BAB II
TEORI-TEORI PSIKOLOGI BELAJAR
A. 3 GRAND TEORI PSIKOLOGI
BELAJAR
Secara
pragmais, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta
dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak
teori yang berdasarkan eksperimen terdapat tiga macam teori yang sangat
menonjol, yaitu:
- Connectionism (koneksionisme)
- Classical Conditioning (pelaziman klasikal)
- Operant Conditioning
1.
Connectionism
(Koneksionisme)
Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.
Thorndike (1874-1949) yang bedasarkan eksperimen dengan menggunakan hewan-hewan
terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Eksperimennya tersebut
dikenal dengan nama Instrument Conditioning yang artinya tingkah laku
yang dipelajari berfungsi sebagai ekperimental (penolong), untuk mencapai hasil
atau ganjaran yang dikehendaki, berdasarkan eksperimen tersebut Thorndike
mengambil sebuah kesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus
dan respon.
Dalam
eksperimen itu ada dua hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena baru, yaitu:
- Keadaan kucing yang lapar (sifat rasa lapar) yang merupakan motivasi dua hal yang sangat vital dalam berlajar.
- Tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, yang merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai respon menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respons akan semakin kuat. Begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan eksperimen tersebut, ia
juga menarik sebuah kesimpulan bahwa belajar itu melalui proses Trial
dan Eror (mencoba-coba dan mengalami kegagalan) dan Law Of
Effect (Ngalim Purwanto, 1996: 99). Law Of Effect ini juga
mengilhami kemunculan konsep Reinforcer dalam teori Operant Conditioning
hasil penemuan B.F Skinner.
Selain Law Of Effect,
Thorndike juga mengemukakan hukum yang lain yaitu Law Of Readness,
belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan
perbuatan dan Law Of Exercise, belajar akan berhasil apabila banyak
latihan atau ulangan (Nana Syaodin Sukmadimata, 2004: 169). Selain itu Law
Exercise (hukum latihan) juga merupakan generalisasi atas Law Of Use
dan Law Of Disuse. Menurut Hilgard dan Bower (1975) jika
prilaku (perbuatan hasil berlajar) tidak sering dilatih atau digunakan maka ia
akan terlupakan atau sekurang-kurangnya akan menurun.
2. Classical Conditioning (Pelaziman
Klasikal)
Perkembangan
belajar dalam psikologi didefinisikan sebagai perubahan yang relatif tetap
sebagai hasil adanya pengalaman, karena adanya peruahan perilaku yang bersifat
relatif tetap, maka perubahan yang relatif tetap pada diri kita sesudah kita
berlajar mengenai sesuatu hal tersebut akan memungkinkan kita menunjukan
belajar ini pada kesempatan lain.
Satu diantara
teori belajar yang paling awal dan paling terkenal adalah perlaziman kasikal (Classical
Conditioning) yang sekarang banyak dikaitkan dengan nama Ivan Pavlov.
Pavlov adalah
seorang psikolog yang mengadakan pengamatan terhadap refeks pengeluaran air
liur pada anjing. Pavlov ingin mengetahui mengapa anjing tersebut menunjukan
penyimpangan prilaku dari prilaku normalnya. Ia berfikir apabila anjing dapat
menghubungkan antara ember dan makanan, tentunya anjing dapat menghubungkan
antara makanan dengan beberapa benda atau kejadian yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan makanan, sehingga anjing tersebut mulai merespon dengan
mengelurakan air liur.
Penghapusan Respons Yang Bersyarat
Rangsangan tak-bersyarat akan
menguatkan (reinforce) respons terhadap rangsangan tak bersyarat dan
memperkuat respons, tanpa rangsangan tak bersyarat tak akan muncul respons
bersyarat. Apabila sekarang membunyikan lonceng tetap dialnjutkan tanpa
dilakukan pengusaan respons binatang dengan makanan yang
bertidak sebagai rangsangan tak bersyarat, maka
mengeluarkan air liur atau respons bersyarat secara terhadap akan hilang dan
proses ini dinamakan dengan penghapusan. Apabila rangsangan bersyarat
dibunyikan lagi sesudah selang beberapa waktu bagi binatang untuk istirahat.
Respons banyak mungkin akan muncul lagi meskipun lebih lemah. Kejadian ini
dinamakan pemulihan spontan.
Penyamarataan
Proses dasar Classical
Condoitioning dapat dibuat lebih fleksibel dengan adanya penyamarataan (Generalization).
Rangsangan lain jika dibuat sedikit lebih mirip dengan rangsangan bersyarat
yang asli, juga akan menimbulkan respon. Misalnya: sebuah lonceng yang nadanya
lebih tinggi atau sedikit lebih rendah dari pada lonceng yang asli atau bahkan
bunyi bertalu-talu, mungkin juga akan mendatangkan respons pengeluaran air liur
terhadap percobaan tersebut.
Diskriminasi
Binatang juga dapat diajari untuk “memilih rangsangan atau melakukan
diskriminasi (to discriminate)”. Apabila kita membiasakan memunculkan bentuk
lingkaran dengan penyajian makanan, binatang menjadi terbiasa mengeluarkan air
liur pada pemunculan bentuk lingkaran. Diskriminasi sering kali digunakan di
dalam percobaan mengenai pendugaan persepsi pada binatang. Apabila kita ingin
mengetahui apakah seekor binatang mampu merasakan kehadiran sebuah segitiga
diantara bebagai bentuk yang lain, maka kita harus membiasakan binatang untuk
mengeluarkan air liur pada pemunculan segitiga dan menghilangkan kecenderungan
yang lain yang mengarah kepada pengamatan, sehingga binatang akan hanya
merespons terhadap segitiga saja.
Meskipun banyak kemungkinan dapat
dihasilkan dari belajar coba tunggal, namun pelaziman klasikal masih kurang
fleksibel dan kurang cukup cepat untuk memperjelas proses belajar yang memakan
waktu yang cukuplama.
Pelaziman
klasikal (Classical Conditioning) mungkin merupakan bentuk belajar yang
paling sederhana dan di dasarkan kepada refleks. Organisme dapat dibiasakan
untuk memberikan respon refleks terhadap rangsangan yang berbeda, yaitu dengan
jalan pengulangan pemunculan rangsangan bersyarat yang baru dengan rangsangan
tak bersyarat yang asli. Apabila rangsangan bersyarat terus menerus dimunculkan
secara tunggal,maka respons bersyarat secara terhadap akan melemah dan akhirnya
hilang dan ini dikenal sebagai penghapusan. Organisme akan menyamaratakan
respons terhadap rangsangan yang mirip dengan rangangan bersyarat, namun
penyamaratakan ini dapat dikendalikan oleh pelaziman diskriminasi.
Selain itu
juga pelaziman klasikal dapat menjelaskan dengan cara bagaimana rasa takut
cemas berkembang dan telah digunakan oleh para ahli tetapi prilaku untuk
menghilangkan perasaan kobia atau untuk mengembangkan oversi terhadap prilaku
yang tidak dapat diingikan.
3. Operant Conditioning
Pencipta
teori ini adalah Burrhus Frederic Skinner
(lahir tahun 1904), “operant” adalah sejumlah prilaku atau respon yang membwa
efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Respon dalam Operant
Conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan efek yang
ditimbulkan oleh Reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu,
namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya.
Dalam salah
satu eksperimennya, Skinner mengemukakan seekor tikus yang ditempatkan dalam
sebuah peti yang kemudian dikenal dengan nama “Skinner Box”. Peti
sangkar itu terdiri atas dua macam komponen pokok, yakni: manipulandum dan alat
pemberi reinfordcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum
adalah komponen yang dapat dimanipulasi dengan gerakannya berhubungan dengan
reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji dan batang
pengangkit.
Dalam
eksperimen tadi mula-mula tikus tersebut mengeksplorasi peti sangkar dengan
cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya mencakar
dinding dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut “emitted behavior”
(tingkah laku yang terpancar),yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme
tanpa memperdulikan stimulant tertentu, kemudian pada gilirannya, secara
kebutuhan salah satu emitted behavior tersebut dapat menekan penyakit. Tekanan
pengungkit ini dapat mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam
wadahnya.
Butir-butir makanan yang muncul itu
merupakan reinforcer penekanan pengungkit, penekanan pengungkit ini disebut
tingakah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi dengan
reinforcement yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah
makanan.
Selanjutnya
proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk pada dua hukum
operant yang berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of operant
extinction. Menurut law of operant conditioning jika timbulnya tingkah laku
operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan
meningkat. Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika timbulnya
tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak
diiringi dengan stimulus penguat maka kekuatan tingkah laku tersebut akan
menurun atau bahkan musnah.
Teori belajar
hasil eksperimen hasil Skinner secara prinsipil bersifat behavioristik dalam
arti lebih menekankan timbulnya prilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur,
sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Teori ini sesungguhnya
terdapat kelemahan diantaranya, yaitu:
a)
Proses
belajar ini dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses
kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali gejalanya.
b)
Proses
belajar ini bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti gerakan mesin
dan robot. Padahal setiap siswa mempunyai self direction (kemampuan mengarahkan
diri) yang bersifat kognitif dan karangannya ia
bisa menolak
respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena ia lelah atau berlawanan dengan kata hati.
c)
Percobaan
dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya.
d)
Proses
belajar manusia yang dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat sulit
diterima mengingat mencoloknya perdedaan karakter fisik dan psikis antara
manusai dan hewan.
e)
Pribadi
seseorang (cita-cita, kesungguhan, minat, emosi dan sebagainya) dapat
mempengaruhi hasil eksperimen.
f)
Teori ini
sangat sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan segala seluk beluk
belajar yang ternyata sangat kompleks.
B. IMPLIKASI TEORI-TEORI
PSIKOLOGI BELAJAR
1. Implikasi Teori Connectionism
Para pemikir terdahulu percaya akan prinsip hedonisme
yaitu bahwa orang cenderung memilih melakukan sesuatu yang menyenangkan.
Menurut Thorndike hal tersebut terjadi karena ia mendapat respon yang pada saat
sebelumnya telah melahirkan kesenangan, artinya kesenangan sebelumnya telah
memperkuat atau memeberikan resforcement kepadanya untuk melakukan hal yang
sama. Dalam hal ini Thorndike berupaya mengurangi pemikiran kaum mentalistik
tersebut tentang hedonisme, dengan melakukan sejumlah eksperimen untuk
menunjukkan bahwa dengan menggunakan subjek manusia sekalipun, belajar
merupakan suatu proses otomatis yang membangun suatu hubungan langsung antara
suatu stimulus dan satu respons dengan kesadaran yang minimal. Selain itu dalam
kehidupan sehari-hari law of effect dapat terlihat dalam hal memberi
penghargaan atau pendidikan, agar menjadi lebih baik. Dan kaerna adanya law of
effect inilah maka terjadi hubungan (connection) atau asosiasi antara tingkah
laku (reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan hasilnya (effect).
Selain itu impliksi dari teori
connectionism (korektionisme) dalam belajar adalah kita akan belajar lebih giat
lagi apabila kita memiliki motivasi dan adanya hasil atau efek positif yang
memuaskan yang dicapai respons.
2. Implikasi Teori Classical
Conditioning
Pada dasarnya
classical conditioning sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks. Dapat disimpulkan bahwa teori
belajar pembiasaan klasik adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan
antara stimulus dan respon. Dapat ditarik kesimpula bahwasanya dari hasil
eksperimen Pavlov adalah apabila stimulant yang diadakan selalu disertai
stimulus, penguat stimulus tadi cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan
respon atau perubahan yang kita kehendaki. Menurut Skinner proses belajar yang
berangsung dalam eksperimen Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang
berbeda yaitu law of respondent conditioning dan law of respondent
extinction. Secara harfiah, law of respondent
conditioning adalah adalah berarti hukum pembiasaan yang dituntut, sedangkan
law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan yang harus dituntut.
Menurut
Hintzman yang dimaksud dengan law of respondent
conditioning jika dua macam stimulant dihadirkan secara stimulant maka
refleks ketiga yang berbentuk dari respon atas penguatan refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
3. Implikasi Teori Operant
Conditioning
Dalam hal belajar menurut teori
operant conditioning dijelaskan bahwa respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus melainkan ditimbulkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinfarcer.
Yang pada awalnya seseorang itu melakukan
berbagai tindakan (trial and error) dan tanpa sengaja dari tindakannya tersebut
menghasilkan apa yang ingin dicapai.
BAB III
KESIMPULAN
Secara pragmatis, teori belajar dapat
dipahami sebagai prinsip utama atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan
dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan
peristiwa belajar.
Ada tiga macam
teori yang sangat menonjol dan menjadi pendorong bagi para ahli untuk menemukan
teori-teori baru yaitu:
- Connectionism (koneksionisme)
- Classical Conditioning (pelaziman klasikal)
- Operant Conditioning
Katiga teori tersebut mempunyai
implikasi yang berbeda-beda pada proses proses belajar, implikasi teori Connectionism
(koneksionisme) adalah kita akan giat belajar apabila kita mempunyai
motivasi dan hasil yang memuaskan. Implikasi Classical Conditioning
(pelaziman klasikal) adalah merupakan terori belajar yang terjadi apabila
adanya suatu respon (stimulus) sedangkan implikasi Operant Conditioning adalah
tanpa dibutuhkan suatu stimulus tetapi yang dibutuhkan atau dihasilkan adalah
efek dari respons tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
o
Hardy,
Malcolm dan Steve Heyes. 1988. Pengantar Psikologi (Edisi Kedua).
Jakarta : Erlangga.
o
Metty
Hartati, dkk. 2004. Islam dan Psikolog. Jakarta : PT Raja
Gravindo.
o
Muhibbin,
Syah. 1997. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
o
Sardiman.
2006. Interksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
0 komentar:
Posting Komentar