menghindarkan hal-hal yang tidak pantas dipandang mata
· menghindarkan diri dari gurauan dan banyak tertawa
· jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, makan, marah, mengantuk, dan lain sebagainya
· hendaknya mengambil tempat duduk yang strategis
· usahakan berpenampilan ramah, tegas, lugas dan tidak sombong
· dalam mengajar hendaknya mendahulukan materi yang penting dan disesuaikan dengan profesionalisme yang dimiliki
· jangan mengajarkan hal-hal yang bersifat subhat yang dapat menyesatkan
· perhatikan msing-masing kemampuan murid dalam meperhatikan dan jangan mengajar terlalu lama
· menciptakan ketengan dalam belajar
· menegur dengan lemah lembut dan baik ketika terdapat murid yang bandel
· bersikap terbuka dengan berbagai persoalan yang ditemukan
· berilah kesempatan pada murid yang datang terlambat dan ulangilah penjelasannya agar mudah dipahami apa yang dimaksud
· dan apabila sudah selesai berilah kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
Dari pemikiran yang ditawarkan oleh hasyim asy’ari tersebut, terlihatlah bahwa pemikirannya tentang etika guru dalam mengajar ini sesuai dengan apa yang beliau dan kita alami selama ini. Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang beliau fikirkan adalah bersifat fragmatis atau berdasarkan pengalaman. Sehingga hal inilah yang memberikan nilai tambah begi pemikirannya.
c. Etika Guru Bersama Murid
Guru dan murid pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang berbeda, namun terkadang seorang guru dan murid mempunyai tanggung jawab yang sama, diantara etika tersebut adalah :
· berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syari’at islam
· menghindari ketidak ikhlasan dan mengejar keduniawian
· hendaknya selalu melakukan instropeksi diri
· menggunakan metode yang sudah dipahami murid
· membangkitkan semangat murid dengan memotivasinya, begitu murid yang satu dengan yang lain
· memberikan latihan – latihan yang bersifat membantu
· selalu memperhatikan kemapuan peserta didik yang lain
· bersikap terbuka dan lapang dada
· membantu memecahkan masalah dan kesulitan peserta didik
· tunjukkan sikap yang arif dan tawadhu’ kepada peserta didik yang satu dengan yang lain.
Bila sebelumnya seorang murid dengan guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, maka setelah kita telaah kembali, ternyata seorang guru dan murid juga memiliki tugas yang serupa seperti tersebut di atas. Ini mengindikasikan bahwa pemikiran Hasyim Asy’ari tidak hanya tertuju pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik dan guru, namun juga keasamaan yang dimiliki dan yang harus dijalani. Hal ini pulalah yang memberikan indikasi nilai utama yang lebih pada hasil pemikirannya.
http://nymphstrike.blogspot.com/2012/06/etika-belajar-mengajar-menurut-para.html
pembelajaran menurut islam, adalah sebaik-baik pembelajaran. so.... nilai-nilai islam tidak boleh lepas dari seorang pendidik/pengajar.
BalasHapusartikel ini sangat bermanfaat,, tq..
Zainul Mufidah FIAI